🎈🎈🎈
HAPPY READING!
***
Percuma saja usia sudah dewasa, namun pikiran layaknya anak kecil.
-Hidan Arrahman Putra-
***
Hidan sudah memasang wajah tegasnya sejak tadi. Saat ini dia sedang berada di sebuah cafe yang biasa dia kunjungi bersama Dinda. Lagu yang mengalun indah di cafe itu pun tak ia gubris, bahkan tangannya sudah membentuk kepalan.
"Maksud lo apa, ngelakuin hal bodoh kayak tadi?" ketusnya seraya menatap tajam ke arah Dinda sudah menundukkan pandangannya takut untuk menatap Hidan. "Lo pikir dengan lo ngelakuin hal kayak tadi, gue bakalan bangga gitu punya pacar kayak lo?"
"Dan... maaf," lirih Dinda dengan air mata yang sudah mengalir sejak tadi. "A... a... aku nggak bermaksud kayak gitu."
"Terus maksud lo apa, hah?" sambarnya cepat. "Percuma lo SMA kalo pikiran lo masih kayak bocah."
Dinda mencoba untuk menatap Hidan yang wajahnya memerah menahan emosi. "Hidan! Aku ngelakuin kayak gitu demi kamu."
Mata Hidan semakin melebar, "Maksud lo?"
"Aku cemburu Hidan, aku cemburu kamu dekat sama Airis. Apa kamu nggak mikirin perasaan aku pas kalian kejar-kejaran? Sakit Hidan, sakit," jelas Dinda sembari menangis sesenggukan.
"Lo emang bener-bener bocah. Apa lo nggak bisa ngomongin hal itu baik-baik? Dengan akal sehat setidaknya. Gue kecewa banget sama lo." Hidan menghembuskan napasnya, mencoba untuk menetralkan emosinya yang kian memuncak.
Sedangkan Dinda mencoba meraih tangan Hidan yang terletak di atas meja, namun belum sempat menyentuhnya Hidan sudah menariknya lebih dulu. "Dan... maafin aku," lirihnya masih dengan air mata yang terus menetes. Tidak peduli banyak pandangan mata yang mengarah kepadanya.
Hidan menarik napasnya kembali, kemudian menatap Dinda yang sudah menatapnya sejak tadi. "Sorry gue nggak bisa maafin lo untuk hal ini. Dan gue rasa, hubungan kita cukup sampai di sini."
Deg
Jantung Dinda seakan berhenti berdetak. Ucapan yang keluar dari mulut Hidan dengan santainya namun begitu menusuk. Mata Dinda membola, air matanya semakin mengucur deras.
"Dan, maksud kamu apa?"
Hidan tersenyum miring, "Bukannya omongan gue tadi sudah jelas. Apa perlu gue ulang?" Hidan menaikkan sebelah alisnya meremehkan.
Dinda menggelengkan kepalanya tidak percaya dengan sikap Hidan saat ini. "Ini bukan Hidan yang gue kenal."
Mendengar itu Hidan hanya tertawa garing. "Terus siapa?"
"Hidan, maksud kamu apa?" tanya Dinda masih tak percaya.
"Kita putus." Hidan tersenyum menenangkan. Bahkan dia mengucapkannya cukup santai.
Dinda menggelengkan kepalanya kembali, "Kamu sudah nggak ada perasaan sama aku ya? Kamu suka sama cewek itu, kan?" Dinda bertanya layaknya orang bodoh.
Hidan semakin memasang senyum miringnya. "Segitu susahnya lo nyebut nama Airis? Apa lo lupa, cewek itu sudah lo sakitin sore tadi dan sekarang lagi tidur di rumah sakit. Heran, motivasi lo apa sampai ngelakuin hal kayak gitu? Gak habis pikir gue." Hidan menggelengkan kepalanya penuh keheranan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Dia atau Dirinya
Novela JuvenilKatanya, jika dalam satu hati diisi oleh dua nama orang yang sama-sama kita cintai, tanpa sadar kita telah menyakiti salah satu dari mereka. Apakah benar? __________ Copyright 2019 By: bulankertas with Ichayy_