Note: Dimohon untuk komen dan votenya supaya cerita ini berkembang, terimakasih.
Hujan di tahun keempat hari ini baru saja reda. Sang gadis duduk manis di kursi, dengan secangkir kopi di meja. Tak peduli lalu lalang orang yang berebut melindungi diri.Ah, jangan lupakan laptop kesayangannya. Jika sudah begitu, hilang sudah dunia nyata, selamat datang dunia imaji.
Kini kepalanya mendongak sedikit. Sibuk memikirkan berbagai kata yang akan ia tulis di sana. Sang gadis sangat kesusahan. Untung saja tidak putus asa.
Maklum, sudah tiga tahun lebih dirinya vakum dari hobinya itu. Tangannya kini seakan kaku, tak seluwes dulu di atas keyboard. Lintang Kejora memang tak terlalu mahir di bidang ini.
Sudah berapa kali ikut lomba menulis. Hanya satu kali ia meraih juara. Itupun juara tiga. Tapi tak apa, Lintang bukan gadis yang mudah putus asa.
Ia selalu mencoba dan mencoba walaupun sejujurnya tahu diri dengan kemampuan.
Munafik jika Lintang tak pernah iri dengan karya temannya. Temannya selalu di atas Lintang, karyanya selalu saja bagus dan karya Lintang selalu dibawahnya. Tapi ia berusaha tuli saja.
Toh, jika iri terus kapan ia majunya?
"Ah, laptop ga pernah mau kerjasama apa ya," gerutunya. Lintang berapa kali mendengus. Pasalnya benda di hadapannya ini tidak mau beroperasi sekarang.
Sejak kemarin laptopnya lambat, dan suka mati mendadak. Mau service tentu mahal. Jika service sekarang ia tak bisa bayar UKT. Jadi mungkin untuk sementara ia menghentikan kegiatannya itu.
Setelah mematikan laptop, Lintang memejamkan matanya. Meresapi suasana kafe dan aroma secangkir kopi yang sejak tadi ia acuhkan.
"Nanti-nanti aja deh, kalo ada tugas pinjem laptop Kia aja," gumamnya. Matanya kembali terbuka melihat sekeliling dan meneguk kopinya.
Bel pintu kafe berdering menandakan ada satu lagi manusia yang datang. Atau mungkin lebih dari satu? Walaupun begitu bunyi itu hanya lagu saja bagi Lintang.
"Tulis lewat hp aja kali ya? Ah, tapi ga nge-feel."
"Katanya mau berkarya tapi banyak tingkah."
Lintang terkejut setengah mati ketika ungkapannya di sambut suara berat dari belakang. Reflek ia berbalik dan mendapati seorang lelaki dengan rambut panjang seleher dan poni menutupi mata.
Gerakannya terkesan angkuh dan arogan. Tapi masih terbantu dengan kaos lengan panjang berwarna hijau neon.
Lintang berapa kali mengedip bingung. Ia sama sekali tak kenal orang ini.
"Ngomong sama saya?" tanyanya bingung. Lelaki tadi menoleh sedikit.
"Iya," jawabnya.
"Urusan anda sama saya apa ya?" tanya Lintang lagi. Lelaki tadi hanya menyesap jus anggurnya pelan. Sedangkan Lintang mulai risih dengan mata yang ketutupan poni. Alhasil ia hanya melihat mulut dan hidung yang lancip.
"Gaada, lo pasti lupa sama gue. Kalau mau nulis, nulis aja gausah banyak mikir," ucapnya.
Lintang mengernyit heran.
"Iyalah saya ga kenal sama kamu. Mungkin kamu salah orang." Setelah berucap seperti itu Lintang beranjak pergi meninggalkan setengah kopinya yang mulai mendingin.
"Udah tahun keempat, masih aja bohong. Ga suka kopi ya ga suka aja."
Si manusia angkuh tertawa. Seakan takdir terlihat lucu baginya. Ia juga merasa lucu karena bingung dengan kata yang keluar dari mulutnya sendiri.
TBC
Salam sayang dari saya, semoga suka 💕
KAMU SEDANG MEMBACA
Like a Poem •Hueningkai•(Revisi)
FanfictionHidup bagai genre dalam puisi. Dan hal hal rumit lain yang harus dilewati Kamal. Demi menjaga harga diri. Start April 2020 ©tatann_