Pagi itu cerah. Secerah senyum yang ditampilkan pemuda yang kini sedang berjalan. Ia berjalan begitu santai seolah-olah tidak ada beban yang menimpanya. Sehingga kelihatannya, kedua kaki itu tidak keberatan menyangga seluruh tubuhnya. Rasanya ringan walaupun sebenarnya tubuhnya memang ringan karena terbilang tubuh sang pemuda kurus.
Pemuda itu mengenakan seragam cafenya, hitam putih. Rambutnya kini tertata rapi karena dari rumah ia sengaja merapikannya. Walaupun begitu, rambutnya masih ada yang mencuat kesana-kemari. Sepertinya rambutnya telah ditakdirkan untuk berantakan?
Kulitnya mulai merasakan hangat sang mentari. Dia mendongak ke atas dan memang benar cuaca hari ini cerah bahkan tidak berawan, menampilkan sang mentari yang tidak malu-malu menampakkan dirinya.
Perlu diakui kalau saat ini tidak pagi lagi. Dia berangkat agak siang tidak seperti biasanya. Biasanya ia merasakan udara yang masih dingin dengan suasana yang sepi dan beberapa aktivitas di jalan. Akan tetapi kali ini berbeda, ia sudah merasakan hangatnya sang mentari ditambah dengan suasana yang bisa dibilang ramai. Beberapa kendaraan sudah berlalu lalang, dan ia tidak melihat wanita dengan anjingnya. Tetapi Harry yakin ini belum siang dan ia tak akan terlambat untuk memulai piket paginya.
Harry masih tersenyum padahal tidak ada orang yang menyapa atau tersenyum kepadanya. Di dalam hatinya yang paling dalam, Harry merasa bahwa alam telah bersamanya dan merasa akan mendukung langkahnya. Harry berharap keputusan yang diambil sebelumnya tidak salah. Keputusan mengenai perasaannya pada Tuannya bahkan keputusan untuk memperjuangkannya. Ia berharap hari ini adalah hari yang menyenangkan untuknya. Seperti keadaan pagi ini yang membuatnya senang.
"Cuaca yang cerah ya Ry." terdengar suara yang sepertinya berbicara padanya.
Harry melihat ke arah pemilik suara. Keadaan dalam hatinya tidak karuan. Antara ngeri, horror atau entah-apa yang sepertinya tidak bisa dirasakannya. Harry hanya terdiam sambil memandang sosok yang tadi berbicara dengannya. Bibir cerinya tidak tersenyum lagi.
"K-k-kau." Harry berbicara seperti orang gagap.
Sosok yang dilihatnya menyeringai. Seringai penuh kemenangan. Harry memalingkan mukanya dan memandang jalan yang ada dihadapannya. Ia memutuskan untuk melanjutkan perjalanannya dan mengabaikannya. Dengan begitu Harry berharap sosok itu pergi dan menghilang darinya. Akan tetapi dugaan dan perkiraannya salah. Sosok itu terus mengikuti dibelakangnya.
Harry menggerutu didalam hatinya. Rencananya tidak berhasil. Ia memikirkan rencana lain untuk dilakukannya nanti jika situasi sudah darurat. Tetapi Harry tidak tahu apa. Ia lebih fokus untuk terus berjalan dan tidak berhenti ataupun menengok ke belakangnya.
Harry mendengar suara dari belakang. Rupanya sosok dibelakangnya lari kecil dan tanpa sadar telah disampingnya dan menyamai langkahnya.
"Apa maumu?" Harry sudah tidak tahan lagi untuk tidak berbicara akan tetapi ia masih melanjutkan langkahnya.
"You, babe." Ia tidak menyeringai lagi tapi tersenyum kepada Harry.
"Apa kau tidak merindukanku, Ry?"
"Apa kau tidak ingat kenangan yang dulu?"
"Atau bahkan kau tidak mengingatku lagi?" Ia mengangkat alisnya.
Harry mendengarnya dengan jelas dan tidak mau menjawabnya. Ia menyesal telah berbicara dengannya walaupun hanya terdiri dari dua kata.
"Bisakah kau menghargai orang lain yang sedang berbicara?" Sosok dihadapannya mengarahkan kedua tangannya ke tubuh Harry, memaksa Harry untuk berhenti dan menghadap ke arahnya.
"Diam dan dengarkan pembicaraanku." Perintahnya.
Harry ingin bergerak lagi akan tetapi sosok itu mulai berbicara lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Yours
FanfictionKarena semua itu berawal dari mimpi yang akhirnya dapat berubah menjadi kenyataan. Tapi apakah itu benar? Karena sebagian mimpi hanya sebuah khayalan [24 Agustus 2019]