t e n

491 90 19
                                    

Target untuk next chapter :
100 readers, 35 votes, 10 comments.
See you!

"Maaf ya, Pak. Dan terima kasih juga karena menyelamatkan saya dari brengsek itu." Aileen tiba-tiba melontarkan kalimat itu ketika sedang membersihkan darah dari ujung bibir Bram.

"Tidak apa-apa, senang bisa membantu karyawan saya," jawab Sehun mencoba tersenyum. Tentu saja dengan sedikit ringisan karena luka yang masih basah.

"Oh iya, Pak. Kok bapak bisa tahu kalau itu mantan pacar saya?" tanya Aileen mengingat kalimat Bram saat pria itu bertengkar dengan Axel. Urgh, mengingat nama itu saja membuatnya mual.

"Hanya insting seorang pria," ucap Bram bohong. Mana mungkin ia memberitahu Aileen alasannya. 'Karena aku mendengar percakapan kamu dengannya tadi malam.' Astaga, memalukan!

"Ternyata pria punya insting juga ya. Kukira semua pria kan sama saja," lirih Aileen memberikan obat pereda nyeri pada luka Bram.

"Hm, tentu saja kita punya," jawab Bram memundurkan wajahnya sekaligus mengernyit memandang Aileen tanda ketidaksetujuan. Walau bibirnya masih sedikit perih, tidak dengan harga dirinya sebagai pria yang diibaratkan telah jatuh ke dasar laut.

Tidak mau menggangap serius atau berdebat panjang lebar, Aileen akhirnya menjawab, "Iya deh, Pak. Iya, percaya deh." Lalu meraih tengkuk Bram dan memajukannya agar ia bisa melanjutkan hal yang tadi belum ia selesaikan, yaitu mengobati bos besarnya ini.

Setelah selesai membersihkan sisa darah di ujung bibir Bram, Aileen kembali dikejutkan dengan memar di pelipis sang bos.

Bram yang bingung melihat Aileen mengambil kembali beberapa barang—hei! ia tidak tahu nama barang itu apa—dari kotak obat itu, akhirnya mengerti kala ia merasakan sakit saat Aileen dengan pelan menyentuh kulit pelipisnya.

"Sakit, Pak?" tanya Aileen memecahkan kesunyian.

"Masih bisa kutahan," ucap Bram yang mulai ber-aku-kamu. Aileen mulai membersihkan memar tersebut tanpa menyadari perbedaan itu.

Bram, tanpa suara, mulai memperhatikan mahakarya Tuhan yang dicurahkan pada wajah Aileen. Kelopak mata yang kecil—bahkan tak terlihat saat tersenyum—nan imut, hidung mancung besar, dan bibir merah muda yang dipoles begitu rrr.. menggoda nyali Bram untuk mencicipinya. Jangan lupa dengan kulit seputih susu tak bercela itu.

Mata Bram tak berkedip melihat bibir tebal merah muda itu. Warnanya tidak terlalu norak, seperti ibu-ibu yang sering mama kenalkan sebagai temannya di pesta manapun.

Entah waktu yang berjalan lamban atau Aileen memang belum selesai mengobati memar itu, namun Sehun senang karena ia memiliki waktu banyak untuk memandang pemandangan yang mungkin ia lihat untuk terakhir kalinya. Ia tidak tahu jalan takdir Sang Pencipta.

Kalau begitu..

Bram seketika meraih tengkuk Aileen dan memajukannya kearah wajahnya yang ikut dimajukan. Tanpa bisa dielakan, bibir mereka menyatu dan Bram tanpa ragu melumat bibir bawah gadis keturunan Aloysius itu.

Setelah puas membuat bibir bawahnya bengkak, Bram lantas mengemut dan melumat bibir atas Aileen-nya seraya memberikan godaan agar mulut itu terbuka.

Dengan sedikit gigitan, Aileen akhirnya membuka mulutnya. Membuat lidah Bram dengan mudah mengabsen seluruh penjuru mulut Aileen.

"Balas aku, Ai," ucap Bram ditengah-tengah lumatannya.

Dengan kaku, Aileen akhirnya membalas ciuman Bram. Bram yang merasakan hal itu justru merasa terangsang. Baru kali ini ia bisa merasakan kenikmatan surgawi yang sesungguhnya.

-----
To Be Continued

Author's Note
Holaaa again!
Astaga maaf untuk yang masih dibawah umur matanya udah kunodai yaa 😬 Gimana-gimana chapter kali ini? Diriku nulisnya dagdigdugan wkwkwk

Semoga targetnya bisa diselesaiin secepatnya yaa karna aku udahh ga sabar update chapter selanjutnya eheheh. See you when i see you everyone!

-Ladya

EphemeralTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang