2. Hari Pernikahan

1.3K 33 0
                                    


    Selesai sholat duhur, Arini dan kedua sahabatnya berjalan di belakang anak anak, mengawasi serta mengantar mereka pulang.

    "Hasbi jangan ikut lari lari". Kata Sita.

Kemudian dari arah berlawanan Pras yang telah selesai melaksanakan sholat datang menemui 3 bersahabat itu.

    "Jangan ikut lari lari ya Hasbi". Ucap Pras, mengusap rambut Hasbi.

    "Assalamualaikum". Sapa Pras.

    "Waalaikumsalam". Jawab Arini, Lia, dan Sita bersamaan. Mereka berhenti.

    "Sit, sini. Ganggu aja sih". Lia menarik Sita supaya tidak menghalangi antara Arini dan Pras. Kini posisi Arini lah yang tepat didepan Pras.

Arini yang melihat kelakuan dua sahabatnya itu membuatnya tersenyum malu kepada Pras, Pras pun ikut tersenyum melihat Arini.

    "Kenalkan Mas, sahabat sahabat ku". Arini menunjuk Sita dan Amalia.

    "Hai, Sita". Sita memperkenalkan dirinya dengan mengangkat dua jari telunjuk dan jari tengahnya.

    "Amalia". Lia melambai pada Pras.

    "Prasetya" Pras menyebutkan namanya.

    "Lia ini rumahnya deket sama rumahku loh Mas, di daerah Muntilan. Sekitar tiga puluh menit dari Yogyakarta. Jadi kalo mau ke kampus, kita berangkatnya bareng ya, Li". Ungkap Arini, Lia pun mengangguk setuju.

    "Iya, tapi kalo pada kesiangan suka pada nginep di rumahku. Sekalian ngerasain jadi anak kota". Ledek Sita dengan menyikut Lia.

Pras tertawa dengan ucapan yang terlontar dari kedua sahabat Arini itu.

   "Oh iya..." Pras mengambil sesuatu dari dalam saku celananya."... Boleh minta nomer kamu?". Pras memberikan ponselnya pada Arini.

Arini mengamati sejenak ponsel itu, untuk pertama kalinya ia dimintai nomor oleh laki-laki, Arini menerima ponsel itu dan mengetikkan nomornya dengan malu. Ditambah kedua sahabatnya yang terus menerus meledeknya.

Lia melirik ponsel Pras yang sedang dipegang Arini. "Jangan salah, itu nol-nya kebanyakan".

Mata Arini melirik Pras namun kakinya menginjak kaki Lia. " Aduh..". Rintih Lia.

Selesai mengetikkan nomor, Arini memberikan ponsel itu kembali pada Pras.

   "Terimakasih"

   "Sama sama". Jawab Arini tersipu.

   "Ohiya, kalo mau ke mesjid Nurul Huda di Bantul lewat mana ya?" Tanya Pras.

   "Bantul? Sebentar". Arini menghampiri seorang tukang ojek yang sedang membersihkan motornya.

   "Mas?" Panggil Arini. Tukang ojek itu berdiri.

   "Bisa tolong anterin mas ini ke mesjid Nurul Huda di Bantul?" Tanya Arini. Tukang ojek itu mengiyakan.

   "Pamit ya" kata Pras.

   "Iya" jawab ketiganya.

   "Assalamualaikum"

   "Waalaikumsalam"

Pras pun membonceng tukang ojek itu sementara Arini dan kedua sahabatnya pergi menyusul anak anak muridnya yang sudah terlebih dulu pergi sembari membahas rencana mereka esok.

•••

   Hari hari berlalu, tak terasa pertemuan pertama Arini dan Pras di masjid waktu itu sudah lama berlalu. Pras bisa tersenyum lega, karena nomor Arini sudah tersimpan di ponselnya.

Surga Yang Tak DirindukanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang