8 Oktober 2019
23:22Rintik hujan deras tak juga membuat Luhan terbangun, padahal suaranya jelas terdengar melewati pintu balkon yang masih lebar terbuka. Tubuhnya memang sempat beberapa kali menggigil kedinginan, namun ia tetap tak bergeming.
Rasa kantuk lebih dominan, ditambah rasa pegal melanda batin dan fisiknya. Hal itu telah jadi alasan kuat mengapa Luhan nyaman nyaman saja tidur dengan posisi kepala bertumpu pada meja makan.
Sampai sebuah suara ketukan tak sabar bergema nyaring melewati gendang telinga Luhan. Kedua mata yang mulanya tertutup, tiba tiba terbuka perlahan.
Rasa sesak di dada masih saja bertahan setelah terbangun. Oh bahkan alam bawah sadarnya masih mengingat jelas tiap keping kenangan bersama sang mantan kekasih.
Segala kenangan manis kembali terlintas dalam mimpi tanpa ia bisa berkuasa. Kalau begini terus, bagaimana mungkin Luhan bisa melupakan lelaki tampan itu?
Mata yang biasanya kelihatan bening serta memancarkan aura teduh, kini tampak memerah dan sembab. Jejak air mata mengering di area pipi semakin memperkuat argumen bahwa si pelaku memang habis menangis.
Erangan kecil keluar dari bibir Luhan kala ia merasakan sakit pada lehernya. Dengan gerakan hati hati, leher kaku itu bergerak, menghindari rasa sakit yang bisa saja semakin menjadi. Lantas Luhan memberi pijatan kecil ditengkuknya sendiri.
Setelah nyawanya berhasil terkumpul sebagian, baru ia melihat sekeliling, dan baru menyadari bahwa ia tertidur di meja makan dengan posisi menelungkup. Pantas saja lehernya terasa sakit.
Tak lama hidung kecil Luhan terasa gatal, setiap udara dingin datang, ia tak pernah absen untuk bersin bersin minimal tiga kali. Sedangkan suara ketukan pintu juga semakin menjadi.
Luhan meraih ponsel, mengetuk layar dua kali dan menampilkan deretan angka 23:23. Mata beningnya otomatis terbelalak. Apakah dia baru saja melewatkan pernikahan Sehun gara gara ketiduran?
Ia menepuk dahinya sendiri kuat kuat, seolah memberi hukuman karna melewatkan pesta pernikahan Sehun yang seharusnya berlangsung pukul 19.00 tadi.
Luhan mendadak bingung, rasa bersalah juga tak luput melingkupi. Mau tidak mau, besok ia harus mengutarakan permintaan maafnya sekalian memberi hadiah dan selamat untuk Sehun juga istri barunya.
Ah, memikirkan Sehun punya istri baru selain dirinya, Luhan merasa makin sesak. Kenapa takdir mempermainkannya begitu kejam?
Ketukan yang tadi sempat berhenti, kini terdengar lagi. Luhan terkesiap, berusaha menyingkirkan pikiran pikiran mengenaj Sehun sejenak, lalu berjalan menghampiri pintu.
Faktor nyawa belum terkumpul bercampur banyaknya pikiran. Baru lima langkah, kaki Luhan terantuk kardus berantakan hasil ulahnya sendiri. Ia mengaduh kesakitan, namun tetap berjalan menuju pintu.
Dalam hati ia bersumpah akan mengutuk -siapapun itu- yang berani bertamu di tengah malam begini. Langkah Luhan terhenti sejenak, bagaimana kalau ternyata seseorang dibalik pintu adalah perampok? Kemudian matanya menelisik ke segala arah, dan menemukan sebentuk tongkat baseball.
Setidaknya ia punya senjata sekarang.
Dengan langkah mantap, Luhan membuka pintu dengan tangan kiri, karna tangan kanannya sudah siap melayangkan tongkat baseball, sebelum ia terkejut dengan sosok yang ternyata mengetuk pintu unitnya sejak tadi.
Seorang lelaki bertubuh tinggi, dengan penampilan tampak menyedihkan. Rambutnya berantakan, kemeja putih yang ia kenakan basah, serta dua kancing teratasnya terbuka. Kemudian salah satu pipa celana warna hitamnya tergulung sampai lutut. Beberapa luka memar juga kelihatan membekas mulai dari wajah sampai kaki. Dan terakhir, ia tidak mengenakan alas kaki.
"Honey"
Dia Oh Sehun.
Luhan tak bisa menyembunyikan rasa terkejutnya. Bahkan ia masih terpaku dengan wajah menganga, seperti tidak percaya bahwa lelaki yang seharusnya sedang menikmati malam pertama bersama istri baru, justru terdampar di depan pintu apartemennya. Apa lagi penampilan lelaki ini jauh dari kata rapi.
Apa saja yang sudah di lalui Sehun sebelum kemari?
"A—apa yang kau lakukan disini?" tanya Luhan terbata.
"Aku tidak bisa membohongi perasaanku. Aku mencintaimu" suara Sehun berubah parau, seperti menahan tangis.
"Lalu—lalu bagaimana dengan istrimu?" percayalah, Luhan masih belum selesai dengan keterkejutannya.
Sehun dengan mudah membolak balik persaaan seorang Luhan.
"Aku tidak jadi menikah. Aku kabur" jelas Sehun singkat.
Ah, sekarang Luhan sudah mendapatkan jawaban atas rasa penasaran dari mana Sehun bisa seperti ini. Tanpa dijelaskanpun, ia tau bahwa Sehun pasti melalui beberapa rintangan sebelum kemari. Kedua orang tuanya tentu tidak akan segan segan untuk mengerahkan seluruh bodyguard untuk membawa Sehun kembali dan memaksanya menikah.
"Apa?" jeda sesaat, sebelum Luhan kembali bertanya dengan nada memaki, "Sudah gila ya?"
Sehun tertawa sarkas, "Kau sendiri yang bilang untuk membantuku bertindak segila ini, tapi kau sama sekali tidak membantu aksi kaburku tadi" ia masih ingat akan perkataan Luhan yang menyuruhnya untuk membatalkan pernikahan lewat percakapan via telpon yang sempat mereka lakukan tadi sore.
Seketika pikiran Luhan terasa kosong, "A—aku tidak tau harus berkata apa"
"Tidak perlu berkata apapun. Kau hanya perlu mengatakan 'ya' saat aku mengjakmu menikah" kata Sehun mantap.
Ia sudah membulatkan tekad untuk menikahi Luhan.
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Miel | EXO hunhan
Fanfikce[COMPLETED] Pertemuan tak sengaja Sehun dan Luhan di kedai ramen. Enjoy~