Bab 10

448 55 4
                                    

Alif sudah akan bersiap mengejar Lana sebelum akhirnya tangan Ardi menariknya kembali.

"Lif, jangan, kita belum tahu benar atau tidak itu Lana, lagian sepertinya Lana yang kita kenal dengan tadi berbeda." Ardi menahan pergelangan tangan Alif dengan erat, mencegah Alif pergi.

"Nggak, Di, itu Lana aku yakin sekali. Meski hanya sekilas saja aku hafal. Suara juga aku tidak akan pernah lupa, Di, ayo kita harus pastikan, tidak mengapa kalau kita salah. Tapi itu lebih baik dari pada kita menyesal nantinya." Bantah Alif dan melepaskan pegangan tangan Ardi pada lengannya.

Setitik ragu nampak di wajah Ardi namun melihat antusias dari Alif dia jadi tidak tega, dirinya juga sebenarnya berharap kalau tadi benar Lana tapi entahlah dirinya hanya takut kecewa. "Baiklah tapi jangan kecewa kalau kita salah ya."

"Kalau begitu ayo masuk."

"Hmm."

Kedua masuk ke dalam ruang Seminar dan mulai mengedarkan pandangan mencari sosok perempuan berhijab coklat tadi, dan di sanalah mereka melihat, sosok berhijab itu berada di samping seorang lelaki dan sepasang pria dan wanita paruh baya. Dengan pelan mereka mendekati mereka, keduanya sunguh tidaklah tenang dengan doa dan harapan berharap perepuan tersebut adalah sosok yang di carinya.

"Lana?" Panggil Alif saat keduanya sidah berada di belakang perempuan tersebut, nampak sekali perempuan tersebut menegang berharap suara tadi hanyalah ilusinya saja dan bukan sesuatu yang nyata. Dengan pelan perempuan tersebut berbalik dan menemukan Ardi dan Alif yang shock. Lana bahkan tidak berani menatap mereka lama, dia mengalihkan pandangannya dan berusaha juga menghalau air yang ingin keluar dari matanya. Beberapa kali dia mengerjabkan matanya namun sayangnya setetes dua tetes air itu mengalir dengan tidak sopannya membasahi pipi Lana.

"Ya Allah, alhamdulilah ternyata benar kamu Lana." Teriak Ardi yang dengan spontan maju ingin memeluk Lana namun dengan sigap Pqn mundur digantikan Xian yang sudah berdiri di depan Lana.

"Maaf, dilarang berpelukan, kalian bukan muhrim." Tegur Xian pada Ardi, membuatnya mundur berlahan, sekilas melirik Lana yang berada di belakang Xian.

"Sebelumnya perkenalkan nama saya Ardi dan ini teman saya Alif, kami sahabat Lan dari Indonesia?"

"Benar itu Lana?"

"Benar."

"Oh, tapi aku dengar dari Lana bahwa lelaki dan perempuan tidak boleh bersentuhan sebelum menikah? lalu kenapa kamu ingin memeluk Lana?" Tanya Xian dengan kritis dan juga tidak suka, Lana adalah calon yang dipilih keluarganya untuk dirinya, tentu saja dirinya tidak akan rela kalau ada sembarangan orang menyentuh Lana, dan dia begitu senang karena Islam melarang perempuan dan lelaki bersentuhan sebelum menikah, itu artinya kelak hanya dieinya yang boleh menyentuh Lana setelah mereka menikah.

"Oh itu aku tadi spontan saja karena sudah enam tahu kami tidak bertemu, apakah kami bipeh ngobrol?" Ucap Ardi dengan gugup, dirinya seolah ditampar bolak balik dengan ucapan lelaki di depannya ini.

"Ah sayang sekali, tapi acara akan segera di mulai, bagaimana kalau nanti setelah acara? Bagaiman Lana?" Sebenarnya tidak masalah kalau hanya berbicara sebentar tapi Xian sengaja tidak mengijinkan, dirinya haruslah tahu siapa kedua lelaki ini dari Lana.

"Baik." Jawab Alif yang sejak tadi baru mengeluarkan suara karena kaget. Lana sendiri belum memberi jawaban, dia memandang Xian, Ardi, dan Alif bergantian.

"Kita lanjutkan nanti, aku akan mengajak paman dan bibi, Ge."
Lana segera beranjak pergi bersama pasangan paruh baya yang sejak tadi hanya diam memperhatikan muda mudi ini berbicara tanpa ada niatan menyela sama sekali.

"Lana bilang dia akan berbicara dengan kalian lagi nanti dan sekarang dia harus menemani orang tuaku. Permisi dan sipahkan nikmati seminarnya."

"Terima kasih sebelumnya."

Xian pergi dari keduanya setelah memberikan senyum, sedangkan Ardi dan Alif pergi mencari kursi yang telah di siapkan. Alif dan Ardi berpikir mungkin Pana bekerja pada mereka tadi, tapi satu hal yang membuat Ardi dan Alif heran kenapa Lana memanggil lelaki tadi dengan sebutan Gege dan juga perempuan yang tadi saat di
luar mereka melihat ada perempuan mida yang datang baersama dengan Lana tapi di dalam mereka hanya melihat perempuan itu berdiri tak jauh dari Lana dan ikut pergi setelah Lana pergi. Apakah dia teman Lana sebagai pembantu juga? Tanya keduanya dalam hati.

***

Dua pemudi dan tiga pemuda duduk mengelulingi meja makan di sebuah cafe yang tidak jauh dari tempat seminar, dua dari tiga pemida itu merasa sedikit risih dengan kehadiran lelaki yang tadi bersama Lana dan juga perempuan yang terlihat menempel pada Lana. Ingin meminta mereka pergi tapi tidak enak, tapi mereka bituh privasi bersama Lana.

"Kalian bisa berbicara dalam bahasa kalian agar tidak kami ketahui, asal jangan mwminta kami untuk pergi." Ucap Xian membuka suara untuk pertama kalinya, karena sejak sepuluh menit mereka bertemu di sana namun selain saapaan awal saat datang, mereka sama sekali belum mengeluarkan suara.

"Bisakah kami berbicara dengan Lana saja? Ini sangat penting." Pinta Alif dengan penuh harap. Sebenarnya Alif begiti heran kenapa majikan Lana ini kekeh ingin menemani Lana.

"Ge, biarkan kami berbicara hanya sebentar, Lana janji."

Mendengar permintaan Lana mau tidak mau Xian menurutinya, dia mengajak Shan Shan pergi ke meja tidak jauh dari Lana. Masih bisa mendengar pembicaraan mereka meski tidak tahu artinya, sepertinya Xian harus belajar bahasa Indonesia secepatnya.

Tbc

Assalamualaikum, aku up lagi dong, tapi untuk double part selanjutnya aku minta 100 vote boleh ya? Boleh dong yaa. 🤭🤭

Note : yang garis bawah itu pakai bahasa inggris nah yang tebal itu mandarin,

The Guardian'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang