Bagian 3 - Mengenal Achsal

94 22 4
                                    

Sudah tiga hari berlalu, sudah bertambah pula rasa suka Sherly terhadap Achsal. Sherly benar-benar tak tahu mengapa Achsal begitu sempurna di matanya. Dan Sherly juga tak habis pikir mengapa ada lelaki setampan Achsal di dunia ini. Laki-laki yang kadang memakai kacamata dan kadang tidak memakainya itu selalu saja terlihat tampan di mata Sherly, mungkin di mata perempuan lain juga begitu.

Sherly memutuskan untuk makan di kantin sebelum masuk kelas lagi di jam 14:30. Ia bersama Nia dan Anggun berjalan sejajar menuruni tangga sambil sesekali melempar candaan.

"Nggun, maneh udah ngerjain tugas yang dikasih Pak Arju?" Tanya Sherly pada Anggun. Jika sudah bicara dengan Anggun, Sherly akan menyesuaikan logatnya dengan menggunakan bahasa Sunda dan Indonesia campuran seperti mengganti gue-lo dengan aing-maneh. Dan akan kembali ke logatnya sendiri jika berbicara dengan Nia yang notabene orang Jakarta Selatan asli.

"Belum," sahut Anggun seraya mengeluarkan cengiran kocaknya itu. "Aing mau ngerjain di basecamp aja."

"Aing nanti di basecamp mau tidur aja, ah. Ngantuk banget asli," ucap Nia dengan logat Sunda-nya-karena Nia juga keturunan orang Bandung.

"Nanti aing pinjem tugas maneh, ya, Ni? Hehe aing lagi males mikir," ujar Anggun pada Nia.

Sherly terkekeh melihat tingkah Anggun yang sering sekali meminjam tugas Nia untuk dicontek.

Nia ikut terkekeh, "Iya iya, santai aja."

Nia yang notabene memiliki otak yang lebih cerdas dari Achsal memang selalu menjadi tujuan pertama Sherly dan Anggun jika ada kesulitan dalam mengerjakan tugas atau dalam hal akademis apapun. Sudah biasa Anggun dan Sherly melakukan kegiatan copy-paste dari buku Nia ke buku mereka.

Hari ini hanya ada dua mata kuliah, namun jam pergantiannya sangat jauh. Jadi, Sherly dan dua kawan sejatinya itu memutuskan untuk istirahat sejenak di basecamp milik mereka bertiga. Basecamp yang dimaksud adalah kamar asramanya Nia. Entah kenapa Sherly dan Anggun merasa bahwa kamar asramanya Nia lebih nyaman dari kamar mereka. Karena memang mereka bertiga gedung asramanya berbeda, maka mereka bisa mengatakan hal seperti itu. Mungkin juga karena arah sinar matahari yang memantul ke gedung asrama mereka berbeda arah. Kamar Nia selalu terasa sejuk, jarang sekali kamarnya panas seperti kamar Sherly dan Anggun. Maka itu, Sherly dan Anggun menetapkan basecamp mereka di kamar Nia. Itu hal yang sudah tak bisa diganggu gugat.

Sesudah mereka bertiga makan di kantin, mereka langsung pergi menuju basecamp. Sesampainya di sana Sherly langsung melepas sepatu hitamnya dan kaus kakinya dengan gerakan cepat, kemudian ia langsung menghampiri Nia yang sudah tiduran di kasurnya. Sherly menghempaskan tubuhnya ke kasur kecil itu lalu menimbulkan bunyi reyot besi ranjang tingkat itu.

Dengan memeluk guling milik Nia dengan nyamannya Sherly berkata, "Enaknya~"

Nia bergerak tidak nyaman karena kasur itu memang kecil dan normalnya hanya muat untuk satu orang saja. "Sonoan kek, sempit nih." Dengan sigap Sherly langsung membenarkan posisi tidurnya agar Nia tak tergencet lagi.

Anggun lebih memilih duduk di lantai karena lantai kamar Nia selalu dingin. Kemudian ia mendekatkan wajahnya pada kepala kipas angin yang barusan dinyalakannya. "Nikmatnya surga dunia~"

"Hari ini kenapa kayaknya panas banget, ya? Perasaan gue hari ini nggak ada buat masalah apa-apa yang bisa bikin matahari marah," ucap Sherly sambil mengerucutkan bibirnya. Guling yang ada di pelukannya masih setia ia dekap dengan erat.

"Dengan lo hidup di dunia aja itu udah bikin matahari kesel, Sher. Cuma ngasih tau aja sih, gue," sahut Nia dengan tawanya.

Sherly kesal setengah tertawa, "Kurang ajar looo."

Choco Milk OreoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang