LELAH bekerja, bertemu hanya beradu argumentasi seperti biasa seakan tidak ada kata damai untuk mereka. Bertemu dan meminta penjelasan tentang apa yang terjadi antara mereka
dua hari lalu, semakin hari hubungan semakin hambar."Kenapa nggak pernah bilang bekerja di tempat Fredella?"
Mereka bertemu di kafe kesukaan Megan seperti biasa, Megan jengah meski ada dirinya di depan Bian tetap saja diabaikan sibuk dengan makanan. Pertemuannya dengan Fredella lalu mengetahui bahwa kekasihnya juga bekerja di sana.
"Sudahlah, kenapa dibahas lagi?"
"Pingin tahu."
"Cemburu?" Bian menebak
"Nggak, Megan cuman takut."
"Takut kenapa lagi, Fredella itu sahabatmu," jawab Bian.
"Bukan Fredella, tetapi kamu. Takut berpaling dari Megan." Megan sadar akan hubungannya yang tak berawal dari cinta.
Bian bangkit, emosinya meledak. "Kamu harusnya sadar dengan status kita!" bentak Bian.Megan menunduk. Nyalinya menciut apalagi sepasang mata pengunjung kafe ini menatap keduanya, jatuh cinta memang menyakitkan apalagi dengan pria yang belum membuka hati untuk kita. Megan tidak menyerah, bukankah kejujuran adalah sebuah kebutuhan agar lawan kita tahu apa yang ada di dalam hati kita.
Tiba-tiba Bian menarik tangan Megan keluar dari kawasan kafe, Megan hanya mengikuti langkah Bian. Ah, Megan sadar Bian pria kasar yang akan memarahi Megan di mana pun tidak peduli banyak orang.
"Cukup!" Megan menepis tangan Bian, "Ini alasan aku takut bertanya, kamu emosian. Kamu sadar nggak sih, Mas! Hanya bicara jujur tetapi kamu membentakku, kita lebih baik pisah."
"Aku tidak akan melepaskanmu!" tegas Bian.
Tangan berhasil lepas, Megan mendorong Bian untuk menjauh. "Dasar egois!" Megan meninggalkan Bian begitu saja. Bahkan ia mendengar Bian meneriaki namanya.
***
Seharian ini Fredella sibuk sampai sore hari, menjelang awal bulan Fredella harus merekap semua catatan bahkan gaji para karyawan. Fredella tidak sempat memberi kabar bahkan menyiapkan Axel sarapan untung saja Axel tidak protes, sebenarnya Axel melarang Fredella untuk menyiapkan sarapan pagi untuk Axel. Sangat merepotkan, tetapi itu keinginan Fredella sendiri agar Axel lebih diperhatikan.
Fredella berada di rumah sakit karena mendapatkan kabar Erik melewati masa kritis. Fredella senang, bahagia bahkan Erik sudah dipindahkan ruang perawatan. Dokter bilang Erik melewati masa kritis dari tiga hari yang lalu, dua hari ini semakin membaik maka bisa dipindahkan ke ruang perawatan. Dokter meminta maaf baru mengabarkan Fredella karena mereka sudah lebih dulu memberi kabar bahagia pada mamanya.
"Akhirnya, Abang." Fredella memeluk Erik meski laki-laki itu belum sepenuhnya sadar.
"Kamu pasti kaget kan aku memanggil dengan sebutan abang, ini janji aku kalau kamu berhasil melewati masa kritis akan aku panggil abang. Aku tidak mau durhaka. Meski kita lahir hanya beda setengah jam tetapi tetap saja kamu lebih dulu keluar." Fredella berceloteh sendiri.
Sudah sejak siang Fredella di sini tetapi kata dokter Fredella tidak boleh terlalu lama di sini. Padahal Fredella masih ingin di sini menceritakan semua yang terjadi saat Erik sedang kritis. "Besok harus bangun, dokter bilang cukup mereka saja yang menjagamu. Cepat sembuh, Abang, kalau sembuh jangan jitak lagi gara-gara aku selalu panggil Erik. Aku pulang dulu." Fredella harus pamit karena hari sudah gelap. Dokter akan memberitahu Fredella kalau Erik sudah sadarkan diri.
Tubuhnya sudah melemah, lelah seharian karena padatnya aktivitas, makan siang pun ia lewatkan dan berbohong pada dua juru masak restoran kalau Fredella sudah makan, padahal belum.
KAMU SEDANG MEMBACA
Falling In Love With You
RomanceAxel adalah seorang duda, tetangga sebelah apartemen Fredella. Don't copy paste. Hak miliki dilindungi oleh yang maha melihat.