Target untuk next chapter : Gak ada~
Esok harinya, hal tak mengenakan hati terlihat dari tempat resepsionis lantai satu kantorku. Seorang lelaki berpakaian rapi tampak sedang mencoba masuk tanpa diundang. Tanpa basa-basi, aku segera pergi menuju tempat tersebut.
"Ada apa ini?" tanyaku kepada seorang perempuan yang telah bekerja bersamaku sebagai resepsionis selama 3 tahun.
"Pagi, Pak. Seorang pria tiba-tiba datang dan memaksa untuk bertemu dengan salah satu karyawan," ucap Disti-nama yang kutangkap dari nametag yang bertengger di bajunya.
"Siapa karyawan itu?"
"Aileen Aloysius, Pak." Lambat laun, aku mulai mengerti arah pembicaraan ini. Aku berjalan menuju lelaki yang sedang disekap oleh dua penjaga keamanan.
"Siapa kamu?" tanyaku mencoba mengulur waktu sampai Aileen datang. Ia tidak mungkin tidak datang kan? Secara tidak langsung, dialah yang membuat kekacauan ini.
"Lo gak perlu tahu siapa gw! Gw cuma mau ketemu jalang itu!" teriaknya kasar.
Plak!
Tamparan yang suaranya memekakan telinga tiba-tiba muncul dari arah sebelahku.
"Gw bukan jalang dan ngapain lo kesini?" teriak peremp-Aileen! Ya, yang menampar lelaki-tak tahu malu-itu Aileen. Perempuan yang menjadi kembang tidurku tadi malam.
"Emang gw salah manggil lo jalang?" jawab lelaki dengan suara yang meninggi, memanggil atensi para karyawan yang sedari tadi lewat.
"Permisi, siapapun Anda, bisa untuk tidak membuat keributan?" tanyaku. Wow, bunuh saja aku.
"Eh lo gak usah ikut campur?" ucapnya sewot. Ia memang tidak salah, tiba-tiba masuk dalam permasalahan orang lain memang bukan hal yang patut dipuji, dan aku tahu itu. Tapi ini tempat umum, dan ini mengganggu konsentrasi para karyawan.
"Maaf, ini tempat umum dan semua berhak mengeluh jika ia merasa Anda mengganggu," ucapku tanpa gentar.
"Diem lo!" Setelah itu bogeman mentah yang kudapat darinya. Darah bisa kurasakan mengalir dari sobekan di ujung bibir. Dengan ekor mataku, aku juga bisa melihat para karyawan yang mengunci atensi, mundur beberapa langkah, termasuk Aileen. Cukup sudah, kesabaranku sudah jatuh dari ujung tanduk.
Kau kira aku akan berdiam diri? Tentu tidak. Tanpa banyak bicara, kutendang tulang keringnya dan ia langsung terkulai lemas di lantai sambil mendesis.
"Hanya segitu kekuatanmu? Pantas saja Aileen meninggalkanmu," desisku tanpa pikir panjang, tak menyadari ucapanku.
Detik kemudian, para penonton-tidak salah jika aku menyebutnya begitu kan?-mulai terkesiap dengan penuturan yang dengan bodohnya belum kusadari kesalahannya.
Lalu, dengan gesit, para penjaga keamanan mulai menggotong lelaki yang masih mendesis itu, bedanya ia sekarang mulai bisa menyumpah kasar, entah pada siapa.
"Pak!" teriak Aileen yang langsung berlari kearahku. Tanpa meminta izin, ia tiba-tiba menarik tanganku pergi menuju lift lalu berhenti di lantai delapan.
Ia, sekali lagi, menarik tanganku membuat diriku mau tak mau ikut kemanapun arah langkahnya.
Saat masuk ke ruanganku, ia menepuk sebuah sofa besar, menyuruhku untuk duduk disana. Aku ingin duduk tapi tangan yang masih menyatu ini agak mengganggu.
"Hmm, tangan," ucapku, mencoba mengingatkannya bahwa tanganku masih berada digenggamannya.
"Oh iya, hehehe." Bukannya malu, ia malah menertawakan kebodohannya.
'Gadis aneh.'
-----
To Be ContinueAuthor's Note
Hello againn all!
Akhirnya bisa update uhuyy, semoga chapter kali ini memuaskan kalian yaa.. Kalo belum, tungguin bentar lg nanti nongol satu chapter lagii.. Padahal diriku janji buat update kemaren tp setiap mau update kemaren gagal terus, kzl :(Oiya, sekarang diriku juga udah rajin bikin gombalan di media atas yaakk, cekidott!
Ditunggu saran dan komentar serta vote dari kalian.. thankcuu!
-Ladya
KAMU SEDANG MEMBACA
Ephemeral
Fanfiction[#2 Light Romance by Ladya] e·phem·er·al /əˈfem(ə)rəl/ adjective • lasting for a very short time. Akibat gila kerja dan sudah lama melajang, Bramasta Wijaya, seorang pria dewasa dengan umur berkepala tiga, didesak oleh sang ibu untuk mencari seorang...