Part 5 - Hidup Itu Pilihan

23 6 3
                                    

🎈🎈🎈

HAPPY READING GUYS!

***

Ketika kamu dijatuhi pilihan tersulit dalam hidupmu, ingatlah bahwa kamu mempunyai Allah sebagai pemberi keputusan terbaik.

-Ernada Airis Afandiana-

***

Hidan atau Dika?

Airis memejamkan matanya dengan kernyitan yang nampak jelas di dahinya. Jujur saja, pertanyaan yang terlontar dari Nayla tadi sore membuatnya bingung.

Jika ia memilih salah satu dari mereka,belum tentu keduanya juga memilihnya. Sebenarnya ia juga tidak perlu memikirkan hal ini, toh Nayla juga tidak akan menanyakan kembali. Karena Nayla hanya iseng saja menanyakan hal tersebut.

"Ishhhhh!!!" kesal Airis. Kedua tangannya mengepal dengan pandangan mata mengarah ke kamar Nayla yang tertutup dengan sinar lampu yang memancar dari kaca jendelanya. "Nayla keluar lo!" teriaknya penuh kekesalan.

Sedangkan Nayla dengan santainya membuka jendela kamarnya dan hanya memerlihatkan bagian kepalanya saja. "Apa?" jawabnya setelah memandang ke arah Airis.

"Kurangajar lo, gara-gara pertanyaan lo tadi gue jadi kepikiran sampai sekarang," jelasnya masih dengan kekesalannya.

"Pertanyaan apa sih?" Nayla mengernyit dalam. Alisnya saling bertautan dengan wajah yang menampakkan kebingungan. "Apa sih? Yang suruh milih tadi? Yaelah lo milih sekalipun, mereka juga belum tentu milih lo!" putusnya kemudian menutup kembali jendela kamarnya.

Airis menghembuskan napasnya panjang. Matanya memejam. " Sial! Suka bener kalau ngomong." Setelahnya ia memutuskan untuk masuk ke kamarnya dan mengunci pintunya.

***

"Hidan! Balikin ihhhhhh!" teriak Dinda dari ujung koridor sembari berlari kencang mengejar Hidan yang sudah berlari jauh di depannya dengan ponsel dibalut case berwarna biru muda di tangan kirinya. "Gila... Pacar gue gitu banget ya," keluh Dinda saat ia memilih berhenti mengejar Hidan.

"Wah wah wah... gak baik ini," ucap Hidan sengaja dikeraskan agar Dinda mendengarnya.

"Eh kamu lihatin apa? Jangan macem-macem deh!" teriak Dinda lagi kemudian kembali mengejar Hidan yang juga turut berlari dengan pandangan yang fokus ke arah ponsel milik sang kekasih.

Brughhh

"Aww!" Karena matanya fokus ke arah ponsel, tak sengaja Hidan menabrak tubuh seseorang yang berada di depannya.

"Eh sorry sorry," ujar Hidan lalu memasukkan ponsel Dinda ke kantung celananya. Dan saat mendongak, ternyata Airis yang ia tabrak tadi dengan tumpuk buku yang berserakan di sekitarnya. "Airis," ucapnya kemudian.

Airis meringis karena tak sengaja bahunya menabrak tembok di sampingnya. "Duh buku gue," keluhnya saat melihat buku-buku teman sekelasnya yang berserah. Ia tak menghiraukan tatapan bengong dari Hidan di depannya. "Eh lo--"

"Mana HP gue?" Belum sempat melanjutkan ucapannya, pertanyaan sadis keluar dari mulut Dinda dengan tangan yang terulur ke arah Hidan.

Hidan hanya mengembuskan napasnya lelah, kemudian merogoh saku celananya dan memberikan ponsel sang kekasih. "Nih, sekarang mending kamu balik ke kelas. Nanti Bu Emi pasti marah-marah kalau lihat anak didiknya keliaran pas jam pelajaran," jelasnya panjang yang dibalas tatapan datar dari Dinda.

Seakan tak peduli dan menganggap bahwa di situ tadi ada Airis, Dinda langsung meninggalkan Hidan bersama Airis yang sesekali meringis kesakitan.

"Bahu lo ga papa kan?" tanya Hidan setelah Dinda meninggalkan mereka.

"Halah ga papa tenang aja, tapi bantuin beresin bukunya dong," pinta Airis memelas.

Sedangkan Hidan hanya berdecak kecil dengan wajah datarnya. "Makanya kalo bawa buku tuh yang bener," katanya sembari membereskan buku-buku yang dibawa Airis tadi.

"Eh lo kali, kalau jalan tuh pakai mata!" ketusnya.

Hidan menoleh kemudian menatapnya tajam. "Lo bego apa gimana sih, yang ada kalau jalan itu pakai kaki. Pantas aja ditabrak dikit aja oleng, wong ya jalannya pakai mata toh." Hidan mengangguk-anggukkan kepalanya seakan menemukan fakta baru.

"Nyebelin banget sih lo!" Tanpa ampun Airis langsung menoyor kepala Hidan. Sedangkan yang ditoyor membalas dengan tatapan tajam.

"Ooo ngajak ribut ya?" tanyanya dengan mata yang menyipit. "Sini-sini maju sini!" Hidan beranjak dari jongkoknya kemudian berdiri tegap di depan Airis yang masih terduduk sejak tadi.

Merasa ditantang, Airis langsung ikut berdiri dan memasang kuda-kuda. Tak peduli bahwa saat ini ia sedang memakai rok. Tangannya juga sudah mengepal.

"Hayo hayo kalian mau ngapain, hah?" tanya seseorang dari belakang Airis. Lantas keduanya pun langsung menoleh dan tersenyum kikuk saat melihat wajah Pak Yuli yang heran melihat tingkah keduanya.

"Hehe ini pak, anu," jawab Hidan sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Anu anu apa? Ini juga buku siapa?" tanya beliau ketika melihat tumpukan buku yang Airis bawa tadi masih di lantai.

"Hehe buku saya pak," jawab Airis sembari mengambil tumpukan bukunya. "Kalau gitu, saya permisi dulu ya pak. Assalamu'alaikum," pamitnya kemudian berjalan cepat meninggalkan Hidan dan Pak Yuli yang masih memandang kebingungan.

"Saya juga permisi ya pak, itu tadi kasihan Airis sendirian ngumpulin bukunya," ucap Hidan kemudian, lalu berjalan cepat mengejar Airis yang sesekali menoleh ke belakang.

"Aneh." Pak Yuli menggelengkan kepalanya masih heran dengan sikap kedua muridnya.

"Eh itu tadi tugas apaan?" tanya Hidan setelah berhasil menjajarkan langkahnya dengan Airis.

"Fisika."

Hidan membelalak kaget. "Eh serius? Kapan tugasnya?" tanyanya masih dengan raut wajah yang terkejut.

"Makanya jadi orang itu jangan pacaran mulu. Sukurin gak ngerjain tugas!" ketusnya kemudian meninggalkan Hidan yang masih terdiam di tempat tanpa menjawab pertanyaannya.

"Mati gue," gumamnya. "Eh lo cemburu ya, Ris?" teriaknya setelah tubuh Airis semakin mengecil dimakan jarak.

🎈🎈🎈

Hallowww Selamat Malam Minggu buat kalian yang unyu-unyu:v

Airis balik lagi nih
Dibaca kuy pumpung masih anget tau.

Semoga suka dan bisa menghibur kalian ya!!
See you

---

Salamku, Nighty ✨

Dia atau DirinyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang