Dating a stranger

536 116 16
                                    

 
 

Tidak dapat dipungkiri. Fakta bahwa dirinya adalah anak yatim piatu yang diadopsi oleh keluarga Lee cukup membawa dampak besar bagi Hangyul.

 
Bohong besar kalau dia tidak mengalami depresi.

Dia depresi. Sangat.

Mungkin dia seperti Papa Lee. Yang mempunyai cara sendiri untuk merenung.

Yahh walaupun mereka tidak terikat hubungan darah, tapi tetap saja, yang namanya hidup bersama, kepribadian pun bahkan bisa terbentuk.

Sore itu Hangyul berdiri di tepi jembatan sungai Han pun bukan tanpa alasan. Dia memang sempat ingin menceburkan diri dari atas sana. Tapi bukan untuk bunuh diri. Apalagi mati.

Hangyul masih sayang nyawa.

Terlebih ketika Sihoon berlari tergesa menghampirinya.

Dan dengan wajah berpeluh dia meminta Hangyul untuk tidak terjun.

'karena aku peduli'

Puncaknya adalah saat kalimat itu terucap.

Kalimat itu berulang kali terngiang-ngiang di telinganya.

Mungkin Hangyul sudah mulai gila.

Dia bahkan sering tersenyum sendiri sekarang.

"Gyul," panggil Jinhyuk. "Sehat?"

Yang langsung dibalas lirikan sengit dari lawannya.

Ini hari kedua Hangyul menginap di rumah Jinhyuk setelah insiden 'rahasia yang terbongkar' itu menimpanya.

Bohong jika Hangyul tidak butuh pelarian. Bohong jika Hangyul tidak merasa canggung ketika berada di rumah.

Dia butuh lari sejenak karena dia merasa canggung berada di tengah-tengah keluarga Lee yang jelas-jelas bukan keluarga kandungnya.

Dan satu-satunya yang terpikir olehnya adalah Jinhyuk.

Jinhyuk ini memilik orangtua kandung. Tapi nasibnya tak lebih layaknya Hangyul. Sering ditinggal seorang diri membuatnya terlihat seperti anak yatim piatu. Selama ini Hangyul selalu berpikiran seperti itu. Tapi nyatanya justru dia yang ditampar dengan kenyataan pahit bahwa dia lah seorang anak yatim piatu.

"Sepertinya kau perlu lebih sering bergaul dengan Hyunbin." Jinhyuk berkomentar.

"Kenapa memangnya?"

"Sekedar shock therapy ringan, mungkin?"

Hangyul merotasi kedua matanya, dan kembali berkutat dengan ponsel pintarnya sembari berbaring di sofa empuk ruang tengah rumah sahabatnya. "I'm fine, okey? Lagipula aku bukan tipe pria lemah yang butuh penyembuhan psikis."

Kini giliran Jinhyuk yang merotasi bola matanya. "Terserahmu. Ingat kan, siapa yang pergi ke klinik hanya karena sakit gigi?"

Tolong saja. Perkara gigi itu sudah menjadi masa lalunya yang kelam. Ketinggalan jaman sekali jika Jinhyuk mengungkit-ungkitnya lagi. "Kenapa tiba-tiba membahas gigi? Kehabisan bahan ejekan atau apa, Hyuk?"

Jinhyuk melempar bantal sofanya tepat mengenai kepala Hangyul. "Itu bentuk perhatianku sebagai sahabat, Lee Hangyul bodoh!"

Hangyul tertawa jenaka. Sedang Jinhyuk hanya merengut tak habis pikir. Apa iya sebagai sahabat yang baik dia tega mengejek Hangyul yang kini berstatus sebagai anak adopsi itu?

Kalau dulu dia memang sering kurang ajar, sekarang Jinhyuk sudah jauh lebih bisa menguasai diri.

Jinhyuk masih sayang sahabatnya, ya.

Here we go again | #GyulHoon [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang