Chapter 4

60.9K 2.4K 44
                                    

Nara menangis di kamar hotel yang dirinya dan Brian tempati, bayangan yang baru saja ia lihat terus berputar di kepalanya.

Bagaimana Brian memeluk seorang wanita, dan wanita itupun memeluk Brian dengan manja, saat wanita itu mencium mesra bibir Brian, dan Brian hanya diam tak melarang atau menjauh dari bibir wanita itu.

Sudah Nara sadarkan bahwa seharusnya ia tidak terlalu berharap pada Brian, yang tidak akan pernah menganggap ucapannya serius, baru saja tadi malam Brian meminta maaf padanya, tapi itu semua hanya drama pendek Brian saja.

Nara berpikir bahwa dirinya tidak akan pernah berarti dalam hidup Brian, sekalipun Nara mati Brian tidak akan peduli padanya.

"Untuk apa selama ini aku bertahan?" Lirih Nara.

Saat ini Brian sedang merayakan keberhasilan bisnisnya bersama rekan-rekan yang lain, Nara sempat melihatnya dari kejauhan, dan mereka semua berpesta ria bersama wanita-wanita bayaran yang mereka sewa.

Nara tidak bisa marah pada Brian, karena ini sudah menjadi konsekuensi Nara menjadi istri Brian yang tidak di ketahui oleh publik. Sakit rasanya hati Nara jika seperti ini terus menerus, apakah salah jika Nara mengharapkan lebih kepada Brian?

"Apakah wanita hanya bisa menangis?"

Nara terlonjak kaget saat mendengar suara berat yang memasuki gendang telinganya, dengan kilat Nara menghapus air mata yang masih membekas di pipinya itu.

"B-brian."

"Sudahlah, layani saya sekarang."

"Aku tidak bisa Brian." Tolak Nara cepat.

"Baiklah, saya bisa panggil wanita lain untuk menghangatkan ranjang bersama saya." Ucap Brian, pria itu bersiap ingin keluar dari kamar, tapi sebelum tangan Brian menyentuh pintu Nara lebih dulu mencegahnya.

"Baiklah aku akan melayani mu." Ujar Nara.

Dengan bibir yang menyeringai Brian berjalan mendekati Nara, mau tidak mau Nara harus menjalankan kewajibannya sebagai seorang istri, dan Nara juga sangat tidak rela jika suaminya berhubungan bersama wanita lain.

***

Pagi ini Nara sedang membereskan pakaiannya dan juga pakaian milik Brian, karena sore nanti Nara dan Brian sudah harus kembali ke Jakarta, Nara berjalan menuju balkon kamarnya, dan melihat pemandangan pantai Bali yang sebentar lagi akan di tinggalkan nya.

"Apa harus mama memberi tahu papa kamu sayang, tentang adanya kamu di rahim mama?"

Nara tidak bisa menyembunyikan kebenaran ini sendirian terus menerus, Brian juga harus tahu bahwa sebentar lagi dia akan menjadi seorang ayah.

"Kita tunggu papa kembali ya, setelah itu mama akan kasih tau papa." Ucap Nara mengelus perut datarnya.

Meski perut Nara masih rata, tapi Nara bisa merasakan kehadiran malaikat kecilnya yang ada di dalam sana, Nara tidak sabar ingin melihat anaknya lahir ke dunia, dan Nara yakin dirinya dan Brian akan menjadi orang tua yang paling bahagia nantinya.

Nara kembali ke kamarnya, dan di kagetkan dengan Brian yang sedang tertidur di sofa.

"Kapan kamu masuk Bri?" Tanya Nara.

"Baru."

"Oh, eh aku mau ngomong sesuatu sama kamu boleh?"

"Hmm."

"Kamunya duduk yang bener dulu dong ish." Kesal Nara.

"Banyak mau banget sih." Gerutu Brian, dan setelahnya Brian duduk dengan benar mengikuti kemauan Nara.

"Maaf sebelumnya..." Ucap Nara menggantung kalimatnya.

"Cepetan kalo gak saya mau ti..."

"Aku hamil." Lirih Nara dengan cepat.

Seketika tubuh Brian langsung kaku saat mendengar perkataan Nara, dalam pikirannya Brian terus mengulang apa yang Nara katakan padanya tadi.

Brian keluar dari kamar tanpa mengucapkan sepatah kata pun pada Nara, hal itu membuat Nara tahu bahwa Brian tidak akan menganggap anak yang ada di dalam rahimnya.

Dengan lesu Nara terduduk di ranjang empuknya, memikirkan hal apa yang akan terjadi selanjutnya, apakah Brian akan menceraikan nya, atau bahkan mengusir Nara dari rumah yang selama ini menjadi tempat satu-satunya yang Nara punya.

Jika kalian di posisi Nara saat ini apa yang harus kalian lakukan?
Nara tidak bisa berbuat apa-apa selain pasrah saat ini, karena hidup Nara sudah bergantung pada Brian.

"Mama bingung dek." Ucap Nara lalu terdiam, saat mendengar suara orang membuka handle pintu, Nara kira yang datang Brian, tapi ternyata petugas kebersihan hotel yang akan membersihkan kamar yang Nara dan Brian tempati.

"Heh! Kamu siapa?!" Tanya ketus petugas kebersihan itu.

Sebelum Nara menjawabnya, petugas kebersihan perempuan itu sudah menarik tangan Nara keluar dari kamar tersebut, Nara kaget dengan perlakuan perempuan itu yang sangat tiba-tiba.

"Aaakh!" Nara memegangi perutnya yang sedikit keram karena dorongan wanita itu, untung Nara langsung sigap memeluk perutnya supaya tidak membentur lantai.

"Ada apa ini?"

Nara melihat Brian yang datang, dengan membawa sebuah gelas minuman di tangannya.

"Wanita ini ada di kamar anda tuan, dia berani menganggu privasi anda, saya takut dia akan mencuri sesuatu, atau bahkan wanita ini akan menggoda tuan seperti wanita murahan di luaran sana." Ucap seorang wanita yang bekerja sebagai petugas kebersihan itu.

Nara tidak percaya dengan apa yang diucapkan oleh wanita itu, dirinya bukan wanita murahan yang seperti wanita itu katakan.

"Sa-saya hanya pembantu tuan Brian, permisi." Ujar Nara dengan suara bergetar, lalu pergi dari hadapan mereka.

Brian kaget dengan apa yang Nara katakan tadi, Brian memang tidak pernah mengaku jika dirinya sudah menikah dan memiliki hubungan dengan siapapun, tapi Brian tidak akan tega mengakui Nara sebagai pembantunya.

Brian pergi menyusul Nara dan tidak mempedulikan wanita petugas kebersihan itu, Brian akan langsung menyuruh anak buahnya untuk segera memecat wanita itu, karena ucapan wanita itu sudah membuat wanitanya sakit hati.

Sedangkan Nara duduk di taman yang ada di samping hotel tersebut sambil menangis, entahlah, apakah hormon ibu hamil ini sudah mengubah Nara, yang tidak gampang menangis menjadi wanita cengeng seperti ini.

"Jangan menangis lagi."

Nara menoleh dan mendapati Brian yang sedang duduk di sampingnya.

"Apa aku terlihat seperti wanita murahan?" Tanya lirih Nara.

Demi apapun Brian tidak sanggup melihat wajah Nara yang pucat itu, di tambah Nara yang menangis tanpa suara.

"Apa karena aku seperti wanita murahan kamu malu mempunyai istri seperti aku?" Isak Nara.

Brian langsung membawa Nara kedalam pelukannya, Brian tidak ingin terjadi sesuatu dengan Nara terlebih lagi dia sedang mengandung buah hati mereka.

Brian mencoba menenangkan Nara yang tidak mau berhenti menangis, apa sesakit itu di katakan wanita murahan? Pikir Brian.

"Berhenti jika ingin anak yang ada di dalam kandungan mu baik-baik saja." Ucap Brian dengan dingin.

"Kenapa kamu masih bertahan dengan wanita murahan seperti aku hiks.."

"Kenapa tidak kau ceraikan saja aku?!" Ucap Nara melantur, sebelum akhirnya Nara tidak sadarkan diri di pelukan Brian.

***

Hidden Marriage (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang