17. GAY

127 26 7
                                    


Malam ini, semua siswa maupun siswi beres-beres untuk persiapan besok yang memang hari yang ditunggu-tunggu semua orang. Tampak mereka senang, karena mereka besok bisa pulang. Para siswi ada yang heboh sendiri karena alat-alat pribadinyanya hilang.
Jangan bingung dulu bacanya, kalian yang perempuan pasti tahu. Oke, lupakan.

Lila dan lainnya sedang menikmati suasana malam yang indah di hutan ini. Mereka sudah membereskan barang-barang mereka masing-masing, jadi tidak perlu khawatir.
Silvia tidak sabar untuk pulang besok, ia ingin sekali sampai rumah dan tentu saja ingin melihat keadaan temannya—Eiga.

*****

Di sisi lain, api unggun masih membara, merubah hawa yang sangat dingin menjadi hangat. Tidak lagi dengan Dico, laki-laki itu masih terdiam, memandang gejolak api yang ada di depannya. Wajahnya terkena cahaya dari api, membuat wajahnya memancarkan warna oranye.

"Dico!"

Seseorang menepuk pundak Dico dengan kencang, disertai dengan teriakan yang menembus telinganya. Sungguh, Dico malas ketika kedua orang gila ini datang.

Siapa lagi kalau bukan Andrian dan Reno?
Kedua sahabat Dico sejak SMP. Tidak tahu  kenapa mereka bertiga selalu bersama, dari mulai sekolah yang sama, bahkan kelas yang sama.

Meskipun begitu, Dico biasa saja, tidak merasa bosan. Namun, ia merasa muak.

"Bengong mulu bro." Reno sudah mengangkat tangannya, berniat untuk bersalaman dengan Dico.

Dico menatap tangan Reno, lalu menatap pemiliknya. "Ngapain?"

Reno menurunkan tangannya lalu berdecak pelan. Selalu saja di mata Reno, sahabatnya itu sudah kelewat tidak peka.

"Yaelah lo, Dic, masih aja gini," decak Andrian ikut kesal dengan Reno.

Menurut Reno dan Andrian, Dico sangat susah untuk diajak bicara akhir-akhir ini. Reno berpikir itu semua terjadi karena Dico sudah mengenal Eiga.

"Eh, bro! Lo lagi suka ya sama cewek?" tanya Reno untuk menggoda Dico, agar laki-laki itu mengakui kalau dirinya suka dengan Eiga.

Dico menggeleng tak berdosa, tentunya tanpa menoleh ke arah sang penanya.

"Yakin?" goda Andrian lagi. Ia tahu persis Dico. Sahabatnya itu sama sekali belum membuka hatinya kepada perempuan lain, salah satunya Eiga. Sebut saja, Dico masih single.

Dico mengangguk lagi, dengan berani ia menatap Andrian dan Reno bergantian, tentu saja dengan tatapan datar.

"Kenapa emang? Mau tahu?"

Keduanya mengangguk tak berdosa.
Dico terkekeh pelan, namanya juga sahabat. Ya, pastinya mau tahu tentang perkembangan sahabat sendiri.

"Lo suka sama Eiga, ya?" tanya Andrian lagi dengan suara yang tidak begitu keras.

Dico diam tidak menggubris ucapan andrian.

"Lah, aneh lo!" cerca Reno sambil memukul pundak Dico sedikit keras, membuat sang empu menoleh, dan menatap Reno dengan tatapan tajam seperti ingin menerkam.

"Terus, lo sendiri gimana?" Dico balik bertanya, membuat Reno diam tak berkutik.

"Ya nggak gimana-gimana, lah," elak  Reno, matanya berputar ke sana kemari, tentu tanpa menatap Dico.

"Ahay! Lo dari dulu ngejar-ngejar si Alya, temennya si Eiga. Mana hasilnya, bro?" tanya Andrian sedikit menyenggol bahu temannya itu.

Reno diam tak berkutik, benar apa yang dikatakan Dico maupun Andrian. Ah, kenapa mereka pandai sekali memutar balikkan keadaan. Saat Reno mau mengejek Dico, malah ia sendiri yang terkena akibatnya.

DEIGA [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang