Chapter 1

85 4 0
                                    

Cinta memang datang tanpa peringatan,

Seperti sirine tanda Tsunami datang, atau peringatan gemuruh tanda gempa bumi. Bahkan cinta pun datang tidak seperti nada pemberitahuan beberapa aplikasi chating di smartphone yang kita gilai.

Cinta selalu datang tiba-tiba. Entah itu saat tumbuh atau terjatuh.

Cinta juga datang dan pergi tanpa kompromi. Tanpa perlu menunggu kesiapan kita untuk di tinggalkan atau mungkin meninggalkan. Cinta datang tiba-tiba, bahkan mungkin di saat kita tidak sempat memilih kepada seseorang yang seperti apa dan bertujuan apa.

........

Di saat waktu sedang suka citanya untuk saling bercinta atau bercerita. Dan bahkan mungkin sebagian besar orang-orang sedang sibuk dengan gemuruh hatinya masing-masing karena bertemu dengan yang di kasihi dalam hati, atau mungkin ada sebagian yang tetap merasa 'gerah' padahal cuaca sedang dingin-dinginnya karena hujan baru saja turun dengan derasnya. Atau tidak jarang, ada lagi sebagian orang yang bahkan pada malam minggu ini tidak melakukan apa yang biasa dilakukan orang seusianya.

Seperti Yuna. Entah untuk keberapa kalinya ia mesti sendirian di hari istimewa yang rutin di rasakan pasangan-pasangan muda. Atau lebih cocoknya seusia Yuna. Perempuan dengan rambutnya yang pendek sebahu, berkulit putih dengan lesung pipit di pipinya yang kerap kali selalu muncul setiapkali ia tersenyum inipun tidak pernah menghiraukan suasana malam mingguan itu. Ia lebih senang memilih bermain game bersama adik laki-lakinya, Jungkook atau pergi ke beberapa cafe untuk sekedar mengisi acara di sana sebagai seorang penyanyi dan pemain gitar. Baginya, hari apapun itu tidak ada bedanya. Melihat orang-orang berpasangan di waktu ia sedang menyanyi di suatu tempat umum pun tidak pernah membuat hatinya gundah.

Ia sudah terlalu terbiasa membiarkan hatinya tertutup. Entah untuk siapapun itu. Baginya tidak perlu ada lagi orang-orang mengetuk hatinya meskipun itu berkali-kali. Ia hanya sudah lelah. Dengan cinta yang ia pikir selamanya, namun ternyata hanya sementara. Ia hanya sudah terlalu takut untuk berharap, kepada orang-orang yang begitu sibuk berjalan-jalan di ingatannya.

Ia hanya butuh bersandar sejenak. Tetapi hingga detik ini, ia belum juga menemukan sandaran yang tepat. Lantas, yang bisa ia lakukan hanya bernyanyi, untuk siapapun itu. Entah untuk yang sedang jatuh cinta, patah hati atau hampa sepertinya. Ia hanya bernyanyi sambil memainkan gitarnya, dengan tanpa sadar berharap seseorang kembali kepadanya dan meraih gitarnya, menyuruhnya duduk di kursi dan meja yang di hiasai lilin cantik dan bunga yang indah. Lalu di nyanyikan lagu yang merdu-merdu.

"Kak, mau pulang jam berapa?" Jungkook berjalan menghampiri Yuna yang sedang terduduk di depan meja bar. Pengunjung sudah semakin sepi. Gitar yang sedari tadi Yuna mainkan pun sudah ia rapihkan ke tempatnya.
Yuna hanya menoleh sebentar ke arah adiknya. Adik tiri lebih tepatnya. Setelah pernikahan kedua Ibu Yuna 7 tahun yang lalu, Yuna yang sedari awal anak tunggal dari orang tuanya, tiba-tiba dihadapkan suatu kenyataan baru dalam hidupnya setelah Ibu nya menikah kembali. Yaitu memiliki seorang adik laki-laki yang berumur 5 tahun lebih muda dibanding dirinya.

"Sebentar lagi. Kopi ku belum habis"
Jungkook melirik ke arah cangkir kopi Kakaknya lalu duduk di sampingnya. Memiringkan kepalanya hingga hampir menyentuh meja bar dan menjadikan lengannya sebagai penyanggah kepalanya. Ia memperhatikan perempuan di hadapannya dengan wajah bosan.

"Kak, ini sudah terlalu malam. Apa kakak akan menghabiskan kopinya hingga tidak ada satu tetes pun yang tersisa?" Tanya Jungkook setengah mengejek.
"Aku sudah mengantuk..." Tambahnya sembari menguap. Yuna tidak bergeming. Ia lebih memilih mengisap kopinya dan bergegas berdiri untuk mengambil gitarnya.
"Biar aku yang bawa gitarnya" Jungkook meraih tas berisi gitar milik Yuna. Yuna pun mengangguk dan berjalan pelan menuju pintu keluar.

"Apa kau bisa datang kembali lagi mengisi acara live musik hari senin nanti?" Tiba-tiba suara seorang lelaki menghentikan langkah kaki kedua kakak beradik itu, Jungkook menoleh ke arahnya.
"Tidak, kakakku sibuk-- Umph!" Yuna membekap mulut Jungkook yang terus mengoceh dihadapan Hoseok, Manager cafe tersebut. Lalu menarik lengan Jungkook agar pergi sedikit menjauh darinya.
"Senin? Memangnya ada apa, manager?" Tanya Yuna bingung.
"Ah.. . Akan ada acara penting hari senin di cafe ku.. jadi ku pikir, akan lebih baik jika kau juga datang, untuk mengisi acaranya". Ucap Hoseok dengan wajah serius. Yuna mengerutkan alisnya. Tidak seperti biasanya Hoseok seperti itu. Hoseok yang selalu tertawa meskipun sering kali dijahili oleh Jungkook dengan ejekan-ejekannya yang menyebalkan. Wajah serius yang Yuna lihat seperti saat ini adalah pemandangan yang langka untuknya. Ada apa?
"Manager, kenapa kau tidak berkata yang sejujurnya saja kalau kau ingin bertemu Kakakku lagi?" Celoteh Jungkook sambil memasang tampang pura-pura terkejut.
"Aish! Anak ini benar-benar!" Hardik Hoseok sambil mengepalkan tangannya seakan-akan ingin memukul Jungkook. Jungkook tertawa melihat respon Hoseok. Tapi tawanya terseling dengan suara rintihan sakit karena Yuna mencubit pinggangnya dengan keras.
"memangnya acara penting apa? Ucapanmu membuatku takut, Manager"
"Ah.. itu.. nanti juga kau akan tau. saat ini aku tidak boleh memberi tahu siapa-siapa dulu".

Yuna berpikir sejenak. "Baiklah, akan ku usahakan"

"Benarkah? Syukurlah! dan satu lagi, aku ingin kau membawakan beberapa lagu khusus. Nanti akan ku kirimkan lewat pesan daftar lagunya"
"Apakah akan ada tamu penting yang datang?"
Hoseok mengangguk. "Iya, sangat penting, terutama untuk masa depan kita berdua".
Yuna dan Jungkook saling berpandangan heran mendengar perkataan Hoseok..

SEESAWTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang