Chapter-10

354 33 27
                                        

Sedari tadi rebahan membuat Luna bosan terus berada di dalam kamarnya. Hari ini dia tidak memiliki acara lain selain rebahan. Namun itu juga membuatnya bosan. Terlintas di pikirannya untuk menghabiskan waktunya di klub malam bersama teman-temannya. Tapi Luna teringat jika besok dia harus sekolah. Dengan terpaksa dia mengurungkan niatnya itu.

Krukukk... Krukkukkk..

Luna memegangi perutnya yang sedari tadi terus berbunyi.

Gadis itu menghela nafas panjang. Setelahnya keluar dari kamarnya.

Luna melirik jam dinding. Belum terlalu larut, tapi suasana rumah itu begitu sepi. Seolah semua penghuni telah terlelap dalam mimpi.

Luna mencari sedikit makanan dalam kulkas. Tidak masalah jika makanan sisa, setidaknya dia bisa mengatasi perutnya yang terus berbunyi meminta asupan. Namun sayang, tidak ada makanan sedikitpun di dalamnya. Bahkan makanan sisa pun tidak ada. Luna menghela nafas pasrah.

"Non? Cari apa?" tanya wanita paruh baya yang selalu memakai rok daster itu.

"Eh, ibu. Luna mau cari makanan, tapi nggak ada," Adunya.

"Mau ibu masakin?" tawar wanita itu yang tak lain adalah pembantunya.

Darmi namanya. Wanita paruh baya yang sudah menemani Luna sejak kecil. Wanita yang ia anggap sebagai ibunya. Orang yang menyayanginya dengan tulus. Orang yang selalu menghargainya ketika semua orang memakinya. Darmi. Ibu Darmi orangnya.

"Nggak usah, Bu. Nanti Luna ngerepotin ibu. Ibu pasti lelah seharian bersihin rumah. Mending sekarang ibu pergi tidur."

Luna menuntun pembantu yang sudah ia anggap sebagai ibu sendiri pergi menuju kamarnya. Dan menyuruhnya beristirahat.

"Tapi, Non Luna kan laper," cemas Darmi.

"Biar saya masakin aja ya?" lanjutnya.

Ketika hendak kembali menuju dapur. Tangannya di cekal oleh Luna. Darmi melihat Luna menggeleng.

"Luna bisa beli makan di luar," ujarnya.

Luna membukakan pintu kamar Darmi.

"Sekarang ibu harus tidur. Simpan tenaga ibu buat besok. Oke?" seru Luna.

Darmi membalas senyuman hangat Luna.

"Non," panggil Darmi.

Luna berbalik. Kembali menghadap Darmi.

"Malam ini Non Luna nggak usah begadang nungguin nyonya," larangnya.

Kening Luna berkerut. "Kenapa? Mama nggak pulang?" tanyanya.

Darmi mengangguk lemah.

Darmi mengamati Luna yang semakin menjauh dari pandangannya. Berjalan keluar rumah dengan wajah muram yang disembunyikan. Dengan hati kacau yang tidak bisa tersampaikan. Hanya bisa menyimpan kesedihan tanpa harus membebankan kepada orang lain.

Darmi sangat mengenal gadis itu. Gadis yang sedari kecil ia asuh. Hingga tumbuh menjadi sosok yang kuat.

"Bahkan jika semua orang yang ada di dunia mengacuhkan Non, ibu akan selalu ada di belakang Non untuk terus memberi semangat," tuturnya.

Perlahan air mata yang sedari tadi sudah menumpuk di pelupuk mata pun terjatuh bersamaan dengan menghilangnya Luna dari pandangannya.

***

Luna keluar dari mini market dengan kedua tangan yang penuh dengan plastik belanjaan.

"Reyhan? Vera?" Tidak disangka Luna bertemu kedua temannya saat keluar dari mini market.

I'M BAD GIRLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang