D e l a p a n

49 9 4
                                    

Happy Reading ❤️❤️

"Kita udah nyampe."

Yeonjun terdiam ketika melihat wajah tidur kekasihnya. Sangat tenang dan damai sekali. Melihatnya membuat dirinya menyesal dengan perbuatannya kemarin. Entah kapan ia bisa jujur.

Tapi, ia harus jujur bukan?

Yeonjun menyentuh bahu Lintang pelan, ia berniat membangunkannya. Dan untung saja Lintang langsung mengerjap.

Ia menoleh sebentar, melihat situasi di luar dari kaca mobil. Dan sadar bahwa ia sudah di rumah.

Buru-buru ia membuka seatbelt dan membuka pintu mobil. Namun bahunya ditahan oleh Yeonjun.

Tatapan pria itu nanar.

"Makasih ya udah nganterin aku," ucap Lintang.

"Aku anterin kamu sampe depan pintu." Setelah itu ia beranjak keluar. Tak lupa membukakan pintu mobil untuk Lintang. Juga membawakan bawaan Lintang seperti tas dan obat dari rumah sakit.

Di depan pintu rumah mereka saling berhadapan.

"Aku masuk ya?"

"Bentar.....,"

Cup

Kecupan itu cukup lama bertengger di dahi Lintang. Yeonjun memejamkan matanya, ia seperti tak ingin melewatkan momen pelepas rindu. Sedangkan Lintang hanya memaku.

Seperti ada gejolak di perutnya. Menggelitik dan membuat euforia yang aneh di hatinya.

Cukup lama, namun setelah itu Yeonjun sudah di depan Lintang begitu saja. Kini mereka saling tatap, seakan menelusuri makna dari tatapan masing-masing.

"Aku mohon sama kamu," Yeonjun menghela napas sebentar. "Jangan percaya dengan rumor apapun sampe aku cerita ke kamu sendiri ya."

"Kenapa?" Hati Lintang berdesir. Entah kenapa ia seperti takut akan sesuatu.

"Aku mohon sama kamu ya. Aku gamau kehilangan kamu,"

Lintang terdiam. Begitupun Yeonjun. Mata mereka saling bersirobok. Menumpahkan segala kerinduan yang ada.

"Iya." Lintang tersenyum. "Kamu pulang ya, udah malem."

"Makasih sayang, makasih. Kamu jaga kesehatan ya, aku gamau liat kamu kayak gini lagi," ucap Yeonjun.

Setelah bertatapan sekali lagi, sang adam berbalik. Lintang menatap bahu lebar itu dengan tatapan haru. Entah kenapa ia juga rindu. Mungkin benih cinta sudah tumbuh di hatinya.

Namun ia cukup menyesal kenapa baru sekarang?

***

Di kasurnya Lintang menatap lama gawainya. Pikirannya sekarang sedang tak keruan. Layar itu menampilkan deretan nomor seseorang.

Seseorang yang sudah lama sekali tidak ia temui, seseorang yang pernah ada pada masa lalunya.

Ia langsung membuat panggilan pertama pada nomor itu.

"Halo."

Lintang terdiam. Sudah lama sekali ia tak mendengar suara yang menenangkan ini. Suara ini membuatnya aman dari segala hal.

Suranya bergetar. Dirinya terisak hebat, namun senyum indah tetap terukir di wajahnya

"Kak Soobin apa kabar?"

***

Kehidupan kampus seperti biasa harus Lintang jalanin senin ini. Kakinya melangkah dengan cepat karena lima menit lagi ia bisa terlambat.

Pagi ini entah kenapa ia bisa seceroboh itu. Semalam ia menangis sampai matanya bengkak dan tidur pukul tiga dini hari.

Kemejanya kusut, rambutnya yang berantakan hanya ia kuncir asal. Ia tak peduli yang penting masuk kelas tepat waktu.

Pintu sudah di depan mata. Lintang segera mempercepat langkahnya atau mungkin bisa dibilang berlari.

Namun sepertinya hari ini dia sedang sial.

Brakk!!

"Fuck! Kalo jalan tuh liat-liat dong!"

Lintang jatuh dengan barang yang ia bawa. Lututnya terasa nyeri, mungkin lecet. Ditambah suara cempreng yang memakinya membuat rasa sakit di kepalanya tiba-tiba muncul.

Ia memejamkan matanya sebentar sebelum menyahut.

"Diri lo bangsat! Baju gue jadi kusut! Siapa sih lo?!" Suara itu masih memaki. Sakit di kepala Lintang sudah hilang dan ia mendongakkan wajahnya. Menatap wajah pemilik suara.

Mata mereka bertemu, dan Lintang tau siapa yang ada di depannya ini.

Seina. Gadis yang cantik dengan tubuh ideal bagai artis. Cuma sayang, wajah dan perilaku tidak sama.

Lintang bangkit dari jatuhnya ia bermaksud untuk meminta maaf dan masuk ke kelasnya dengan cepat. Mengingat pintu itu sudah menjerit untuk dibuka.

"Maaf....,"

"Oh, jadi lo? Btw kemaren gue jalan ma Yeonjun. Udah putus ya? Cepet-cepet putus deh. Ga pantes cewe buluk kek lo bareng dia," sela Seina.

Lintang terdiam. Ia ingin sekali menghajar mulut kurang ajar dari wanita di depannya ini. Namun, salah satu kalimat yang dilontarkannya membuat ia sedikit terkejut.

"Kaget ya? Iya jum'at malem gue jalan sama dia. Lu ga di kasih tau ya? Apa jangan-jangan Yeonjun udah bosen sama lu? Ga salah sih, orang lu buluk gini, baju aja ga disetrika. Hahaha....,"

Yeonjun jalan sama cewek ini? Ia bingung setengah mati dengan pernyataan gadis di depannya ini.

"Lintang!!! Lu ga mau masuk?! Pak Heri udah di lorong!!"

Seperti tersadar, Lintang tak memedulikan gadis di depannya ini. Ia langsung berlari masuk ke kelas.

Dan ia masih mendengar beberapa makian yang masuk ke telinganya.

"Woy anjing, gue belum selesai!"

Berisik, jalang.

***

"Gila lu Lin."

Ini Mia sahabatnya Lintang. Yang teriak dari dalam kelas tadi itu dia. Sekaligus menyelamatkan Lintang dari nenek lampir—begitu Lintang menyebut Seina.

"Apa?" tanya Lintang sewot. Moodnya jadi jelek sekali karena kejadian tadi.

"Pertama, lu telat. Kedua lu bisa numbur nenek lampir gimana ceritanya?"

"Gatau. Ga jelas emang dia mana halu lagi bilang jalan sama Yeonjun," jawab Lintang kesal. Wajahnya sudah kusut sekali.

"Lah, jadi itu bukan rumor ya?"

"Rumor apaan?"

"Nanti gue ceritain deh kalo udah kelar kelas."

Sekali lagi. Bisakah Lintang hidup normal sehari saja?

 Bisakah Lintang hidup normal sehari saja?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sedang mengalami masa kepala mumet. Ehehehe.....

Like a Poem •Hueningkai•(Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang