Nana menyeka kasar matanya yang basah. Sepanjang perjalanan dari rumah sakit hingga sekarang, ia terus menahan sesak dan juga perih. Bahkan, gara-gara itu pandangannya harus mengabur dan beberapa kali kehilangan konsentrasi. Bayangan Mia dan Jungkook terus hadir, mematik api di hatinya yang panas.
Dia benar-benar benci situasi ini.
Setir diputar cepat ke kiri, membuat mobil berbelok cepat ke sebuah tempat yang pernah rutin didatanginya dua tahun lalu; Persona Bar.
Beberapa pemuda dan pemudi keluar, beberapanya lagi masuk. Tak jarang, mereka berpakaian jas dan rapi. Well, ini memang tempat para pengusaha muda mencari kesenangan jika sudah bosan dengan dunia kerja. Tempat yang pas jika kau ingin mencari sugar daddy atau sugar mommy.
Menghela napas, si cantik keturunan pengusaha ternama Korea itupun turun dari mobil. Langkahnya tegas, menyiratkan bahwa dia bukan gadis sembarangan. Tas limited edition di tangan sebagai pembuktian, membuat beberapa wanita melirik, dan tak sedikit dari mereka yang berdecih iri. Tapi yah, mana Nana peduli.
Ditaruhnya tas ke meja bartender. Sebuah minuman beralkohol dipesan, disambut oleh senyuman dan tangan cekatan sang pelayan mengambil minuman yang diminta. Tidak perlu waktu lama, segelas alkohol sudah tersedia di depan Nana.
Musik bertambah nyaring, menyemangati para pengunjung untuk turun ke lantai dansa dan menggerakkan tubuh seiring lagu. Laki-laki dan perempuan berbaur, tertawa dan tak jarang di antaranya saling mendekatkan diri untuk menggoda.
Nana menenggak minuman ketika dua gadis di sampingnya cekikan sambil menunjuk seseorang. Tidak, Nana tidak ingin peduli, tapi hatinya tergelitik seperti ada yang menyuruh. Sebab itulah, gadis yang berulang tahun bulan Oktober itu memalingkan wajah.
Lagu Usher yang berjudul Yeah diputar, membuat para pedansa bersorak, semakin senang menggerakkan tubuh. Di antara mereka, pandangan Nana terpaku pada seorang yang mengubah rambut hitamnya jadi blonde.
Shit! Itu Jimin, dengan jaket gemerlap tapi bukan norak.
Lelaki itu diam memerhatikan sekitar. Tidak ada senyum di wajahnya yang tampan, tapi itu malah membuat kesan misterius yang menarik.
Tepat ketika Nana membalikkan tubuh untuk menenangkan detak jantungnya yang kencang, Jimin mengangkat sebelah tangan dan bergerak ala kadar mengikut irama yang menghentak. Senyum tipisnya muncul, pun pandangan matanya yang berubah jadi lebih intens, menjadikannya pria paling menggoda di club.
Musik masih berbunyi dan Nana, dengan buru-buru menghabiskan minumannya dan bersiap untuk membayar. Dia tidak mau lama-lama di sini.
"Bro, give me Vodka."
Nana membeku. Itu Jimin. Entah sejak kapan dia berada di sana, tapi kehadirannya benar-benar mengacaukan gadis dengan rambut lurus tersebut.
"Aku mengkhawatirkanmu." Jimin bersuara tanpa memandang gadis Kim tersebut. "Aku menghubungimu, tapi tak diangkat," lanjutnya menyatakan kekecewaan.
Nana meremas tas. "Maaf," jawabnya singkat.
Jimin memutar tubuh. Dihelanya napas, coba menahan gerak tangan yang tak sabaran ingin menyentuh dan mengusap helaian rambut halus gadis Kim.
"Aku mau sendirian." Nana berkata. Penolakan secara halus agar Jimin segera pergi.
"Na--"
"Please, Jim...."
Alih-alih menurut, Jimin justru menghela napas dan langsung menarik Nana ke pelukan. "Aku di sini, untukmu. Jadi jangan pernah memendam semuanya sendirian," tegasnya. "Aku akan berada di sisimu untuk malam ini. Percayalah," ucapnya lagi seraya mengecup rambut yang harum.
KAMU SEDANG MEMBACA
[M A Z E] 🔞
FanfictionJika dirimu mengira hubungan mereka hanya sebatas mahasiswi dan dosen, maka perkiraanmu salah besar. Hubungan mereka rumit, seperti labirin. Tentang mencintai tapi tak bisa mengungkapkan. Tentang masa lalu yang menghantui. Tentang dendam, dan lainny...