o n e

916 131 14
                                    

"Perkenalkan ini Marinka, anak dari Jeng Masayu," ucap Mama pada diriku. Rasa muak bisa kurasakan mulai tumbuh dalam hatiku yang sudah lelah dengan semua ini

Tanpa mengucapkan apapun, aku melangkahkan tungkaiku menjauh dari Mama dan anak teman Mama itu, nama perempuan itu saja aku sudah lupa.

Apa yang salah melajang di umurku yang baru menginjak kepala tiga? Saat ini, aku masih mencari perempuan yang bisa menemaniku hingga rambutku memutih dan tulangku tak sanggup untuk menahan bobotku. Dan semua itu belum bisa kutemukan dari perempuan yang selama ini Mama kenalkan.

Ada saja kelakuan perempuan-perempuan itu. Mulai dari manja, tukang cari perhatian, suka menghamburkan uang, ataupun diam-diam ternyata sudah terjerumus dengan dunia malam tanpa sepengetahuan orang tuanya.

"Kenapa, Bro? Dikenalin cewek lagi sama nyokap?" tanya Rendy saat aku bergabung dengan teman-temanku di sebuah meja di acara tahunan perusahaan Papa.

"Ya menurut lo?" tanyaku dengan keadaan hati yang sudah masam.

"Whoa, take it easy dude. Chill out," ucap Adhitya di kursi seberangku.

"Ini udah yang ke tujuh belas kali nyokap ngenalin gw perempuan, capek bego," jawabku dengan pandangan sengit.

"Kalo lo gak mau semua, sini kasih gw. Kan lumayan tujuhbelas santapan gratis," teriak Bagas di sebelahku.

"Kenapa lo? Udah gak laku lagi tuh muka sama badan?" balas Rendy lalu tertawa setelah itu.

"Sialan lo!"

-----

"Bram, kenapa tadi kamu pergi gitu aja? Kasian Marinka, padahal dia udah nunggu kamu setengah jam lebih," ucap Mama yang sedang duduk di sofa.

"Mama yang paling Bram sayang, berhenti jodoh-jodohin aku sama anak temen Mama itu. Aku bisa cari pasangan hidup sendiri," ucap Bram mencoba untuk merayu Mamanya.

"Kapan, Bram? Mama mau cepet-cepet gendong cucu," jawab Mama yang saat ini sedang dipijat pundaknya oleh anak tunggalnya, Bramasta Wijaya.

"Aduh! Bram! Sakit tau!" teriak Mama saat merasakan pijatan Bram yang semakin keras.

"Bram, kalau mau marah, jangan dilampiasin ke pundak Mama!" rintih Mama sekali lagi.

Akhirnya Bramasta melepaskan pijatannya yang memang diberikan kekuatan ekstra setelah mendengar jawaban Mama yang ingin cepat-cepat punya cucu.

"Makanya biarin aku memilih sendiri. Kalau udah ketemu yang cocok, Bram pasti langsung kenalin ke Mama," ucap Bramasta yang tiba-tiba melompat ke arah depan sofa untuk duduk bersama sang ibunda.

"Astaga! Kelakuanmu ini! Untung Mama gak punya riwayat serangan jantung," omel Mama sambil mengelus dadanya untuk menenangkan detak jantungnya.

"Hehehe, peace," jawab Bram dengan senyuman yang menampilkan gigi pepsodent-nya dan dua jari yang ia acungkan.

-----
To Be Continue

Author's Note
Hallooo, aku kembalii!
Semoga pada suka sama chapter ini yaa.. Seperti yang kalian, yes, chapternya bakal sedikit lebih pendek biar cepet juga updatenya.. Walaupun begitu, tidak mengurangi kualitasnya yaa (aminn)

Yowes have fun reading next chapters!

- Ladya (15/03/20)

EphemeralTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang