S17

45 5 0
                                    


Setelah lama menunggu akhirnya yang ditunggu Pionca datang

"Kok lama sih"kesal Pionca karena sudah menunggu lama

"Iya maaf hari ini gue piket masi bersihin kelas dulu"Leo memberi penjelasan mengapa ia bisa selama itu

"Yaudah ayo jalannya"ajak Pionca yang sudah tidak sabaran

"Nih pake"ujar Leo seraya memberikan helm untuk dipakai Pionca

"Ngak ah gue ngak mau pake"Pionca tidak suka memakai helm ia lebih memikih rambutnya terurai terkena angin dari pada harus lepek terkukus didalam helm

"Pakai Pionca" titah Leo dengan lembut

"Ngak mau Leo"Pionca masih tetap keras pada pendiriannya

"Emang jauh yah jalanya harus pake helm segala?"tanya Pionca yang kepo akan dibawa kemana

"Bukan masalah dekat atau jauhnya jarak ca tapi ini buat keselamatan lo juga kita manusia tu ngak bakal tau kejadian apa yang nimpah kita barang sedetik pun itu semua rahasia Tuhan"Seperti biasa Leo akan dengan sabar menasehati Pionca

"Iya deh gue mau pake"akhirnya Pionca mengalah dan memakai helm yang disiapkan Leo

Selama diperjalanan Pionca tidak berhenti mengoceh ia terus membicarakan hal-hal absurd dari yang penting sampai yang tidak penting sama sekali Leo yang mendengarpun hanya bisa menyimak dan sesekali berkomentar

Sangat jauh dari image seorang Pionca yang terkenal tenang dan irit bicara sempat dikira introvet oleh Leo karena sikapnya yang cenderung tertutup namun jika siapa saja yang saat ini berada diposisi Leo akan membuang jauh-jauh pikiran tersebut
Memang dasar Pionca aneh

"Bacot,udah ceramahnya"Leo mulai pusing sendiri mendengarkan cerita-cerita Pionca

"Belum abis masih banyak emang lo ngak mau denger gitu"ujar Pionca

"Gue lagi mau ngomong aja sebelum gue memutuskan buat ngak ngomong"Perkataan absurd Pionca cukup membuat Leo kebingungan

"Serah lo aja"Leo malas harus berdebat dengan Pionca dan memilih melanjutkan perjalanan

Setelah beberapa menit menunggangi motor akhirnya mereka berdua tiba di tempat tujuan sebuah rumah yang sangat besar dan juga arsitektur bangunan yang mewah Pionca sempat kebingungan mengapa ia dibawa kesini

Pionca yang berada dibelakang Leo mencoba bertanya menggunakan jari telunjuknya menunjuk-nunjuk kecil bahu Leo dari belakang

"Iya kenapa Pionca"Leo yang mulai terbiasa dengan sikap Pionca pun bisa mengerti

"Lo pasti tau apa yang pengen gue tanya"salah satu kebiasaannya membuat orang frustasi dengan perkataannya yang absurd

"Gue mau ngajak lo main basket dilapangan deket perempatan rumah gue,tapi kita kerumah gue dulu"jelas Leo dan Pionca hanya mengangguk-anggukan kepalanya tanda ia paham

"Yaudah ayo masuk"ajak Leo sambil menarik pergelangan Pionca,Pionca pun hanya pasra mengikuti langkah Leo

Namun saat berada tepat didepan pintu utama Pionca menahan langkahnya Leo pun ikut  terhenti  dan berbalik seakan meminta penjelasan lewat tatapannya Pionca yang mulai paham q serta sudah terbiasa membaca tatapan Leo pun memberi penjelasan

"Aku takut"cicit Pionca

"Takut kenapa?"tanya Leo heran

"Ngak tau tapi takut"dasar Pionca aneh

"Gue udah sering bilanh ngak usah sering mikir aneh-aneh"ketus Leo yang mulai gemas dengan keanehan Pionca

Sepi dan hening hal yang terpikirkan Pionca saat Ia masuk kedalam gedung yang megah dan banyak furniture mahal tersebut seperti tak ada orang selain mereka berdua
Pionca terus mengekor dibelakang Leo tak berani berjalan lebih jauh

"Sepi yah?"tanya Leo seakan membaca pikiran Pionca

"He em"jawab Pionca seadanya

"Gue tinggal sendirian bokap gue sibuk kerja nyokao udah ngak ada pembantu juga lagi ijin ngak masuk"Pionca tertegun mengetahui kenyataan hidup Leo ia mundur selangkah dan membalikan tubuh Leo perlahan Leo hanya mengikuti pergerakan yang Pionca lakukan

"Sorry gue ngak tau"ucap Pionca menyesal karena sudah bertanya ia memegang kedua lengan Leo dengan kedua tangannya seolah mentransfer kekutan untuk Leo

"Mulai sekarang bersyukur sama apa yang lo punya"Leo tetap memandang Pionca dengan tenang namun ia merasakan  ada hal lain yang membuat Pionca tiba-tiba seperti ini

"Lo kenapa"Leo menyadari perubahan Pionca yang tertunduk dan bahu bergetar
'dia nangis?"batin Leo bertanya

Tak ada sahutan dari Pionca hanya terdengar isakan kecil
Leo yakin dugaanya tepat
Ia melepaskan genggaman Pionca dan  bergantian Leo yang kembali mengganggam lengan Pionca

"Liat gue"titah Leo terdengar dingin

"Gue ngak papa"lirih Pionca

Gemi mengangkat dagu Pionca dengan lembut dan perlahan melihat bulir air mata yang mengalir tak henti diwajah tanpa cela itu

"Gue harusnya bersyukur"uca Pionca disela tangisnya

"Lo cengeng"sinis Leo dan Piinca mengangguk mengiyakan pernyataan Leo barusan

"Ngak usah cerita kalo ngak mau"Leo mencoba untuk mengerti Pionca ia tidak akan perna memaksakan kehendak gadis itu

"Lagian hidup lo drama banget,nangis aja mulu"sindir Leo dengan kejamnya

"Semua orang punya cara sendiri melampiaskan rasa emosionalnya,salah satunya ya nangis"Pionca tidak terima dengan pernyataan Leo tentang dirinya

"Kadang semua hal yang menyesakan hati kalo ngak dikeluarin pake kata-kata ya ujung-ujungnya pake air mata"Pionca terus mencari pembenaran

"Ini kenapa kita jadi baper-baperan sih"ujar Leo yang mulai menyadari suasana yang melankolis saat ini

"Yaudah buruan sana siap-siap"usir Pionca dengan teganya

Leo hanya berdehem dan meninggalkan Pionca diruang tamu dan segera untuk bersiap agar tidak terlalu larut saat mengantar Pionca pulang nantinya





Maklum typo
.
.
.
.
.
Voment please

Star'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang