Chapter 5

61.6K 2.3K 14
                                    

Sudah sejak satu minggu yang lalu Nara dan Brian kembali ke Jakarta, Brian ingin Nara tinggal dulu beberapa bulan di Bali, sampai kandungannya benar-benar kuat, dan jika sudah kuat barulah Brian akan membawa Nara kembali ke Jakarta, tapi Nara menolak keras rencana Brian itu, dan jadilah sekarang mereka sudah berada di Jakarta.

Sikap Brian tidak berubah sedikitpun, Nara juga tidak terlalu di ambil pusing perlakuan Brian yang seperti itu, karena Nara sudah biasa dengan itu semua.

"Permisi, di depan ada tamu nya, katanya mau ketemu sama nyonya." Ucap Esme.

"Siapa?" Tanya Nara.

"Saya tidak kenal, nya."

Dengan perlahan Nara turun dari ranjangnya menuju ruang tamu, Nara sedikit kesusahan dengan kondisinya yang sedang hamil muda untuk naik turun tangga, karena itu bisa membahayakan kandungannya.

Nara terus berjalan sampai ruang tamu, sampai sana Nara hanya melihat wanita yang tidak ia kenali. Wanita yang cantik tapi Nara tidak suka dengan wanita itu, karena menurutnya wanita itu terlihat tidak baik.

"Maaf, cari siapa ya?" Tanya Nara sopan.

Wanita yang tadinya sedang menunduk sambil bermain ponsel itu mendongakkan kepalanya saat Nara bertanya.

"Nara Zamora." Ucap wanita itu.

"Saya Nara, ada apa?"

"Oh jadi kamu istri simpanan Brian, pantas saja di jadikan simpanan, ternyata hanya wanita kampung yang di jadikan pemuas nafsu saja, cih!" Cibir wanita itu.

"Ah saya lupa, perkenalkan saya Tania Anastasya kekasih Brian Jian Leonardo, yang sebentar lagi akan di jadikan istri sahnya." Sambung Tania dengan bangga.

Nara yang dari tadi berdiri itu sudah mulai gemetar mendengar ucapan Tania, seburuk itu kan dirinya?

Nara menggelengkan kepalanya, dia harus tetap tenang, karena jika dirinya tertekan janinnya juga pasti akan merasakannya.

Tania mendekati Nara dan mendorongnya, sampai Nara terduduk di sofa yang ada di belakangnya.

"Upss! Sorry, saya permisi dulu ya, lagian saya gak betah deket-deket sama istri simpanan haha."

Nara melihat wanita itu pergi dari rumahnya, lebih tepatnya rumah Brian, Nara bisa apa jika sudah seperti ini? Bahkan wanita itu menyebutnya istri simpanan.

Wanita mana yang tidak sakit hati, kalau pria yang di cintainya sudah punya kekasih, bahkan di sini Nara sudah sah menjadi istrinya, pernikahan macam apa ini? Pikir Nara.

"Esmeee!" Seru Nara.

Esme datang dengan terburu-buru. "Iya nya?" Tanya Esme.

"Tolong antar aku ke kamar." Lirih Nara.

Tanpa bertanya lagi, Esme langsung menggandeng Nara untuk menuju kamarnya di lantai atas.

Esme bingung dengan nyonya nya yang terlihat sangat lemas, apalagi Esme bisa melihat jelas mata Nara yang berkaca-kaca.

Dengan cepat Esme membantu Nara berbaring di ranjangnya, supaya sang majikannya itu bisa lebih nyaman untuk beristirahat.

"Nyonya butuh sesuatu?"

"Tidak perlu Esme, kamu bisa kembali bekerja."

"Baik nyonya."

Saat Esme keluar dari kamarnya, dan pintu kamarnya sudah tertutup kembali, di situ air mata Nara tumpah, seakan hidupnya di kutuk untuk tidak pernah merasakan bahagia. Nara tidak tahu kenapa garis takdirnya menyakitkan seperti ini.

"Kita harus kuat sayang, papa pasti sayang sama kamu, jadi kamu gak usah sedih, gimana kalo sekarang kita istirahat." Ucap Nara pada anak yang ada di kandungannya.

***

"Wanita itu datang ke rumah anda tuan." Ucap Dion

"Sial!!" Umpat Brian.

Siapa yang memberi tahu di mana mansion house miliknya yang tidak di ketahui banyak orang itu, lagi pula untuk apa Tania datang ke mansion, kalau sudah tahu jika Brian berada di kantor.

Brian tidak habis pikir dengan wanita licik itu, dulu wanita itu sangat mengagumkan dan menghangatkan, tapi lihatlah sekarang, Brian sampai tidak sudi hanya memikirkan nya saja.

"Terus pantau mansion, jangan sampai Thomas masuk ke dalamnya, apalagi sampai menyakiti Nara." Tegas Brian.

"Baik tuan."

Untuk saat ini Brian tidak ingin pulang ke mansion dulu, karena dia tidak ingin melihat Nara yang menangis terus menerus karenanya, Brian tidak tega melihatnya, tapi Brian juga tidak bisa bersikap baik pada Nara, itu karena Brian mempunyai alasan sendiri.

"Aaaakh! Anjing!" Teriak Brian.

Brian beranjak dari tempat duduknya, lalu pergi ke luar kantor untuk bertemu dengan seseorang, sepanjang perjalanan Brian tidak pernah berhenti mengumpat, sungguh hari ini adalah hari yang paling buruk bagi Brian.

Dengan langkah cepatnya, Brian memasuki mansion megah milik salah satu sahabat karibnya itu, Mario Wiliam.

"Selamat datang tuan Jian." Sambut Berto, orang kepercayaan Marko.

Sedangkan Brian melewati Berto begitu saja, memang sangat tidak sopan, tapi begitu lah sifat seorang Brian. Dan lihat apa yang Brian lihat di ruang tamu saat ini sungguh sangat menjijikan.

"Shitt!" Umpat Brian.

Di sofa itu Brian melihat Marko yang sedang melakukan sex, dengan seorang wanita yang sudah menjadi tunangan Marko, jika tahu akan seperti ini pasti Brian tidak akan datang ke sini.

Dengan wajah datarnya, Brian pergi meninggalkan mansion megah milik teman laknatnya itu, niat hati ingin mengajak Marko untuk berkumpul bersama, di salah satu Club miliknya untuk melupakan sejenak rasa rindunya pada Nara, tapi ini yang di dapat oleh Brian, dan itu membuat Brian semakin merindukan wanitanya saja.

Di tengah perjalanan tiba-tiba saja ponsel Brian bergetar, dan saat di lihat ternyata sebuah pesan dari Esme.

From Esme:
Hari ini nyonya Nara banyak berdiam diri di kamar, tadi siang ada tamu yang datang, dan setelah tamu itu pergi nyonya Nara semakin diam, bahkan nyonya tidak menyentuh makan siangnya sedikit pun.

Apa yang sebenarnya wanita licik itu bicarakan pada Nara, sampai membuatnya seperti ini, belum lagi Brian tidak terima, jika Nara tidak memakan makan siangnya, karena itu bisa membuat bayinya kenapa-napa.

Brian memutar arah tujuannya yang tadinya ingin mengunjungi jack, kini menjadi menuju arah mansion house miliknya.

Nara memang wanita yang keras kepala, dulu saat awal pernikahannya Nara sangat menolak keras untuk tidur satu kamar, tapi dengan tampang menyeramkan nya brian berhasil membuat dirinya, dan Nara menjadi satu kamar bahkan satu selimut, ehe.

Dan sekarang Brian bisa melihat Nara yang terdiam di tengah ranjangnya dengan tatapan kosong, mata yang selalu berbinar itu sudah sayu, dan Brian tidak suka jika wanitanya terlihat tidak bahagia seperti ini.

"Nara." Panggil Brian

"Iya?" Nara menjawabnya, dengan tatapan yang masih kosong, dan belum sadar kalau Brian yang sedang bertanya.

"Apa kamu bahagia hidup bersama saya?"

"Tidak."

"Karena apa?"

"Karena aku mencintai Brian, tapi Brian tidak mencintaiku."

Mata yang sedari tadi menatap kosong ke depan itu, beralih menatap Brian dengan memancarkan sejuta rasa sakit yang Nara rasakan.

"Kenapa? Kenapa kamu melakukan semua ini Brian?"

***

Hidden Marriage (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang