Pintu itu berderit nyaring. Reen memalingkan wajahnya sebentar dari buku di depannya. Ia melihat kakaknya kini dihiasi dengan wajah yang sedikit membengkak, matanya sendu, dan beberapa bekas tangisan di pipinya. Reen menghela nafas, akhir-akhir ini kakaknya adalah orang yang paling sensitif. Ada bagusnya, namun tidak seperti ini."Ada masalah?" Bisikan itu memalingkannya dari sang kakak. Itu Taehyun, lelaki bertutur halus yang selalu bersamanya jika ada tugas kelompok.
Reen hanya diam dan melanjutkan mengerjakan bagiannya. Taehyun juga diam atau lebih tepatnya menunggu. Ia juga sadar jika masalah ini bukanlah ranahnya.
"Jika kau mau, jangan sungkan bercerita," ucap Taehyun pelan.
"Tentang apa?" tanya Reen.
"Apa saja," jawab Taehyun disertai senyuman manis. Hal itu juga membuat Reen seketika tersipu malu, dan juga tersentuh. Taehyun bisa dibilang adalah satu-satunya manusia yang bisa ia ajak bicara di sekolah. Selebihnya?
Hanya kumpulan bajingan yang selalu ingin memanfaatkan.
Reen itu cantik dan pintar. Siapa yang tak ingin dekat dengannya. Hanya saja orang-orang selalu datang untuk menyakiti.
Dan kedatangan Taehyun yang tidak memandang semua yang ia miliki sepertinya cukup saja untuk dirinya.
"Mungkin lain kali," cicitnya pelan.
🥀
Malam ini seperti mimpi buruk saja bagi Lintang. Sebaris kalimat yang dilontarkan Yeonjun tadi siang selalu terngiang. Ia tak bisa tidur memikirkan bagaimana nanti di kampus atau bagaimana ia berpapasan dengan wanita yang digadang-gadang akan menjadi tunangan kekasihnya.
Jika dipikir-pikir sejak kapan hal seperti ini bisa menggelitik Lintang? Hal seperti ini sepertinya bisa ia prediksi saat menerima tawaran Yeonjun untuk jadian. Tapi setelah dijalani barulah ia tahu. Betapa susahnya kehilangan orang yang selalu ada untuknya.
Dan dipikir-pikir juga, mungkin ini adalah karmanya.
Karma baginya yang menggampangkan perasaan pada waktu pertama.
Di malam yang mengerikan ini Ia merindukan hal manis dari Yeonjun. Kesabaran dan kelembutannya dalam menghadapi Lintang. Semuanya yang melekat pada pribadi Yeonjun. Ia merindukannya.
Lintang hanya bisa menangisi takdirnya dan sibuk mengutuk takdir yang selalu jahat padanya.
🥀
Ketukan pelan dan sinar matahari yang mencoba masuk, memaksanya untuk membuka mata. Lintang mengerjap sebentar, ia tahu sudah pagi dan ketukan itu pasti lah berasal dari mamanya.
"Lintang, kalo udah bangun langsung ke bawah ya sarapan dulu," ucap mama. Yang disahut dengan lirih oleh Lintang.
Kini gadis itu beranjak dari kasurnya dan buru-buru masuk ke kamar mandi. Dilihatnya refleksi diri pada cermin. Mata bengkak habis menangis semalaman, dan rambutnya acak-acakan tak keruan.
"Mandi ajalah langsung," ucapnya pelan.
Lima belas menit berlalu. Kini Lintang sudah rapih dan duduk di meja makan bersama Reen dan mama. Dan makan dalam diam.
"Kak, udah putus ya sama kak Yeonjun?"
Lintang tersedak. Ia tak menyangka akan mendapat pertanyaan tersebut.
"Reen....., Jangan ngomong kalo lagi makan," peringat mama sembari menyodorkan segelas air pada Lintang yang disambut dengan cepat air itu menuju kerongkongannya yang tersiksa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Like a Poem •Hueningkai•(Revisi)
FanfictionHidup bagai genre dalam puisi. Dan hal hal rumit lain yang harus dilewati Kamal. Demi menjaga harga diri. Start April 2020 ©tatann_