Agatha : Part 24

3.7K 182 0
                                    

"Maaf gue gak__" ucapan Agatha terhenti ketika melihat siapa yang telah ditabraknya.

Orang yang tengah ditatap Agatha tersenyum smirk, bahkan orang itu mulai berani memegang pundak Agatha.

"Hai, Agatha" sapanya, seketika Agatah menatap tangan orang itu yang masi senantiasa bertengger di pundaknya. Orang itu langsung melepaskannya saat melihat Agatha tak suka dengan perbuatanya.

"Kenapa lo bisa ada disini"?! tanya Agatha dengan aura dingin seketika menjalar.

"Lo liat dong, sekarang gue satu sekolah sama lo" jawabnya sambil menunjukan seragam yang ia kenakan.

"Mau lo apa?"

"Mau gue? Mmm... apa yah?" Gadis itu menepuk dagunya seolah berpikir. "Gue mau lo hancur!" tambahnya.

Tampak sekali gadis itu tak menyukai Agatha. "Gue denger lo punya kembaran! Gue pingin buat lo ada di posisi gue dulu, dan gue lagi nyelesaiin misi dari sesorang yang bernasib sama seperti gue" sambungnya.

Setelah menyempaikan kalimat itu, Orang itu segera berlalu meninggalkan Agatha dengan sengaja gadis itu menyenggol bahu Agatha.

Tapi sebelumnya, "Shelly" panggil Agatha. Panggilan Agatha teryata dapat di dengar oleh orang yang di panggil Shelly tadi.

"Bisa nggak kalau lo gak usah bawak kembaran gue dalam permasalah kita. Gue yang buat masalah bukan kembaran gue" setelah mengucapkan itu, Agatha memutarkan tubuhnya ke arah Shelly yang membelakanginya.

"Gue gak sejahat itu, ngebawak kembaran lo dalam masalah kita. Tapi dia, pengen lo ngerasain yang dia rasain juga. Lo harus senasib sama kami" balasnya kemudia pergi dari hadapan Agatha.

Di pandangnya Shelly yang lambat laun pergi, ada setitik air mata membasahi pipinya. Orang yang menyipan dendam besar adalah sahabatnya sendiri, sahabat masa kecilnya.

Bodoh, satu kata untuknya. Jika ia tak ada di sana saat itu, pasti tak akan begini. Agatha tak akan di jauhi oleh sahabatnya sendiri, kesalah pahaman yang membuat mereka menjadi musuh sekarang ini.

Entah apa yang akan diperbuat oleh sahabatnya ini, apakah ia masih pantas menyebutnya sahabat. Dirasa tidak, lebih tepatnya mantan sahabat.

***

Di lain tempat, sebuah rumah bergaya kuno yang berpadu dengan tumbuhan
merambat.

Sebagian warga pun tak memperdulikan rumah tersebut yang masih kokoh, walau tampilanya sangat tak layak. Rumput merambat hingga ketiang tiangnya, warna cat yang sudah memudar serta daun daun kering memenuhi atapnya.

Beda luar beda lagi dalamnya, di dalamnya tersusun rapi setiap perabotanya mewah. Disetiap ruangan terdapat orang yang tengah berjaga, layaknya menjaga artis terkenal dunia.

Terdapat seorang pria yang menonton sebuah video, lebih tepatnya rekaman seseorang. Berpakain hitam, berperawakan tinggi namun begitu, ia masih memiliki umur belasan tahun. Wajahnya sungguh tak diragukan lagi. Bahkan wanita diluaran sana bersedia dengan cuma cuma menjadi pandampingnya.

Di panggilnya anak buahnya untuk mendekat, "dia sudah mulai?"

"Sudah bos, bahkan ia sudah menemui orang yang kita cari" jawabnya.

"Bagus" balasnya kemudian menatap rekamannya, sesekali tersenyum misterius.

***

Dengan santai Agatha menyenderkan kepala di kursi, sambil memainkan game yang lagi tren dikalangan anak mudah.

Padahal jarum jam sudah melewati jam untuk pulang sekolah, tapi tak ada niatan Agatha untuk bergerak sedikit pun dari kursi. Sebenarnya ia hanya menunggu Rara menyelesaikan tugasnya, apalagi jika bukan piket kelas.

Ia dan teman kelas lainnya sepakat akan mengerjakan piket pulang sekolah, agar paginya tidak kerepotan.

Agatha yang emang dasarnya cewek santai, mau menunggu Rara hingga larut malam pun ia sanggup.

Braaakkkk

Rara memukul meja didepan Agatha, gadis itu geram melihat Agatha yang terlalu fokus dengan ponsel sampai sampai dirinya memanggil Agatha tak di dengar sedikitpun.

Rara semangkin geram ketika melihat Agatha hanya melihat sekilas ke arahnya, lalu melanjutkan acara ngegamenya.

Dengar gerakan cepat Rara mengambil alih ponsel Agatha, refleks Agatha berteriak histeris ketika ponselnya hilang dari genggamanya.

"Apaan dah lo, tuh tadi hampir menang. Balikin hp gue!" teriak Agatha.

Rara yang mendengar teriakan Agatha segera menutup telinganya. Kalian tau jika Agatha sudah mengeluarkan teriakan mematikanya, bahkan lampu bisa pecah. Untung lampu yang berada dikelas mereka itu merk mahal, jika tidak ck. Bahkan suara kentut saja hilang dan kembali masuk saat mendengar teriakan Agatha. Padahal jika Agatha bernyanyi itu merdu sekali, tapi Agatha juga bisa membuat teriakan yang memekakan telinga.

"Noh! Kak Devan nyariin lo." Setelah mengucapkan itu Rara segera mengembalikan ponsel milik Agatha, kemudian melanjutkan acara piket kelasnya.

Agatha mendengar kakaknya itu ingin menemuinya, refleks memutar bola matanya malas. Berat hati ia berjalan keluar kelasnya.

Agatha menaikan sebelah alisnya ketika berhadapan dengan Devan, gadis itu sungguh malas berbicara dengan manusia es ini.

"Kita pulang bareng!" ucapnya datar yang kemudian hendak pergi langsung di cegat Agatha.

"Loh Athala gimana? Terus gue kan bawak motor"

"Athala akan menginap di rumah temannya, masalah motor itu urusan lo. Cepetan kita harus jemput bonyok" ucapnya yang panjang tapi di iringi wajah datarnya.

"Ogah ah, lo aja kak ke bendara. Gue mager"

"Kalok lo dalam 10 menit kagak ada di mobil, gue bilangin kelakuan lo selama ini. Yang selalu pulang larut malam" acamnya, membuat Agatha ciut seketika.

"Oke oke, bentar" serunya segera berlari kekelasnya membereskan peralatan sekolahnya. Saat keluar dari kelas Agatha sudah tak melihat kakanya itu, sesegerah mungkin Agatha berlari.

Melihat Devan yang telah memasuki mobilnya, tanpa persetujuan Agatha segera ikut masuk kedalamnya. Sekilas ia menatap Devan menatapnya datar namun sedikit menunjukan ketidak sukaan disana, Agatha hanya acuh saat melihat itu.

Mobil yang dikendari Devan memacu dijala raya ibukota Jakarta, menyalip dengan cepat setiap ada mobil didepanya.

Berbeda dengan Devan yang memfokuskan matanya serta pikiranya kejalan raya, malahan Agatha membayangkan yang terjadi seharian ini.

Gadis itu tak menyangka akan bertemu dengan mantan sahabatnya itu, bukan senang yang ia dapat melaikan kewaspadaan. Agatha tau betul tentang Shelly, tidak mungkin Shelly mau bersekolah denganya jika tidak ada hal yang direncanakan.

Sungguh rasanya Agatha tak minat lagi untuk bersekolah, jika bisa gadis itu selalu bolos saat pelajaran dimulai. Shelly yang sekolah ditempat yang sama dengannya saja sudah membuatnya waspada, apalagi satu kelas dengan mantan sahabatnya itu. Yah dengan malas ia harus mengakui Shelly akan sekelas denganya.

Dipandangnya Devan sekilas dari samping, tak lebih dari sepuluh detik Agatha sudah mengarahkan pandangan kembali ke sisi sampingnya. Terlihat dari kaca sampingnya, hujan tengah menguyur ibukota Jakarta.

Entah mengapa senyumnya tiba tiba terbit, walau itu sebuah senyum yang misterius. Hanya hitungan detik senyum itu nampak, karna senyum itu tersirat arti besar.

_________________
Ig @Ai_graphic54

Luangkan waktu buat Vote sama Komen yah! Dan satu lagi jangan lupa masukin cerita ini ke daftar list kalian.

Agatha || My Story (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang