"Gue mau akhiri semuanya."
Kalimat Andrian seakan bisa mencekat leher Silvia, jantungnya seperti berhenti berdetak, mulut Silvia tidak bisa berkata apa-apa. Baginya ... ini sebuah mimpi.
"Nggak, lo pasti bercanda, 'kan?"
Hanya itu yang bisa keluar dari mulut Silvia. Ingin rasanya Silvia menumpahkan air mata yang sengaja ia bendung untuk tidak mengalir sekarang juga.
Pernyataan Andrian adalah seperti pisau tajam yang menusuk jantung serta hati Silvia.
Akhirnya, Silvia gagal dalam janjinya. Air matanya sudah turun, mengalir dan membasahi pipinya.Andrian yang melihat Silvia menangis merasa iba. Ia bingung sendiri dengan apa yang ia katakan apa itu salah dipendengaran Silvia?
Andrian segera mendekati Silvia, hingga jarak mereka sangat dekat. Tangan Andrian terulur untuk menghapus jejak air mata yang masih mengalir tidak berguna di pipi serta mata Silvia yang terlihat indah.Silvia masih mematung, ia cukup terkejut setelah Andrian mengatakan kalau akan mengakhiri semuanya. Namun, kenapa laki-laki itu malah mengusap air mata Silvia.
"Kenapa lo nangis?" tanya Andrian lalu menyingkirkan tangannya dari wajah Silvia.
Silvia menunduk. Tidak berani menatap Andrian langsung.
"Kenapa? Jawab Silvia, Gue salah apa, sih?"
Mendengar pernyataan dari Andrian, Silvia malah tambah bingung dengan laki-laki itu. Memang Andrian yang pelupa, atau Silvia saja yang tiba-tiba menangis entah karena apa.
Kepala Silvia terangkat, ia berani untuk menatap Andrian lagi.
"Coba jelasin, kenapa kamunya nangis? Apa yang salah? Digigit semut?"
Silvia menggeleng pasrah. Perrtanyaan itu salah menurutnya. Ada apa dengan semut?
"Terus apa? Apa jangan-jangan digigit si Lila?"
Silvia kembali menggeleng. Ada apa dengan Lila?
Bahkan satukali pun Lila tidak pernah menggigit Silvia.Andrian berdecak. "Terus apa? Lagi pms? Katanya, cewek pas lagi pms itu—sensitif banget."
Silvia sedikit mendelik, ia menggeleng. Laki-laki yang ada di depannya itu sama sekali tidak tahu dengan apa itu pms? Namun, kenapa dia menyangkutkannya dalam hal ini?
"Ck, Silvia ... kenapa, sih?"
"Terus apa tadi? Katanya bilang. 'Gue mau akhiri semuanya'?" Akhirnya, Silvia bisa membuang jauh unek-uneknya.
Andrian meringis, merasakan keanehan dan kejanggalan pada Silvia. "Oh, yang itu." Andrian menggut-manggut mengerti.
Silvia kembali berdecak pelan, ia berpikir ada apa dengan Andrian?
"Telinga kamu masih berfungsi, 'kan?" tanya Andrian seperti halnya dokter.
Silvia menanggapinya dengan anggukan pasrah. "Nah, maksudnya kita akhiri semuanya itu, udah dulu ngobrolnya sama ketiga temen kamu."Silvia tidak begitu cermat saat Andrian menjelaskan hal tersebut.
Apa ini?"Ck, kamunya aja yang aneh. Udah di-chat nggak dibaca."
Silvia merasa aneh dengan dirinya sendiri. Sekarang ponselnya sedang ada di sakunya. Ia segera mengambilnya dan memeriksa benda pipih itu, untuk melihat apakab Andrian mengirim pesan kepada Silvia atau tidak.
Ternyata benar.
Andrian
Aku ketempat kamu.
Kita semua disuruh ketemuan sama
Dico di belakang tenda cowokSilvia menghela napasnya lega. Benar, ia memang sedikit aneh.
Juga salah tanggap tentang ucapan Andrian tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
DEIGA [On Going]
Teen Fiction"Kenalin om. Dico, cowoknya Eiga" -Dico Jean Pratama, alias es kutub utara yang sifatnya berubah semenjak bertemu dengan gadis bernama Eiga Quenzi Reika. "Kenapa nggak sekalian lamar anak saya aja, gimana?" ••••• Ini adalah kisah tentang Eiga Quenzi...