15 - Seberat apa? [ FMV ]

6.3K 1.4K 304
                                    

Malam ini Haechan kembali terjaga sambil terus memandang keluar melalui kaca jendela, matanya sayup-sayup bergerak walau fokusnya entah sedang ada dimana.

Lagi-lagi Haechan merasa tidak berharga.

"Adek?"

Haechan terkejut sambil mengutuk dirinya yang lupa mengunci pintu.

Bundanya mendatangi kamar Haechan, kemudian menutup gorden kamar Haechan supaya anak laki-lakinya tidak terus menatap keluar.

"Maafin Bunda ya?"

Tangan lembut itu mengusap rambut Haechan, kemudian duduk disamping untuk menemaninya.

Haechan senyum sendu. "Gapapa bunda, aku emang salah."

"Teteh gimana? Demamnya udah turun?"

Bunda ngangguk pelan. "Udah, teteh juga udah tidur dari beberapa jam yang lalu makanya sekarang Bunda tinggal."

"Dek?"

Haechan noleh, menatap wajah sendu Bundanya.

"Kata-kata Bunda yang kemarin.. pasti nyakitin kamu." Bunda memelankan suaranya di depan Haechan.

"Gapapa Bunda, mungkin itu emang kali pertama Bunda semarah itu sama aku sampai bikin hati aku sedikit nyeri." Kata Haechan sambil menggerakan jarinya menjadi contoh.

"Tapi itu semua gak sebanding sama rasa sakit Bunda yang udah lahirin aku, dan rawat aku sampai sebesar ini." Lanjutnya sambil tersenyum.

Kalimat itu, entah mengapa benar-benar menusuk ke relung hati Bundanya.

"Dek?" Bunda hampir menangis saat memanggil Haechan.

"Seberat apa?" Tanyanya bergetar,

"Gak ada yang berat selama ada Bunda." Jawab Haechan menenangkan Bundanya.

Bunda Haechan menggeleng.

"Seberat apa beban yang kamu pikul sampai bisa sesabar ini???"

Haechan diam. Diam-diam berteriak dalam hati, berat sekali.

"Orang sabar itu terlahir dari orang-orang yang kuat, sekarang Bunda tanya seberat apa beban yang selama ini kamu pikul tanpa Bunda, Dek?"

"Haechan, cerita Dek." Suara lembut Bundanya benar-benar membuat Haechan pasrah.



Wajah yang pada awalnya begitu datar kini mulai melemas begitu menatap manik mata sang Bunda, kian lama dia memanas dan meneteskan satu persatu air mata yang sejak beberapa lalu ditahan-tahan.

Alih-alih bercerita, Haechan justru mendekap erat sang Bunda kemudian terisak sendu dibalik pelukannya.

"Dek," Bunda menepuk pelan bahu anak laki-lakinya yang begitu kuat.

"A,aku ini apa Bunda?" Tanya Haechan sambil menangis.

"Apa aku berguna untuk orang-orang yang aku sayang?"

My Perfect Sister✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang