Dua sosok pemuda Alif dan Ardi dibuat tertegun dengan kepergian Lana yang tiba-tiba, meski Lana secara formal sudah berpamitan tapi bagi keduany Lana seolah melarikan diri dan sengan bodohnya mereka bahkan tidak menanyakan alamat ataupun nomer Lana yang bisa dihubungi. Ardi mengacak rambutnya frustasi, sepertinya dia benar-benar tidak termaafkan, sedangkan Alif dia hanya bisa menatap pintu yang tadi di lewati Lana, pandangan seolah menginginkan keajaiban bahwa Lan akan kembali masuk melalui pintu tersebut.
"Lif, apa yang harus kita lakukan sekarang?"
Tidak ada jawabab atas pertanyaan Ardi bukan karena Alif masih melamun tapi lebih pada dirinya yang tidak tahu apa yang akan dilakukan selanjutnya. Mereka melihat bahkan berbicara dengan Lana namun nyatanya mereka tidak mendapatkan apa-apa. Lana mereka telah pergi dan tak ingin kembali.
"Lif, kita telpon papa atau ayah biarkan mereka yang bujuk Lana yaa?"
Tidak. Teriak Alif dalam pikirannya, ini kesalahan mereka dan merekalah yang harus bertanggung jawab, apa kata keluarga mereka nantinya akalau mereka meminta bantuan, Alif yakin mereka akan ditertawakan.
"Ardi, kamu ingat lelaki yang tadi bersama Lana? Kenapa kita tidak bertanya padanya? Mungkin dia bisa membantu?" Usul Alif sedikit berbinar
"Lelaki yang kelihatannya seumuran dengan kita tadi? Hmm ngomong-ngomong dia siapanya Lana?" Mendengar pertanyaan Alif, Ardi menolehkan wajahnya pada Alif dan mengajukan pertanyaan kembali.
"Apakah dia anak majikannya Lana?" Tebak Alif tidak yakin karena kalau dilihat mereka sekilas lebih dari pada majikan dan pembantu.
"Lif, apa kamu sadar kalau tadi diperhatikan pakaian Lana itu bukan pakaian biasa."
"Di, kamu tidak berpikir kalau Lana jadi simpanan lelaki tadi kan?"
"Gila kamu, Lif. Ya mana mungkin aku akan berpikir seperti itu, aku malah berpikir jangan-jangan mereka sepasang kekasih?"
"Tidak." Ucap Alif tanda sadar
"Kenapa?" Tanya Ardi karena mendengaran sanggahan Alif.
"Apanya?" Memiringkan kepala dia melihat kearah Ardi yang bertanya.
"Kenapa kamu bilang tidak?" Tanya Ardi gregetan karena melihat temannya ini seperti orang linglung.
"Ohh, maksudku tidak mungkin, he he he," ucap Alif salah tingkah. Dalam hati dirinya sebenarnya entah kenapa dia tidak rela kalau Lana menikah dengan lelaki yang tidak ia kenal. Tapi tidak mungkin ia mengatakan pada Ardi.
"Hmm..., aku juga berpikir begitu, tapi kalau benar dia menikah bagaimana? Kenapa rasanya hariku nggak rela ya?" Ucap Ardi spontan tidak menyadari wajah terkejut Alif.
Beralih dari Alif dan Ardi masih ada sosok lain yang juga sedang resah dengan pertemuan tidak sengajanya dengan Lana. Bayu yang saat ini masih berasa di rumah sakit setelah ditemukan sesorang dalam keadaan pingsan kemarin. Dalam hati masih bersyukur bahwa masih ada orang peduli padanya tapi di sisi lain dirinya merasa sendiri. Pikirannya melayang-melayang memikirkan masa depan, andaikan dirinya bear sudah tak ada waktu lagi, masihkah ia diberi kesempatan untuk mengucapkan kata maaf.
Bayu tersenyum dalam tangisnya, seolah dirinya sadar bahwa ini adalah hukuman dari kejahatannya di masa lalu, ia harus menjalani kehidupan terkahirnya dengan seorang diri. Mengambil dompetnya dirinya mengeluarkan sebuah foto lama yang memperlihatkan seorang gadis yang tersenyum bahagia, senyum tanpa beban yang dulu membuatnya begitu jatuh cinta, senyum yang manis sebelum akhirnya ialah yang merenggut senyuman itu.
"Lana aku mencintaimu, sangat mencintaimu sampai-sampai aku buta dan membuatmu, dia dan aku terluka. Lana aku sudah menerima hukumanku, tidakkah kamu ingin memaafkanku sebelum aku pergi?"

KAMU SEDANG MEMBACA
The Guardian's
RomanceKebahagiaanku adalah bisa berguna untuk setiap manusia, Alana Bila ada sebuah penyesalan dalam hidupku maka adalah saat aku dengan lantang membuatmu pergi untuk menjauh dariku. Ardi Tidak ada kata yag mampu aku ucapkan selain kata maaf. Alif Obsesi...