Setelah dua hari lamanya Bian di rawat dirumah milik Riyuji, akhirnya Bian meminta pulang kerumahnya. Karena takut suatu saat Glen akan pulang tiba-tiba dan mendadak. Riyuji tidak bisa menahan Bian lebih lama lagi, akhirnya mengiyakan permintaan Bian. Dengan hati yang berkecamuk, Riyuji sungguh ingin bertemu dengan Glen dan memastikan laki-laki macam apa yang tidak perduli dengan pasangannya yang sedang berjuang melawan antara hidup dan mati.
Suasana di mobil hening, mobil Ferrari itu melaju dengan kecepatan maksimal, kemudian Riyuji pun membuka suara untuk memecah keheningan. "Kamu suka lagu apa?"
"Terserah dokter saja, beberapa terdengar bagus. Sebenarnya saya tidak banyak menyukai lagu." sahut Bian polos.
Riyu pun memutar sebuah lagu dengan volume tak terlalu besar, tanpa terasa mereka pun sampai di sebuah gerbang apartement milik Bian. Bian pun turun dari mobil lalu Riyuji menahan pergelangan tangan Bian. Kemudian melilitkan Syal yang mungkin harganya sangat mahal.
"Jangan lupa selalu memakai syal dan mantelmu kalau bepergian, cuaca dingin diluar, angin utara sedang tidak bersahabat." tutur kata sopan nan lembut terlontar begitu saja dari Riyu.
"Terimakasih," sahut Bian.
"Besok aku akan menjemputmu untuk kemoteraphi pertamamu, masih belum terlambat, kamu masih bisa sembuh. Asalkan kamu mau berjuang," ujar Riyuji.
Bian hanya mengangguk, lalu melihat Riyuji pergi hati Bian kembali sepi. Bian langsung masuk kedalam rumahnya, melihat ada sepasang sepatu kulit, ia merasa terkejut. Bian tahu itu milik siapa, Bian membuka pintu, dan Glen sudah siap dengan sejuta pertanyaan.
"Kau dari mana? aku pulang kau tidak ada dirumah." ujar Glen dengan muka masam dan penuh selidik.
"Aku habis jalan-jalan sebentar, kau kapan kembali?" sahut Bian.
"Baru saja, aku lapar di dapur tidak ada apa-apa. Bisakah kau memasak untuk ku sayang," ujar Glen sedikit manjah.
Beruntung saat Bian pulang membawa kantong birisi bahan untuk makanan. "Baiklah, aku akan memasak untuk mu sebentar."
Glen mengangguk, lalu membuka ponsel dan membalas pesan kepada Dong Hae agar tidak menganggu nya sejenak. Lalu Glen menghampiri Bian dan memeluk Bian dari belakang. Bian mendorong Glen, sementara Glen terkejut dengan perlakuan Bian. Sekilas Bian mengingat kata-kata dokter Riyuki.
Flash back...
Malam itu, Glen pulang dalam kedaan mabuk berat. Sementara Bian menunggunya dengan setia di Apartement mereka itu. Bian merasa dirinya sudah terbiasa dengan kesendirian sehingga dia lupa kalau ia masih memiliki cinta di luar sana. Glen pulang, membuka pintu dan menyalakan lampu ruang tamu. Bian sebenarnya tau kalau pintu terbuka dan ada Glen disana. Bian pura-pura tertidur dan mengabaikan kedatangan Glen. Glen mulai meracau tidak jelas dan memanggil Bian dengan nama DONG HAE.
"Adik Dong Hae, kakak Glen menginginkanmu." ujar Glen saat itu.
Bian membuka matanya lalu mendorong Glen hingga terjatuh. "Aku Bian bukan Dong Hae."
Suara Bian membuyarkan pikiran Glen dan langsung memeluk Bian. "Maafkan aku sayang, aku merindukanmu. Aku sangat merindukanmu,"
"Kau mabuk lagi? Tidurlah," ujar Bian sambil menarik Glen untuk ketempat tidur.
Bian membuka sepatu Glen, membuka kemeja Glen, dan celana Glen. Glen merasa terangsang saat tanpa sengaja tangan Bian menyentuh gundukan selangka milik Glen. Dengan kasar Glen menarik tangan Bian dan mulai mencumbu Bian. Dengan cepat ia melucuti pakaian Bian, kemudian menggigit leher bian hingga memerah, lalu keseluruh tubuh Bian. Menggigit puting Bian, lalu mendorong milik Glen masuk ke krisan Bian.
"Brother Glen, jangan lakukan itu... Aaaarrgghhh... ssssakit..." Bian hanya bisa mengerang kesakitan tapi justru itu menambah napsu Glen.
Glen terus melakukan itu, semakin cepat gerakannya membuat dinding usus milik Bian berdarah. Setelah Glen mencapai puncaknya ia berbaring di samping Bian dan tertidur. Bian membersihkan milik Glen, setelah bersih ia pun langsung pergi kekamar mandi. Dengan tertatih tatih menahan perih dan sakit yang luar biasa akhirnya sampai juga di kamar mandi. Bian membersihkan darah yang kelaur, tetapi bukan hanya dari krisannya ia juga mimisan. Bian buru-buru menyeka darah itu, setelah bersih ia pun keluar dari kamar dan memasak air panas untuk meminum obat.
Setelah meminum obat, Bian tak langsung masuk kamar, ia memilih duduk di ruang tamu dan membaringkan tubuhnya di sofa. Baginya sudah terbiasa tidur sendirian tanpa seseorang di sampingnya. Ia merasa lelah, kemudian ia pun tertidur.
Tepat pada saat ia bangun di pagi hari, Bian mendapati dirinya tertidur di pelukan Glen. Glen memindahkan Bian saat terjaga malam hari dan melihat lampu ruang tamu menyala, lalu mengangkat tubuh Bian yang kurus dan seringan kapas.
"Kau sudah bangun sayang?" seru Glen.
Bian menggeliat kecil, ia merasakan sakit dan pusing. Bian tidak menjawab dan memilih meringkuk dan menarik selimutnya. Glen merasa ada yang aneh, lalu menanyakan keadaan Bian. "Kau baik-baik saja?"
Bian hanya mengangguk sebagai jawaban, Glen pun membuka suaranya kembali. "Baiklah, istirhatlah dulu. Aku akan bersiap-siap ke kantor, kau jangan lupa makan yang banyak. Kau saat ini tampak kurus sekali,"
Bian hanya diam dan tak memberikannya jawaban. Merasa kesal, Glen pun langsung pergi kekantor tanpa mandi dulu. Bian masih tetap dalam keadaan meringkuk manahan rasa dingin yang teramat sangat. Dingin lebih dingin dari angin utara. Bian bangun dan langsung menuju ke rak penyimpanan obat. Ia pun mengambil sengenggam obat dan langsung meminumnya. Setelah meminum obat itu Bian merosotkan tubuhnya dan menyatukan lututnya lalu menyandarkan kepalanya pada kedua lututnya.
Kilasan banyangan masa lalu hadir di matanya. Saat itu mereka masih duduk di bangku SMA, Bian hadir sebagai murid baru. Bahkan Bian menjadi murid yang populer karena kecerdasannya dan kepintarannya. Suatu hari ia bertemu dengan anak muda yang hobi bermain basket dan memiliki banyak penggemar baik pria mau pun wanita. Saat Glen tengah berlatih dan tanpa sengaja bola itu mengenai kepala Bian. Glen langsung meminta maaf dan mengenalkan dirinya pada Bian. Dengan wajah yang malu-malu Glen membantu Bian bangkit dari tempatnya.
Banyak yang iri melihat adegan itu, tetapi Glen tidak memperdulikannya. Bahkan Glen menolong dan mengobati luka Bian. Kilasan banyangan itu hilang, Bian tersenyum miris dan meneteskan air matanya. Ia merasakan sesak didadanya, selama sepuluh tahun lamanya mereka menjalin hubungan dan cinta tetapi sekarang? Memperdulikan Bian yang sedang sakit parah seperti ini saja tidak, bahkan peka terhadapnya pun tidak lagi. Bian sangat merindukan sosok pemuda yang penuh perhatian seperti dulu, tetapi harapan itu sirna.
Bian pun menguatkan dirinya untuk pergi ke rumah sakit dan meminta perawatan kepada dokter Riyu. Sesampainya di rumah sakit Riyu langsung mengobatinya dan meberinya perawatan.
"Kamu sangat kesakitan saat ini, aku sudah memberimu obat, ini tidak akan berlangsung lama dan semuanya akan baik-baik saja." ujar Riyuji. Tetapi saat ia melihat tanda di leher Bian Riyuji tidak tahan untuk menanyakan hal itu, tanda itu adalah Cupang yang bahkan banyak di bagian tubuhnya.
"Tanda ini..." belum sempat ia menyelesaikan kata-katanya, ponsel Bian berbunyi.
'Halo, sayangku. Jangan lupa makan yang banyak ya,' ujar suara telpon di kejauhan sana. Suara telpon itu terdengar nyaring karena Bian lupa mengecilkan Volumenya.
Bian tersenyum kepada Riyuji lalu keluar ruangan dan mengecilkan Volumenya. Setelah selesai menelpon akhirnya Bian pun kembali. Sementara Riyuji menyimpan sejuta pertanyaan.
Bersambung.....
Jangan lupa Vote komen dan kritsarnya ya....
![](https://img.wattpad.com/cover/203431452-288-k210740.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
BL- Cinta Yang Dalam (End)
RomanceDi musim salju yang pertama pada tahun sebelumnya, Bian dan Glen selalu merayakan hari jadi mereka. Mereka telah menikah dan tinggal bersama sejak memutuskan pisah dari keluarga mereka karena tidak menyetujui hubungan mereka, lalu mereka tinggal dan...