#1: Strangers

31 6 4
                                    


Embun masih bertahta di atas dedaunan yang rimbun, tatkala sebuah pagar berwarna biru tua dengan cat terkelupas itu terbuka.

Nampak seorang gadis berambut sebahu dengan seragam SMP menyelinap keluar dari baliknya. Bukan, bukan untuk kabur.
Ia akan berangkat ke sekolah.

Dia San, siswi SMP yang sedang menjalani tahun terakhirnya disana. Ia melirik jam dipergelangan tangannya.

"Pukul 5 lewat 15".

Gila! Siapa juga yang mau ke sekolah sepagi itu?.

Ia melangkahkan kaki ke garasi, tepat disamping rumahnya. Dengan sedikit tergesa, mengeluarkan sepeda kuning pucat yang  ia pakai setiap hari ke sekolah.
San melayangkan pandangan ke langit, seberkas cahaya nampak terlukiskan di ufuk timur. Warnanya begitu indah, tidak jauh berbeda dengan senja.
Gadis itu tersenyum.

Ia senang bisa berangkat kesekolah tepat waktu, kalau kau mengira jarak rumahnya ke sekolah itu sangaaat jauh, kau keliru!

San segera menancap gas, mengayuh sepeda reotnya itu dengan penuh semangat. Meskipun ada perasaan janggal yang ia rasakan pada sepedanya.
Tapi semua itu ia hiraukan, yang terpenting, tujuannya tercapai.

Sepedanya mulai menjauh melewati kompleks yang masih lengang dan sunyi.

Namun tiba-tiba...

Rantai sepedanya putus!!!
San berdecak kesal,

sial gumamnya.

Ia terpaksa turun dari sepeda. Mengecek rantai sepedanya yang karatan itu.

"Astaganaga... pake putus segala, mana di tempat ini lagi" ia menendang ban sepedanya yang menyebalkan itu.

Memang subuh itu nasibnya sungguh malang, bukan hanya karna rantai sepedanya putus, tapi ia harus berhenti di jalanan itu. Jalanan yang dinaungi pohon beringin besar dan paling lebat di kompleksnya.

San tahu semua gosip yang beredar dari mulut ke mulut tentang tempat ini. Bahkan kabar burung itu sudah tersiar ke kompleks sebelah.
Namun yang jadi pertanyaan, apa yang bisa ia lakukan sekarang? Semua kemungkinan terburuk bisa saja terjadi.

San mengusap lengannya, entah karna takut atau dingin sehingga bulu2nya meremang. Ia menelan ludah tegang sembari merapatkan tasnya.

Tak ada orang sama sekali. Ia sendiri. Mentari tak lama lagi akan terbit. Ia tak berani menengok ke belakang.

Namun, suara langkah kaki merambat melewati kedua telinganya. Semakin lama semakin mendekat!. Dari arah belakang.

Mulutnya komat kamit tak karuan.

Ya tuhan...ampuni hambamu ini...

Bunyi langkah kaki itu kini terhenti. Tepat setengah meter di belakang San.

"Hei, cewek. Kok sendirian aja?"

Gadis itu menggidikkan bahu geli. Namun tubuhnya masih merinding. Ia tidak tahu siapa atau apa yang sedang berdiri dibelakangnya.

"Hei, gak dengar ya?" Sosok itu menepuk bahunya.

San terkejut, sontak ia berbalik dan melayangkan tinju yang mendarat tepat ke wajah (orang?) itu.

BUAKKH!!!

San terengah-engah dengan ekspresi wajah amat tegang. Namun sesaat dia menghela napas lega. Untung yang dibelakangnya adalah manusia asli.

"Sakit tau!" Ia mengusap wajahnya.

San tau orang ini cowok, tapi karna jalanan yang masih gelap gulita membuatnya tak dapat melihat jelas rupa cowok itu.

SunRiseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang