"Aku mau di sini, bersama Jimin."
"Nana...."
"Pergi, Jung! Aku tidak mau melihatmu lagi." Gadis muda itu berbalik, coba menahan semua sesak di dada dan berusaha tegar. Dia berhenti sejenak, menarik napas panjang, baru kemudian kembali melangkah.
"Dia kakak Marina."
Langkah si cantik berbola mata hitam berhenti. Dia memejamkan mata seraya menggigit bibir agar gemetarnya tak kentara.
"Nana, dia--"
"Aku tahu semua tentang dia."
Bahkan, sekarang Jimin mengerutkan kening keheranan. Ya, dia tidak kaget apalagi ketakutan ketika Jungkook menyebutkan identitasnya, tapi dia benar-benar heran saat Nana mengatakan bahwa dia tahu tentangnya. Heol! Sejak kapan?
Namun, Jungkook malah melangkah dan membalik Nana secara paksa agar mereka saling berhadapan. "Kau tahu tentang dia, tapi tetap berhubungan?" desisnya tak percaya.
"Memangnya kenapa? Toh, Jimin tidak sejahat yang kau pikirkan!"
Si topik pembicaraan berdehem, sedikit tersanjung sudah dipuji oleh gadis cantik yang baru ditidurinya tadi malam.
"Bagaimana bisa dia tidak jahat? Dia--"
"Yak, Jeon Jungkook! Telingamu masih berfungsi, 'kan? Bukannya tadi aku menyuruhmu pergi?"
Jungkook mengeraskan rahang, tersinggung dengan kalimat sarkas Nana barusan. Di sampingnya, Jimin tersenyum mengejek. Senang sekali dia melihat dua orang itu bertengkar dan saling memaki.
"Dan satu lagi! Aku bisa pulang sendiri. Jadi, lebih baik kau merawat dengan baik anak manja itu hingga sehat!"
Jungkook menatap tajam. Ada banyak kalimat yang ingin ia lontarkan untuk membalas, tetapi semuanya ditelan bulat-bulat setelah pikiran jernihnya berpendapat. Percuma memaksa Nana di situasi seperti ini, hanya akan membuat segalanya bertambah runyam. Oleh sebab itu, dia langsung menghadap Jimin yang memasang wajah tak peduli.
"Sekali kau menyakitinya, kupastikan jasadmu aku yang menguburkan!" ancamnya dengan nada suara rendah. Tetapi, lagi-lagi Jimin hanya menyeringai penuh ejekan. Seolah kalimat yang baru didengarnya hanya sekedar gurauan anak kecil.
Sebelum Jimin menjawab, Jungkook sudah lebih dulu melangkah keluar dengan gusar. Sekarang, tersisa Nana dan Jimin yang memiliki banyak pertanyaan untuk si cantik Kim.
"Na, ba--"
"Aku lelah. Tolong jangan ganggu aku." Kaki jenjang si jelita melangkah, meninggalkan Jimin yang termangu di tempat.
"Nana, aku butuh penjelasan." Tak peduli peringatan sang hawa, lelaki bermarga Park tersebut menyusul masuk ke dalam kamar. "Sejak kapan kau tahu tentangku?" cercanya tak sabaran.
Gadis pemilik perusahaan ternama tersebut menghela napas. Dibatalkannya gerak mengambil selimut, dan sebagai gantinya dia memandang lekat ke wajah rupawan sang adam. "Setelah kita tidur bersama pertama kali. Aku meminta sekretarisku mencari semua tentangmu dan hasilnya sangat mengejutkan," jawabnya tenang dengan bahu terangkat sebentar di akhir kalimat.
Jimin? Dia hanya diam. Menunggu kalimat berikutnya yang akan diucap oleh Nana. Tetapi, yang didapatnya justru tatapan sendu penuh kesakitan yang membuat relung hati teriris sembilu.
"Jim, kau... hanya memanfaatkanku, 'kan?"
Untuk pertama kalinya, ada rasa perih tak terkira muncul di hati Jimin. Tuhan... berdosa kah dia karena telah membuat mata itu menjatuhkan liquid beningnya?
KAMU SEDANG MEMBACA
[M A Z E] 🔞
FanfictionJika dirimu mengira hubungan mereka hanya sebatas mahasiswi dan dosen, maka perkiraanmu salah besar. Hubungan mereka rumit, seperti labirin. Tentang mencintai tapi tak bisa mengungkapkan. Tentang masa lalu yang menghantui. Tentang dendam, dan lainny...