Bagian 29

188 10 0
                                    

Seperti biasa setiap pulang sekolah aku dan Ivan langsung latian paduan suara. Tidak ada kata libur bagi kami, tapi aku justru senang karena akan semakin sering bertemu Ivan.

“Beb, sini” aku memanggil Ivan ketika sedang istirahat

“Apa? Masa udah kangen?”

“Dih enggak, aku mau bilang kalau nanti malem aku mau keluar sama temen – temen”

“Kemana?”

“Gak tau nih, tempatnya masih belum jelas”

“Oh iyaa deh”

“Seperti biasa aku di gonceng Devano ya?”

“Hmm”

“Marah??”

“Bahagiamu, bahagiaku sayang. Gak papa pergi aja”

“Terimakasih ya”

Ivan hanya diam , sebenarnya aku tau kalau dia berat hati mengijinkan aku pergi namun aku juga tidak mau kalau teman – teman ku berfikir kalau semenjak memiliki pacar aku lupa dengan teman. Aku hanya ingin bersikap adil saja. Lagian aku juga tidak pergi berdua dengan Devano.

***

Malam minggu, identik berduaan sama pacar tapi kali ini aku justru pergi bersama dengan teman – temanku. Kami pergi mencari makan dan saling bertukar cerita. Menurutku hal seperti ini sangat asyik untuk di lakukan, dan kami sepakat untuk tidak menggunakan gadget. Namun sebelum itu aku sudah memberitahu Ivan agar dia tidak bingung menunggu kabar dariku.
Ketika sedang makan, aku merasa Devano memperhatikanku, Sandra yang juga menyadari hal itu mulai menyenggol lenganku. Namun aku hanya diam saja, karena aku bingung harus berbuat apa.

“Ra” panggil Devano kemudian

“Hm” aku menyahut tanpa menoleh ke arahnya

“Kamu manis banget malam ini, aku gak bosen ngelihatnya”

Aku mulai menghentikan aktivitasku

“Mungkin kedengarannya gombal banget ya? Tapi ini serius”

“Dev, makannya habisin dulu ya, baru deh ngomong”

Selagi menghabiskan makan aku benar – benar tak habis pikir dengan Devano, kenapa dia terlalu blak – blak an untuk menyatakan hal seperti itu? Apalagi dia juga tau aku sudah mempunyai pacar. Antara senang karena akhirnya Devano memiliki perasaan untukku tapi juga bingung gimana caranya dia menjauh karena hatiku bukan lagi untuk Devano.

Pukul 12.00  malam, Devano mengantarku pulang dengan keadaan tergesa – gesa karena ia takut kena marah mamaku. Aku melihat pintu ruang tamu masih menyala, setelah turun dari sepeda motor aku membuka helm dan merapikan rambut.

“Aku mau anterin kamu sampe masuk ya?” bisik Devano

“Ngapain?” nada ku meninggi namun sambil berbisik

“Ya, setidaknya aku bertanggung jawablah udah bawa anak perempuan pulang jam segini”

“Terserah kamu”

Akhirnya aku pun membuka gerbang, belum sampai mengetuk pintu ternyata mama sudah membukakan pintu nya,

“Tante, maaf ya kita pulang terlalu malam” Devano mengatakan hal tersebut sambil mencium punggung tangan mamaku

“Eh iya, gak papa kok”

Aku cukup tercengang dengan jawaban mama, ‘gak papa?’ ini bukan mama seperti biasanya. Ya aku bersyukur tidak mendapatkan omelan tapi kenapa keadaan nya menjadi aneh begini?

Irreplaceable ❤ (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang