C.Y.D Bab 2

7.4K 575 45
                                    

Setelah beristirahat tiga hari di rumah sakit Bian pun di ijinkan pulang oleh dokter Riyu. Semenjak Bian berobat kerumah sakit itu, dokter Riyu sangat perhatian. Terlebih kini Biyan menjadi pasien pribadinya. Dokter Riyu pun mengantarkan Bian kembali kerumahnya. Setelah sampai, Bian nenawari dokter Riyu untuk singgah, karena banyak pekerjaan dokter Riyu pun menolaknya.

"Silahkan mampir dulu dok," ujar Bian.

"Lain kali saja, aku akan mampir kapan-kapan. Hari ini aku masih banyak pekerjaan, kamu istirahat dan jangan lupa meminum obatnya, jika habis kamu segera hubungi aku, oke?" sahut Riyu.

Bian mengangguk dan tersenyum manis. Bian keluar dan melambaikan tangannya sebentar, lalu ia pun masuk kedalam rumahnya. Lagi dan lagi Bian mencoba melihat ponselnya, tetapi belum ada balasan. Bian tersenyum kecut, lalu ia menyimpan ponselnya dan duduk di sofa. Bian melihat sebuah album photo kenangan mereka dari sejak SMA bahkan hingga sukses seperti sekarang. Bian kembali tersenyum miris, saat mengingat masa-masa indah yang manis kini berubah menjadi pahit.

Bian tertidur sambil memeluk album photo itu hingga senja, bahkan Bian sengaja tidak menyalakan lampunya agar ia bisa tenang. Tetapi seseorang membuka pintu lalu menghidupkan lampu itu. Orang itu sempat terkejut saat melihat Bian duduk sambil terpejam di atas sofa.

"Kau... Kenapa kau tidak menghidupkan lampunya? Kau ingin menakutiku?" seru pria itu yang tak lain adalah Glen. Ia baru kembali dan melupan hari jadi mereka.

Bian tidak menanggapi hanya menatapnya dan kemudian memejamkan matanya kembali. Karena Bian masih merasa pusing, jadi dia memilih diam dan membiarkan Glen. Lalu Glen mendekat dan duduk di samping Bian, kemudian ia Glen membuka suaranya kembali.

"Apa kau marah kepadaku karena aku tidak pulang di musim salju pertama? Aku minta maaf karena banyak kerjaan," ujar Glen sambil mencium punggung tangan Bian.

Bian membuka matanya, lalu tersenyum miris dan berkata. "Lupakan saja, lagi pula kita sudah sama-sama dewasa, acara seperti itu sudah tidak penting lagi menurutku. Kau sudah pulang beristirahatlah,"

Dengan lembut Bian mengucapkan kata-katanya, kemudian Glen memeluk tubuh Bian, tetapi Bian menolaknya. Glen sangat tidak suka di abaikan, kemudian ia pun berbicara. "Kau tidak merindukanku?"

"Aku sedang pusing, tidurlah hari sudah malam." ujar Bian sambil berlalu menuju kekamar.

Glen merasa curiga dan kesal, ada apa dengan Biannya itu. Jika dulu setiap kali ia pulang kerja Bian selalu menyambutnya hangat dan lembut. Tetapi kini Bian berubah menjadi dingin dan acuh tak acuh. Merasa di abaikan Glen pun menyusul Bian di kamar, begitu masuk kamar Glen melihat Bian sudah tertidur. Glen tidak mengganggu Bian tidur, ia pun pergi mandi. Setelah selesai, Glen pun langsung berbaring di sebelah Bian. Tetapi tetap tidak ada respon dari Bian. Lalu Glen memeluk Bian dari belakang, kemudian Bian membuka matanya.

"Aku merindukanmu, kenapa kau mengabaikanku?" seru Glen sedikit membujuk.

"Aku sudah mengatakannya padamu, aku sedikit pusing itu saja." sahut Bian.

"Aku juga menginginkanmu, tetapi kenapa kau sangat kurus sekarang? Apa selama aku pergi kau kekurangan makanan?" bisik Glen lagi.

Bian hanya terdiam, lalu tubuh Bian di balik menjadi posisi berbaring, kemudian Glen menindih tubuh Bian. Lalu Bian pun menolaknya. "Maafkan aku, aku sedang tidak ingin melakukannya."

Karena selalu mendapat penolakan, Glen merasa kesal dan menampar Bian. Lalu mencengkram wajah bian. "Kau pikir kau bisa menolak ku ha?"

Dengan paksa Glen melakukan tindakan yang membahayakan kesehatan Bian. Glen membuka paksa baju Bian, celana Bian dan mendorong adik kecil Glen dengan paksa ke krisan Bian. Bian hanya bisa pasrah dan mersakan sakit yang teramat sangat. Glen tidak memperhatikan ekspresi sakit yang di wajah Bian. Adegan itu terus berlanjut, Bian masih menahan sakitnya. Dorongan demi dorongan adik kecil Glen terus berlanjut hingga akhirnya Glen menyemburkan cairan hangat kedalam krisan Bian. Setelah selesai Glen meninggalkan Bian kekamar mandi lalu berpakaian rapih lagi dan langsung tertidur.

Bian masih merasakan perih yang teramat sangat pada krisannya, Bian berjalan gontai kekamar mandi, lalu memuntahkan darah segar. Bian buru-buru membersihkan darah itu, ia langsung meminum obat yang di berikan oleh dokter Riyu. Setelah merasa tenang ia ingin segera kembali. Tetapi ia melihat bayangan Glen di cermin, lalu Glen mendekat dan memeluk Bian dari belakang.

"Maafkan aku, aku tidak bermaksud melakukan paksa padamu. Aku hanya tidak bisa kau menolak ku dan cuek padaku." ujar Glen.

"Tidak apa-apa, tidurlah." balas Bian kemudian mencium bibir Glen dan kembali ketempat tidur.

Mereka pun kembali tidur, Glen tidur memeluk Bian dari belakang. Ketika Glen tertidur, Bian tidak tidur lagi-lagi air mata mengalir begitu saja. Karena merasa lelah akhirnya Bian pun tertidur. Pagi hari telah datang, Bian sudah bangun lebih dulu, menyiapkan pakaian kantor untuk Glen. Glen sudah selesai mandi dan berpakaian.

"Aku tidak masak hari ini," ujar Bian.

"Tidak apa-apa, aku sarapan di kantor saja." sahut Glen, sambil mencium puncak kepala Bian dan pergi ke kantor.

Bian tersenyum dan melambaikan tangannya, saat ingin menutup pintu tiba-tiba ia merasakan darah mengalir dari hidungnya. Lalu buru-buru kekamar mandi untuk membersihkannya. Tubuhnya terasa sangat lemas, ia pun meminum obat itu lagi. Ketika merasa sudah mendingan ia pun langsung pergi keluar rumah, tanpa mengenakan sweaternya, padahal udara di luar sedang musim salju. Ia memanggil taksi, lalu meluncur kerumah sakit. Bian pun tiba dirumah sakit, lalu ia langsung buru-buru masuk kerumah sakit dan menuju keruangan dokter Riyu. Darah sudah bercucuran dari hidungnya, tetapi belum sampai ia keruangan dokter Riyu ia sudah pingsan duluan. Beruntung dokter Riyu keluar ruangan dan melihat Bian pingsan. Dokter Riyuji langsung menggendong Bian dan membawanya ke ICU.

Riyuji memeriksa semua keadaan Bian, dengan hati-hati Riyu menyuntikan obat ke lengan Bian. Pendarahan sudah berhenti, kemudian kemudian ia pun merasa lega karena masa kritisnya sudah lewat. Riyuji terus menjaga Bian tanpa meninggalkan Bian sejengkal saja. Riyuji selalu fokus dengan orang yang ia rawat, terlebih Riyuji juga mencintai Bian. Riyuji tidak berani mengatakan perasaannya karena ia tahu kalau Bian masih ada ikatan dengan Glen.

Air mata Riyuji mengalir saat mengetahui Bian terluka seperti ini, ia menggigit bibir bawahnya agar untuk menahan tangisnya, air matanya jatuh ketangan Bian. Kemudian Bian sadar dan melihat dokter Riyu meneteskan air matanya. Tangan Bian terulur dan menghapus air mata Riyu. Dokter Riyu terhenyak dan tersenyum melihat Bian sidah siuman.

"Dokter menangis?" ujar Bian.

"Aku hanya mengantuk, syukurlah kamu sudah sadar. Aku sangat mengkhawatirkanmu," sahut Riyuji.

Bian hanya mengangguk, lalu ia berkata lagi. "Orang yang bukan siapa-siapa ku, mengkhawatirkan ku sampai menangis, tetapi dia tidak mengkhawatirkan ku sama sekali."

Nada suara yang lirih dan terdengar menyedih kan membuat hati Riyuji terpukul. Entah kenapa rasanya Riyuji ingin membawa kabur Bian dan menjauh dari Glen.

"Istirahatlah, aku akan memeriksa kamu sebentar." ujar Riyuji.

"Dokter Riyu, terimakasih." ujar Bian.

Riyuji mengangguk dan kemudian memeriksa keadaan Bian. Bian belum di pindahkan keruangan perawatan, malam ini Bian masih di ruangan ICU sampai besok paginya.


Bersambung....

Hai jangan lupa selalu tinggalkan jejak Vote dan Komennya ya...

Makasih mmuach

BL- Cinta Yang Dalam (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang