Level 2

380 59 0
                                    

8 Oktober 2019
16:23


Trotoar sekitar apartemen tampak lebih ramai dari biasa. Keadaan mengharuskan untuk tetap berkonsentrasi, tidak membiarkan diri sendiri menabrak tubuh orang lain. Setidaknya Luhan harus tetap bertahan sampai pintu unit apartemen terlihat.

Pukul 16.23, mata bening Luhan tiba tiba membulat saat jam ditangannya menunjukkan angka tersebut. Pukul 19.00 ia sudah ada janji dengan Sehun. Bukan janji juga sih sebenarnya, tapi sebuah undangan.

Undangan dari kekasihnya, Sehun.

Luhan tersenyum, terpaksa. Seolah menunjukkan bahwa ia baik baik saja. Getaran ponsel di blazzernya memaksa lelaki manis itu mengehentikan langkah untuk menepi sejenak, tidak ingin menghalangi jalan orang orang yang sudah tampak kelelahan seusai bekerja.

Tertera nama Sehun disana.

Bodohnya Luhan tidak segera menggeser gambar warna hijau di layar. Alih alih senang mendapat panggilan dari sang kekasih, iris mata Luhan justru digenangi oleh air mata. Keraguan jelas menghampiri.

Otak dan batinnya sudah berperang. Disatu sisi ia ingin sekali mendengar suara Sehun, di lain sisi ia takut mendengar rentetan kalimat yang nanti akan disampaikan oleh sang kekasih.

"Ha—halo" Luhan memilih untuk mengangkat.

Mau bagaimanapun takdir harus dihadapi, bukan dihindari.

"Kak Luhan" Sehun membalas, terdengar helaan nafas berat  diseberang. Luhan tau, ia bukan satu satunya yang terluka disini, tapi Sehun juga. "Nanti malam—" sambung Sehun.

"Berhenti!" hardik Luhan, suara bergetarnya gagal ia sembunyikan. Tetes demi tetes air mata mulai berlomba membasahi pipi tirus si lelaki manis.

Luhan tidak tau saja, bahwa Sehun diseberang sana juga turut meneteskan air mata, hanya saja ia lebih tau bagaimana cara menahan isakan.

Sehun tidak mau terlihat lemah didepan sang kekasih. Cukup salah satu dari mereka saja yang memiliki emosi berlebihan, jangan keduanya. Bukankah Sehun ada untuk mengimbangi baik dan buruknya Luhan?

"Kak Luhan dengar—" Sehun mencoba menyela meskipun Luhan memintanya berhenti.

"Kenapa memanggilku dengan sebutan kak?" pertanyaan lirih dari Luhan  membuat hati Sehun seperti teriris.

Percayalah, Sehun masih ingin menyebut Luhan dengan panggilan Honey. Panggilan kesayangan Sehun untuk Luhan, karna menurutnya Luhan itu manis semanis madu. Wajahnya, tingkah lakunya, aroma tubuhnya, bibirnya, semua yang ada pada diri Luhan terlihat manis seperti madu dimata Sehun.

"Dulu, aku juga memanggilmu dengan sebutan kak" ujar Sehun berdalih.

"Itu tiga tahun lalu, sebelum kita resmi menjadi sepasang kekasih!" semprot Luhan, nafasnya sesenggukan setelah berkata demikian. Dadanya mendadak sesak.

"Maka dari itu kak—" rongga dada Sehun mengambil nafas panjang sebelum melanjutkan, "Beri aku kesempatan bicara" si lelaki tinggi terdiam sebentar, sekedar memantapkan hati untuk mengatakan keputusannya, "Aku ingin kita selesai sampai disini—"

"Bagaimana kalau aku tidak mau?" sambar Luhan.

Enggan percaya karna Sehun ternyata sanggup mengatakannya. Walau ia sudah menduga bahwa kalimat itu pasti akan terucap cepat atau lambat, dan sekarang adalah saatnya.

Tidak! Luhan masih belum sanggup. Atau mungkin sampai kapanpun Luhan tidak akan sanggup. Benarkah cinta keduanya harus berakhir sampai disini?

"Dengan keadaan seperti ini, hubungan kita tidak mungkin berlanjut" terselip nada frustasi yang kentara pada kalimat Sehun.

"Tidak bisakah kita berjuang bersama?" Lelaki cantik memohon, mengabaikan harga dirinya sendiri.

Masa bodoh, Sehun harus tetap berada disisinya sampai kapanpun.

"Tidak kak" jawab Sehun final.

TBC

Miel | EXO hunhanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang