Chapter 16

34K 1.1K 8
                                    

Hari ini Nara sudah berada di rumahnya, karena kemarin Nara sudah diperbolehkan pulang oleh dokter, walau begitu Nara harus sering cek up karena jahitan di bagian perutnya belum sembuh total.

Saat ini Nara sedang memandangi foto USG anaknya di kamarnya, tidak ada yang bisa Nara salahkan saat ini atas kematian bayinya.

Saat Brian masuk ke kamar, Nara langsung menyembunyikan foto itu dibawah bantal.

"Waktunya makan," ujar Brian yang membawa makanan untuk Nara.

"Kamu udah makan Bri?" Tanya Nara.

"Belum."

"Kenapa?" Tanya Nara.

"Tidak lapar."

Nara hanya mengangguk, dan selanjutnya makan makanan yang dibawakan Brian, ditengah makannya sesekali Nara melihat kearah Brian yang sibuk dengan ponselnya.

Nara sedikit tidak suka saat dirinya diabaikan, belum lagi akhir-akhir ini Brian sibuk dengan pekerjaannya, dan Brian juga sering menghabiskan waktu di luar, daripada di rumah bersamanya.

"Aku pergi dulu, ada urusan penting di kantor," Brian mencium dahi Nara dan setelahnya langsung pergi.

Begitulah Brian sekarang, tidak akan lama di rumah, karena alasannya banyak urusan di kantor.

Nara memilih untuk tidak menghabiskan makannya, karena perutnya sudah sangat kenyang, dengan perlahan Nara berjalan menuju dapur, dan disana Nara melihat Sinta, pelayan barunya pengganti Esme.

"Loh kok nyonya turun? Kan bisa panggil saya," ujar Sinta saat melihat Nara yang ada di dapur.

"Tidak masalah, saya bisa melakukannya sendiri."

Sinta adalah wanita yang masih  muda, Nara bingung dengan wanita ini yang kadang-kadang sering menunjukkan sikap tidak sukanya terhadap Nara, yang lebih bingungnya lagi kenapa wanita muda seperti Sinta mau bekerja menjadi seorang pelayan? Sedangkan di luar sana masih banyak perusahaan yang membutuhkan tenaga kerja, mengingat Sinta adalah lulusan salah satu universitas yang ada di Jakarta.

"Mau apa lagi nyonya?" Tanya Sinta.

"Apapun yang saya lakukan itu bukan urusan kamu, jadi kamu tidak usah banyak bertanya!" Seru Nara.

Setelahnya Nara meninggalkan dapur dan kembali ke kamar, entah kenapa rasanya Nara juga tidak suka melihat wajah Sinta yang sok polos itu.

Dengan kesal Nara merebahkan tubuhnya di ranjang, dan menyalakan televisi yang ada di kamarnya.

"Seorang CEO terkenal bernama Brian Jian Leonardo terlihat menggandeng wanita disalah satu cafe, diduga wanita ini adalah kekasih baru CEO tampan tersebut....."

Nara langsung mematikan televisi yang menyiarkan tentang suaminya itu, seharusnya Nara tidak perlu marah, karena memang tidak ada yang tahu kalau Brian sudah mempunyai istri, selain orang terdekat, seperti sahabat Brian dan para pelayan.

Tapi di satu sisi Nara cemburu melihat berita di televisi tadi, padahal Nara yakin kalau Brian tidak akan selingkuh darinya.

Baru saja Nara ingin memejamkan mata, tapi pintu kamarnya sudah terlebih dahulu dibuka seseorang, Nara menyangka kalau Brian sudah kembali, tapi ternyata Sinta masuk tanpa permisi, dan itu membuat Nara tidak suka.

"Di mana sopan santun kamu Sinta? Masuk kamar orang tanpa mengetuk pintu, atau permisi terlebih dahulu!" Ucap Nara dengan sengit.

"Saya kira ini kamar tuan Brian, nyonya."

"Lalu, apa kamu juga akan berlaku seperti ini jika ini kamar Brian?"

"Tentu saja....."

Ucapan Sinta terpotong karena Nara sudah mengusirnya terlebih dahulu. "Lebih baik kamu keluar, saya sedang ingin istirahat."

"Kenapa anda terlihat tidak suka dengan saya nyonya? Padahal tuan Brian sendiri yang mempekerjakan saya disini," ucap Sinta.

"Kenapa kamu banyak omong sekali Sinta, saya pusing mendengarnya."

"Baiklah, saya permisi nyonya."

Setelah Sinta keluar kamarnya, Nara baru bisa istirahat dengan tenang, niat ingin menelpon suaminya Nara urungkan karena tidak mood jika nantinya akan bertengkar.

***

"Apakah benar wanita ini adalah kekasih anda pak Brian?"

"Bagaimana kalian bisa mengenal satu sama lain?"

"Apakah hubungan kalian akan dibawa ke jenjang yang lebih serius?"

"Siapa nama kekasih baru anda pak?"

"Selamat untuk kalian berdua."

Dan masih banyak lagi pertanyaan-pertanyaan dari wartawan, yang menurut Brian sangat memuakkan, karena sebenarnya Brian hanya mengadakan meeting bersama rekan kerjanya, yang memang kebetulan seorang wanita muda.

"Pak bagaimana ini?" Tanya Sonya, rekan kerja Brian.

"Tidak usah dihiraukan."

Brian tetap menerobos kerumunan wartawan dengan menggandeng tangan Sonya, agar tidak tertinggal, dengan cepat Brian memasuki mobilnya bersama Sonya, dan langsung menuju kantor.

Sepanjang perjalanan menuju kantor, Brian hanya terdiam tanpa menganggap Sonya ada. Pikirannya saat ini hanya dipenuhi dengan Nara seorang, karena akhir-akhir ini Brian jarang sekali mempunyai waktu di rumah, untuk bersama dengan Nara.

"Anda memikirkan sesuatu?" Tanya Sonya.

"Tidak ada."

Brian menuruni mobil terlebih dahulu, dan langsung menuju ruangan kantornya tanpa menunggu Sonya. Karena memang Sonya sudah tidak punya kepentingan lagi dengannya, setelah meeting tadi.

Sesampainya di ruangannya, Brian melihat Jack yang sedang duduk santai di sofa. Brian berdecak kesal karena akan ada yang menggangu pekerjaannya lagi.

"Wah rupanya pak direktur sudah kembali, bagaimana kencan hari ini?" Sindir Jack pada Brian.

"Tidak usah banyak bicara!" Seru Brian.

Jack hanya terbahak melihat sahabatnya yang memasang wajah kesal, berita tentang Brian sudah tersiar di seluruh tayangan televisi, dan Jack berharap istri Brian tidak melihatnya. Karena jika Nara melihat mungkin Brian akan terkena masalah.

"Saya harap kamu cepat pergi dari sini," ujar Brian.

"Saya harap juga kamu cepat pulang, karena pasti istri kamu sudah melihat berita tentang kamu dan wanita itu," kekeh Jack.

"Sialan!" Maki Brian.

Brian berjalan menuju meja kerjanya, dan tidak menghiraukan kehadiran sahabat gilanya itu. Mana mungkin Nara menonton televisi, sedangkan istrinya itu tidak suka menonton siaran televisi.

Baru saja Brian ingin memulai pekerjaannya, pintu ruangannya sudah dibuka dengan kasar oleh Marko. Untuk apa kedua sahabatnya ini datang ke kantornya.

"Brian lo beneran pacaran sama perempuan itu?!" Tanya Marko.

"Kalian berdua sangat mengganggu, saya tidak punya hubungan apapun dengan wanita manapun selain istri saya!" Seru Brian kesal.

"Syukurlah, untung cuma berita hoax. Ya kalaupun berita real juga tidak masalah, kan Nara bisa sama gue." Ujar Marko.

"Eh bangsat, tunangan lo lagi hamil masih aja lirik istri orang!" Seru Jack.

Sedangkan Brian yang mendengar ucapan Jack menatap Marko dengan tatapan tajam, baru kali ini ada sahabatnya yang menghamili perempuan di luar pernikahan.

"Tunangan lo hamil?" Tanya Brian tidak percaya.

"Ya elah biasa aja kali Bri mukanya," cetus Jack.

"Berisik! Gue nanya Marko."

Jack yang mendapat tekanan dari Brian langsung diam, karena Jack tahu kalau Brian sudah serius akan habis semua.

"Gue kebobolan Bri," ujar Marko.

"Gila lo Mark! Gue harap lo bisa secepatnya tanggung jawab, kasian bayi yang ada di rahim tunangan lo," lirih Brian diakhir kalimatnya.

***




Hidden Marriage (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang