"Boleh aku duduk di sini?"
Suara lembut nan manis bak dessert restoran ternama merasuk ke pendengaran, membuat Nana tidak mampu menahan rasa ingin tahu tentang siapa yang berada di depannya. Sedangkan di saat yang sama, sosok tampan berbalut jas warna hitam tersenyum simpul tapi memikat, sejenak menghipnotis si cantik Kim yang hanya mampu mengerjapkan mata.
"Nana-ssi?"
Si cantik bersetelan abu gelap itu tersadar. Pipinya memerah, hangat, malu karena tidak bisa mengendalikan diri di hadapan si tampan. Tetapi, lelaki di hadapannya hanya tertawa kecil dan menarik kursi yang berada di depan sang putri.
"Kenapa hanya sendirian?" Jimin--lelaki itu, bertanya sembari mengambil buku menu. Satu orang pelayan dipanggil, lantas diberitahu apa pesanannya.
"Aku memang sering makan siang sendirian." Nana menjawab, masih betah memandang wajah tampan yang tak jemu dilihat. Rahangnya tidak setegas Jungkook, tapi indah. Ibarat karya seni, dia adalah yang termahal. Berlanjut, Nana mengamati hidung yang mancung, tapi netra kelam yang dibingkai bulu mata lentik adalah yang paling dia suka. Tajam, tapi melindungi. Seolah tak membiarkan siapapun untuk masuk lebih dalam.
"Bagaimana dengan Mia?" Jimin melepas jas, juga kancing teratas kemejanya yang terasa mencekik. Secara tak langsung membiarkan gadis di depannya membayangkan beragam hal.
Tapi bukan berarti Nana mesum! Jimin memang terlalu menggoda.
"Dia magang di kantor lain." Gadis bersurai gelombang itu menjawab. Dan untuk menghilangkan pikiran aneh, dia kembali memotong salad.
"Oh ya? Di mana?"
Nana mendadak diam, geraknya pun berhenti, sebab baru ingat bahwa selama ini dia belum menanyakan di mana Mia magang. Ya Tuhan, abai sekali dia dengan adik sendiri.
"Nana?" Sedikit ada nada kecemasan di suara Jimin karena gadis di hadapannya malah melamun ketika ditanyai perihal sang adik. "Kau baik saja?" sambungnya.
Buru-buru Nana tersenyum dan menguasai keadaan. "Aku belum sempat bertanya di mana tempatnya magang," akunya jujur.
"Eum... baiklah."
Jimin mengangguk, tak berminat ingin tahu lebih banyak. Dan obrolan mereka terputus sampai di sana karena pesanannya sudah datang. Nana tersenyum, kembali menyuap salad yang sempat terabaikan.
Hari ini, makan siangnya jadi lebih enak.
—♪
Di lain tempat.
Jungkook merapikan pakaian, juga memasang celana dan membereskan kekacauan yang dibuatnya di meja. Mia berlaku sama, tapi lebih lemas. Waktu istirahat tinggal lima belas menit, tapi dia terlalu malas bergerak. Kegiatan panas yang dilakukannya tadi bersama Jungkook membuat penat, dan ia ingin tidur sekarang. Tetapi, itu tidak mungkin dilakukan--kecuali dia mau membuat seisi kantor menjadi heboh oleh gosip tentang anak magang yang tidur di ruang bos.
"Kau baik saja?" Jungkook menyerahkan segelas air dingin yang memang disediakan sekretaris Song ke gadis yang sekarang tersandar di sofa. Dia ikut duduk, kemudian dengan hati-hati merapikan rambut lurus yang berantakan.
"Bagaimana bisa aku baik saja setelah melayani lelaki dengan tenaga sebesar Ahjussi?" Mia melirik sinis. Diambilnya gelas di tangan sang atasan, dan dihabiskan dengan satu kali teguk.
Jungkook menunduk sejenak, tapi kemudian menatap lurus gadis yang baru ia sentuh. Mia balas melirik, langsung bertanya kenapa.
"Lihat tanganmu."
KAMU SEDANG MEMBACA
[M A Z E] 🔞
FanfictionJika dirimu mengira hubungan mereka hanya sebatas mahasiswi dan dosen, maka perkiraanmu salah besar. Hubungan mereka rumit, seperti labirin. Tentang mencintai tapi tak bisa mengungkapkan. Tentang masa lalu yang menghantui. Tentang dendam, dan lainny...