Jungkook menatap tajam ke lawan bisnisnya kali ini. Itu Jimin, dengan wajah sok ramah yang membuatnya mendapatkan gelar malaikat--padahal Jungkook tahu benar itu hanyalah topeng. Jimin tak sebaik pandangan orang-orang yang kagum kepadanya. Lelaki itu tak berbeda dari aktor yang memakai banyak karakter.
"Sajang-nim." Sekretaris Song menyerahkan sebuah map, mensilakan sang atasan untuk mengecek. Jungkook diam, tak banyak bicara dan terakhir hanya mengangguk.
Di saat yang sama, Jimin menghubungi seseorang. Menyuruhnya untuk terus mengawasi--jelas bahwa dia sedang membayar seseorang untuk jadi paparazzi.
"Lee Sajang-nim sudah datang."
Panggilan selesai. Layaknya semua yang berada di ruangan, dia berdiri dengan percaya diri. Jas hitam yang berpadu dengan kemeja dan dasi hitam berbintik sangat cocok untuk tubuhnya yang tak setinggi Jungkook, tapi tetap memiliki kharisma yang sanggup membuat para wanita bertekuk lutut dan memohon agar dibawa ke ranjangnya meski hanya semalam.
Dan untuk yang ke sekian kalinya, dia bertatap pandang dengan Jungkook yang berapi kemarahan. Tetapi, senyum mengejeknya itu muncul, meremehkan si tampan hingga ke dasar jurang. Strategi sempurna untuk mematik emosi.
—♪
Mia merenggangkan badan yang terasa kaku setelah dipakai untuk mengetik tumpukan berkas yang tak kunjung selesai--sekarang saja, masih ada setumpuk yang harus ia siapkan nanti siang.
"Milikmu." Lily yang baru kembali dari dapur menyerahkan segelas cokelat hangat. Seperti Mia, dia juga memiliki banyak pekerjaan, tapi ia selingi untuk membuat minuman.
"Terima kasih."
"Bagaimana proposalmu?"
"Tidak jalan."
"Aku juga."
Keduanya mengembuskan napas. Gara-gara pekerjaan, mereka jadi tidak punya waktu untuk memperbaiki proposal tugas akhir. Padahal dari beberapa kabar yang tak sengaja Mia dengar, beberapa teman sekelasnya sudah melakukan riset. Ugh... ketinggalan sekali dia.
Lamunan dua gadis berbeda nama itu terselesaikan ketika Hyojung, salah satu rekan kerja mereka di ruangan ini masuk dengan tergopoh, membuat pandangan semua orang sepenuhnya tertuju pada dia.
"Ada berita apa kali ini?" Dongsoo, yang mejanya berada di pojok ruangan bertanya. Hapal jika Hyojung berlaku begitu, maka akan ada gossip terbaru yang sangat booming.
"Pacar Sajang-nim datang."
"Benarkah?"
Mia memandang bingung ke laki-laki di ruangannya yang segera merapikan pakaian, juga rambut dan mengecek apakah ada sesuatu di mukanya. Berbeda jauh dari para perempuan yang justru berdecak sebal seperti terganggu oleh sesuatu yang akan mengintimidasi mereka. Ya, tentu saja Nana akan mengintimidasi mereka dengan kecantikan dan kecerdasannya.
"Seperti apa pacar Sajang-nim itu?" Yumi yang penasaran akhirnya bertanya, dan matanya berbinar ketika Hyojung menanggapi rasa keingin tahuannya dengan antusias.
"Dia cantik, tinggi, ramping, tapi dingin. Selama beberapa kali datang ke sini, tak sekalipun dia pernah tersenyum. Dia hanya memandang, lalu masuk ke ruangan Sajang-nim." Hyojung mulai bercerita, tak peduli bahwa ada seseorang di sampingnya yang malas mendengarkan.
"Benarkah? Lalu, apa yang mereka kerjakan di dalam?"
Nah, kali ini Mia mulai memasang telinga. Penasaran juga dia tentang yang dilakukan sang kakak dengan Ahjussi-nya tersayang.
KAMU SEDANG MEMBACA
[M A Z E] 🔞
FanfictionJika dirimu mengira hubungan mereka hanya sebatas mahasiswi dan dosen, maka perkiraanmu salah besar. Hubungan mereka rumit, seperti labirin. Tentang mencintai tapi tak bisa mengungkapkan. Tentang masa lalu yang menghantui. Tentang dendam, dan lainny...