Tiga tahun sudah terlewati, Leon sudah tumbuh menjadi bocah yang sangat menggemaskan. Rumah tangga Brian dan Nara juga semakin harmonis.
Akhir-akhir ini sikap Nara susah sekali di tebak, dan Brian juga sering terkena marah oleh Nara. Seperti sekarang saat Brian ingin berangkat bekerja.
"Hari ini kamu berangkat ke kantor?" Tanya Nara.
"Iya, memang kenapa?"
"Tidak," singkat Nara.
Brian menatap heran kearah Nara yang pergi begitu saja, tumben sekali istrinya itu menanyakan hal itu. Biasanya Nara tidak menanyakannya, karena Nara sudah tahu betul jadwal pekerjaan Brian.
Brian keluar dari kamarnya untuk mencari Nara, dan Brian menemukan Nara yang sedang sarapan sendirian.
"Leon belum bangun?" Tanya Brian.
"Belum."
"Kamu kenapa lagi? Aku punya salah sama kamu?" Tanya Brian lagi.
Bukannya menjawab Nara malah pergi kembali ke kamar, Brian menghembuskan napasnya perlahan, mencoba untuk sabar menghadapi Nara yang sedang seperti ini.
Akhirnya Brian kembali ke kamarnya, untuk membujuk Nara agar tidak marah seperti ini lagi.
"Nara, sebenarnya apa yang kamu mau? Kalo aku punya salah aku minta maaf," ujar Brian.
Tanpa Brian duga Nara langsung memeluknya sambil menangis, dan Brian semakin di buat bingung dengan kelakuan istrinya.
"Hey kenapa? Kok malah nangis sih," ucap Brian.
"Maafin aku kalo belakang ini aku sering marah sama kamu, aku cemburu kalo kamu terus perhatiin Leon, sedangkan kamu aja jarang nanya kabar aku." Ujar Nara sambil terisak.
Astaga Brian tidak berpikir sampai ke sana, dan Brian tidak bermaksud mengabaikan Nara. Brian merasa kalau dirinya memperlakukan Nara dan Leon dengan adil, dengan penuh sayang dan cinta.
"Maaf kalo kamu merasa terabaikan, aku janji gak akan pilih kasih lagi. Aku akan memperhatikan kamu dan Leon dengan sama, udah dong sekarang jangan nangis lagi," ujar brain menghapus air mata istrinya.
Brian membawa Nara duduk di atas ranjang, menatap wajah istrinya sebentar lalu mengecup bibirnya kilat."Aku udah boleh berangkat kerja?" Tanya Brian.
"Boleh, tapi nanti pas jam makan siang kamu pulang dulu ya. Aku mau makan siang sama kamu di luar, sama Leon juga." Ujar Nara.
"Iya sayang, aku berangkat ya," ucap Brian, dan sebelum berangkat Brian mengecup dahi Nara terlebih dahulu.
Nara mengantar Brian ke sampai pintu utama rumahnya, setelah Brian sudah benar-benar pergi, Nara kembali masuk ke dalam untuk membangunkan Leon.
Berhubung Leon sudah semakin besar, jadi Brian dan Nara sudah menempatkan Leon di kamarnya sendiri, yang terletak tepat di samping kamar mereka.
"Leon, bangun sayang," ujar Nara mengelus wajah putranya yang sekarang sudah berusia tiga tahun.
"Ngantuk ma," lirih Leon dengan suara imutnya."Leon gak boleh males bangun kalo mau jadi kayak papa, ayok bangun sayang." Nara kesal sekali jika membangunkan Leon seperti ini, Leon sama saja dengan Brian jika dibangunkan.
"Leon mau bangun kalo mama bikinin Leon sarapan telur mata sapi," ujar Leon.
"Iya, tapi Leon harus bangun dulu."
Leon membangkitkan badannya dengan malas, saat melihat Nara dia langsung tersenyum memamerkan gigi depannya yang ompong."Ayok ma," ajak Leon.
"Kamu mandi dulu dong sayang."
"Gak mau! Leon mau sarapan!" Seru Leon mulai kesal.
"Astaga kenapa kamu kayak papa kamu sih, gampang marah," ucap Nara.
"Biarin!"
Nara tidak bisa memaksa Leon lagi jika anak itu tidak mau, mau tidak mau Nara langsung membuatkan sarapan yang Leon minta. Pelayan di rumah ini banyak, hanya saja Leon dan Brian tidak ingin makan makanan yang dimasak kan oleh mereka.
"Ma ikut!" Seru Leon saat Nara ingin menuju dapur.
"Ayok, tapi jangan lari ya."
"Iya."
Nara menuruni tangga dengan perlahan agar Leon mengikuti langkahnya, tapi Nara tidak bisa mencegah Leon yang sudah terlebih dahulu menuruni tangga dengan berlari, anak itu selalu saja membuat Nara khawatir.
"Kan udah mama bilang jangan lari, kenapa susah banget sih dibilangin nya," ujar Nara.
"Abisnya mama lama," cicit Leon yang takut melihat wajah Nara seperti ingin marah padanya.
"Lain kali kalo di bilangin harus nurut ya," ucap Nara.
"Iya ma."
Nara mulai memasak telur mata sapi untuk Leon, dengan sedikit was-was karena Leon yang terus berkeliaran di dapur, Nara tidak suka jika Leon memasuki area dapur. Karena di dapur banyak benda tajam, dan Nara takut Leon memainkan benda-benda itu.
"Akh! Mama!"
Nara yang mendengar jeritan Leon, langsung mematikan kompor yang sedang menyala dan mencari keberadaan Leon, Nara kaget melihat Leon yang sudah terjatuh dengan tepung yang membaluti tubuhnya.
"Ya ampun sayang!" Seru Nara, Nara langsung menggendong Leon yang menangis.
"Mama udah bilang kamu tunggu di meja makan aja, jadi kayak gini kan," ujar Nara marah.
Sedangkan Leon masih menangis di gendongan Nara, Nara tidak tega melihat anaknya yang seperti ini. Belum lagi melihat kaki Leon yang sedikit mengeluarkan darah, dan sedikit membiru.
Nara mengobati luka Leon, dan membersikan tubuh anaknya dari tepung yang Leon tumpahkan tadi, dan Nara yakin kalau tepung itulah yang membuat Leon jatuh terpeleset.
"Udah jangan nangis lagi, kan udah mama obatin lukanya," ucap Nara.
"Mama gak sayang sama Leon, tadi mama marah sama Leon." Ujar Leon dengan wajah sedihnya.
"
Mama gak marah sama Leon, mama cuma khawatir sama Leon."
"Bohong." Kesal Leon.
"Udah ah gak boleh begitu, ayok sekarang Leon mandi dulu, abis itu kita sarapan sama telur mata sapi yang Leon pesen."
"Yeay!" Seru Leon kembali senang.
Nara langsung membawa Leon untuk mandi, dan setelahnya mereka sarapan bersama.***
Brian menatap Nara dengan tatapan marahnya, sedangkan Nara menunduk takut melihat Brian yang menatapnya seperti itu.
"Ngapain aja sih kamunya, sampai Leon bisa luka kayak gitu?" Tanya Brian.
"Aku lagi bikin sarapan buat dia, aku juga udah nyuruh Leon buat duduk di meja makan. Aku gak tahu kalo Leon mainan tepung dan terpeleset." Ujar Nara dengan sedikit takut.
"Memang kamu yang ceroboh, seharusnya kamu jagain Leon juga. Bukan malah ninggalin dia sendirian, dia itu masih kecil dan jika terjadi sesuatu yang lebih dari ini bagaimana?!"
Nara tidak mengerti dengan Brian yang memarahinya seperti ini, jika Nara tahu Leon akan jatuh, mungkin Nara juga tidak akan membiarkan Leon tetap di lingkungan dapur. Nara juga akan meminta pelayan untuk menjaga Leon sebentar, tapi kenyataannya Nara tidak tahu sama sekali saat anaknya memasuki dapur dan terjadi insiden seperti tadi.
"Aku juga mama nya Brian! Mana mungkin aku mau membuat anakku celaka, aku tidak tahu kalau Leon akan jatuh seperti itu." Ujar Nara sambil terisak.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Hidden Marriage (SELESAI)
Roman d'amourKetika cinta di balas dengan ketidakcintaan, di situ pula aku jatuh dengan seribu kesakitan yang meradang di dalam hati. ©Liaressa / 2019