Chapter 1 (Ilana POV)

103 11 0
                                    

Tak terasa lima bulan sudah aku menjadi istri seorang Affan Richard Annuha, seorang dosen yang teramat sangat menyebalkan. Namun sayangnya sangat tampan itu.

Rasanya aku bukan malah bahagia menikah dengannya,
Yang ada aku malah cukup tersiksa.

Bagaimana tidak, setelah malam pertama kami itu dia berubah dan memperlakukanku seperti Asisten pribadinya bukan sebagai istrinya.
Ya Allah, apa salah ku sehingga dia seperti itu?

Pedahal jika mengingat ketika kami dijodohkan saat enam bulan yang lalu dia tampak senang dan langsung menyetujuinya. Tapi mengapa setelah menikah dia berubah tak peduli bahkan selalu menghindar dan menjauhiku?

Aku jadi merasa bahwa perasaan yang telah aku pendam lama untuknya ini salah,
Tapi pernikahan ini bukan sebuah kesalahankan?

Aku sangat mencintai Mas Affan. Meskipun dia mungkin belum mencintaiku dan belum sepenuhnya menerima pernikahan ini.

Aku akan mencoba ikhlas terhadap sikap dinginnya padaku, aku yakin suatu hari nanti ia pasti mengerti dan berubah. Aku hanya perlu bersabar dan terus berdoa untuknya.

Aku harus menikmati peranku sebagai istri, seperti menyiapkan keperluannya, memasakkan sarapannya, membereskan rumah, dan menyiapkan bekal makan siang untuk dibawanya ke kampus. Karena aku tahu suami sekaligus dosen tampanku itu suka lupa makan siang kalau sudah mengajar mahasiswanya.

Pagi ini aku sudah menyiapkan bekal untuknya, satu kotak bekal berisi nasi, beef, capcay dan tempe krispy. Dan masih ada satu kotak bekal lagi berisi dessert berupa puding susu. Aku menyiapkan ini semua dengan penuh cinta.

Aku juga menulis sesuatu dinote kecil dan menyelipkannya dikantong berisi kotak bekal untuk Mas Affan tersebut. Semoga yang aku lakukan ini perlahan bisa membuat Mas Affan membuka hatinya untukku. Amiin.

Setelahnya aku melihat Mas Affan turun tangga dari kamar kami dan menghampiriku dengan wajah datarnya. Dia mengulurkan dasi ditangannya kepadaku, meminta untuk dipasangkan. Dengan senang hati aku menerima dasi itu dan tersenyum lalu memakaikannya dikerah kemeja maroon yang Mas Affan kenakan.

Dia menunduk agar aku lebih mudah memakaikannya dasi tersebut.

"Mas, aku udah masakin kamu bekal buat makan siang, kamu bawa ke kampus yah." Kataku memberitahunya. Dia hanya menatapku dan menganggukkan kepala.

"Nanti jangan lupa dimakan ya, Mas." Peringatku saat selesai memakaikannya dasi dan mengambil dua kotak bekal yang sudah dibungkus kantong plastik itu untuk aku serahkan kepada Mas Affan.

Mas Affan menatapku intens kemudian menerima kantong berisi kotak bekal itu dari tanganku.

"Pasti aku makan." Katanya begitu singkat. Tapi aku senang karena dia masih menanggapi perkataanku. Aku tersenyum dan mengambil tangan kokohnya untuk aku cium.

Mas Affan selalu tegang saat aku mencium punggung tangannya lembut. Mungkin dia masih belum terbiasa.

Tanpa ada kecupan dikeningku akhirnya dia memberi salam dan pergi.

"Wa'alaikum salam, mas. Hati hati dijalan." Ujarku saat tubuh tegap Mas Affan sudah memasuki mobilnya.

"Aku akan tetap bertahan dan berjuang demi cintaku dan pernikahan kita mas." Lirihku sendu.

To be continue...

Asyiah Muzakir

Suara Hati Ilana Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang