Langkah kaki itu membawanya masuk ke pekarangan rumah yang rumputnya sudah dipangkas sebagian. Ditemani Soobin, Lintang perlahan maju menuju pintu rumah. Berbagai tontonan ingatan masa lalu mampir ke pikirannya sekarang.Rumah ini dan pekarangannya menyimpan kenangan yang tak ingin dia ingat. Jawaban dari mengapa kepalanya sakit lagi dan alasan kenapa hatinya memiliki bekas luka.
"Kamu gapapa?" tanya Soobin khawatir. Pasalnya Lintang hanya diam saja selama hampir semenit.
Lintang tersenyum. Ia berusaha menampik gejolak hebat dalam dadanya. Dan menahan buliran hangat yang sedari tadi memaksa keluar dari peraduannya.
Ketukan pertama dilakukan.
Dan tak butuh waktu lama, pintu besar itu terbuka, bersamaan dengan lelaki blasteran yang belakangan ini kembali di kehidupannya.
Setelannya sedikit berbeda dari beberapa pertemuan mereka kemarin. Rambut lelaki itu kini sedikit terpangkas, baju rumahan, dan wajah segar.
Lintang terperangah, tangannya gemetar dan sepersekon kemudian tangisan itu pecah. Berlanjut dengan pelukan tak terduga.
🥀
Tenggelam dalam kesunyian dalam berapa menit setelah insiden mengharukan tadi. Ketiga insan itu kini duduk di sofa setelah dipersilahkan si empunya rumah untuk masuk.
"Kalian kenapa ke sini?" Sang empunya rumah membuka perbincangan.
"Kamu ga inget sama aku?" tanya Lintang lirih. Ia masih tak percaya dengan sosok yang ada di depannya.
"Aku gak yakin," gelengnya. "tapi sepertinya kamu familiar di ingatanku."
Soobin yang sedari tadi diam, mengangguk, meyakinkan Lintang tentang apa yang akan ia bicarakan.
"Kamal, Kamu ingat keluarga kamu?"
"Iya, ada mama, kakak perempuan dan adik yang masih bayi. Tapi mereka semua meninggal karena kecelakaan mobil," ucap Kamal.
Setelah itu hening berapa saat. Lintang mengigit bibirnya. Ia nampak ragu untuk bertanya lagi.
"Kamu.... Kamu ingat siapa papa kamu?"
"Ingat."
Lintang terdiam lagi.
"Kamu.... Tau apa penyebab kecelakaan itu?"
Kamal terdiam. Ia berusaha mengingat tragedi itu. Entah kenapa ia merasakan sebuah kejanggalan pada ingatannya. Perlahan maniknya bersitatap dengan Lintang. Semakin dilihat, kedua mata itu tidaklah asing. Semakin dilihat semakin jauh dirinya terhempas.
Di mata itu ia seperti menyaksikan film yang dipercepat. Tubuhnya terasa berputar, nafasnya memburu. Lalu kepalanya merasakan sakit yang luar biasa.
Hingga semuanya kembali berantakan. Seperti sihir yang tiba-tiba datang. Sang Adam histeris hebat, tubuhnya bergetar luar biasa. Matanya nyalang.
Lintang dan Soobin terkejut, tak menyangka mendapatkan reaksi yang tak terduga. Keduanya berusaha menenangkan Kamal. Manik Lintang tertuju pada selimut di kursi satunya. Ia bergerak cepat meraih itu dan membalut Kamal dengan selimut tersebut.
Ajaibnya perlahan lelaki tersebut kembali tenang. Nafasnya kembali normal, namun raganya kelelahan. Dan berakhir dengan kepala yang terkulai ke samping.
Soobin dan Lintang saling bertatapan. Di satu sisi mereka lega satu sisi mereka kebingungan. Semudah itukah ia tertidur?
Barangkali demikian, Lintang perlahan membaui selimut tersebut. Dan aroma asing yang menusuk penciumannya adalah jawabannya.
"Ini obat tidur."
Soobin mengernyit heran. Bagaimana bisa?
"Ada yang gak beres di rumah ini kak," lanjutnya. Soobin mengangguk setuju. Sejak dulu ia memang menaruh perhatian penuh pada Kamal sejak kehilangan ingatan. Dan sekarang kecurigaan yang terkumpul semakin menjadi.
"Aku gak heran, kenapa Kamal masih bisa hidup layak sampai sekarang. Walaupun kayak gak keurus, tapi pasti ada sesuatu," ucap Lintang yakin.
"Sekarang kita harus gimana?" tanya Soobin. Dirinya pun bingung. Ia memang mengawasi Kamal, tapi dari jauh saja.
Dan keduanya sepakat untuk menidurkan Kamal di kamarnya. Dan menunggu sampai efek obatnya hilang.
Barangkali memang ada orang jahat yang berniat buruk.
🥀
Lanjut?
KAMU SEDANG MEMBACA
Like a Poem •Hueningkai•(Revisi)
FanfictionHidup bagai genre dalam puisi. Dan hal hal rumit lain yang harus dilewati Kamal. Demi menjaga harga diri. Start April 2020 ©tatann_