Pernikahan itu umpama candu. Setidaknya inilah anggapan Taehyung atas pernikahannya sendiri hingga perdebatannya dengan Jungkook memuncak. Panas.
"Kenapa kau tidak pernah mau mengerti, Jung? Aku juga berkorban di sini untuk mempertahankan hubungan kita! Egoismemu itu benar-benar menyusahkanku, tau!"
Lelaki muda yang Taehyung nikahi beberapa bulan lalu itu ngomel macam-macam, dari hal sesederhana bekal yang tak tersentuh sampai hal besar seperti masa depan anak mereka kelak 'jika kau terus seperti ini'. Taehyung selalu memilih sisi yang tenang dalam pertengkaran ini, berusaha berpikir jernih, mencari celah untuk mendinginkan pasangan, tetapi gagal. Pikirannya suntuk akibat meta-analisis jurnal kimia yang sedang digarapnya, materi kuliah akbar fakultas; ini adalah kuliah pertamanya bersama ilmuwan luar negeri, tidak boleh dianggap main-main.
Tapi Jungkook tidak mau mengerti. Ya, Jungkook-lah yang tidak mau mengerti.
Tiga hari mereka saling mendiamkan. Taehyung, mengira Jungkook sudah tenang, menawarkan opsi untuk bersenang-senang, tetapi Jungkook malah menolak. "Kerjakan saja jurnalmu yang tidak selesai-selesai itu!" Begitu katanya sebelum bangkit dari meja makan, membereskan beberapa barangnya dalam tas, dan melangkah keluar tanpa pamit Taehyung. Pintu dibanting keras dari luar dan Taehyung berteriak frustrasi. Jungkook telah mendesaknya hingga ke satu titik di mana ia tak bisa menahan amarahnya lagi.
Lima hari berlalu cepat dan Taehyung mabuk. Bukan. Bukan karena soju, melainkan karena aroma Jungkook yang tercecer di mana-mana. Di sisi ranjang yang kosong—produksi kelenjar sudorifera Jungkook. Wangi ini tercium kalau Jungkook baru bangun, belum bersih-bersih diri, tetapi sekalipun baunya asam, Taehyung tetap suka ada manis-manisnya gitu). Di kamar mandi—produk perawatan kulit Jungkook tertinggal, rupanya. Di almari—pewangi pakaian yang Jungkook pilih untuk menyeterika masih melekat pada kemeja Taehyung. Di ruang makan—harum selai di roti panggang sangat berbeda jika Taehyung mengoleskannya sendiri. Bahkan di rak sepatu—semir wax merek tertentu yang Jungkook bubuhkan di pantovel Taehyung tiap pagi termasuk wangi rambut Jungkook yang menguar setiap berlutut untuk menyemir sepatu belum hilang.
Ini buruk.
"Profesor, Anda kurang enak badan?"
Di kampus, rekan-rekannya yang tengah mempersiapkan presentasi tampak cemas. Dari semua anggota tim penyaji kuliah akbar ini, Taehyung-lah yang bekerja paling keras, sehingga paling rawan sakit. Plus, mereka tahu bahwa Taehyung sedang ada masalah dengan istri mudanya; waktu istirahat sang profesor muda bisa saja berkurang. Lihatlah betapa pucat Taehyung, gerakannya tidak terkoordinasi sebaik biasa, dan sering tidak fokus ketika diajak bicara. Taehyung melepas kacamata dan memijat pangkal hidungnya, sambil tertawa lemah berdalih, "Mungkin minusku bertambah lagi, jadi gampang pusing."
Ada alasan di balik keadaan Taehyung ini, tetapi terlalu irrasional untuk ukuran otak cerdasnya. Sang ahli kimia mulai mengurut berbagai hipotesis yang lebih masuk akal, kira-kira substansi apa yang menyebabkan dia begini? Ah, mungkin pagi ini, dia lupa minum kopi. Mungkin pagi ini, hormon melatoninnya tidak bekerja optimal, mengakibatkan gejala mirip jet lag. Mungkin malam sebelumnya, konsumsi airnya di bawah normal, membuatnya tidak segar.
Mungkin...
Mungkin neurotransmisi di sarafnya mogok karena absennya stimulasi kecupan Jungkook. Mungkin melatoninnya membutuhkan 'ayo bangun, Hyung'-nya Jungkook agar bisa disekresi. Mungkin nodus listrik alami pemicu jantungnya harus disetrum dulu oleh dekapan hangat Jungkook agar bisa memompa cukup kuat ke seluruh tubuh.
Sial, ujung-ujungnya Jungkook juga penyebab disfungsi ini.
Kuliah akbar berjalan lancar, meskipun Taehyung rasanya sudah mau pingsan di tengah-tengah mengajar. Ia melesat keluar kampus segera setelah jadwalnya berakhir, tidak peduli rasionalitas. Seratus persen ia yakin bahwa gejala-gejala yang mengacaukannya ini adalah karena tidak ada Jungkook. Titik. Entah bagaimana mekanisme pastinya—reseptor sel apa yang mati, zat apa yang nihil, kegagalan homeostasis apa yang terjadi—tidak penting. Taehyung nyaris menginjak pedal gas mobilnya, hendak melaju sekencangnya ke rumah orang tua Jungkook; untung saja masih tersisa sedikit kebijaksanaan yang membuatnya mampu menahan diri.
"Ibu, apakah Jungkook ada?"
Yang menyambut Taehyung di kediaman Keluarga Jeon adalah mertuanya. Wanita paruh baya itu agak kaget mendapati menantunya tampak sangat gusar sekarang, tetapi tetap memanggilkan Jungkook untuk Taehyung. Sempat beliau menanyakan, ada masalah apa antara mereka hingga Jungkook pulang ke rumah masa kecilnya, jadi Taehyung menjelaskan ini-itu, berusaha seobyektif mungkin dengan lebih banyak menyalahkan diri. Ibu Jungkook, tak disangka, tertawa, padahal Taehyung tegang setengah hidup tadi karena yakin dirinya pasti kena semprot.
"Biasa, kalau pengantin baru memang ada saja masalahnya."
Oh, ringan betul ibu Jungkook menjawab; Taehyung jadi lega.
Tak seberapa lama, ibu Jungkook turun lagi, katanya Jungkook ingin ditemui langsung di kamar. Taehyung mohon izin ke lantai dua. Ia hapal kamar Jungkook yang mana, jadi tanpa ibu Jungkook mendampingi, Taehyung seakan dituntun kedua kakinya ke kamar berpintu merah mahony bertuliskan 'Dilarang masuk, sedang belajar!'.
Gantungan pintu yang Jungkook buat waktu SMA itu belum berpindah. Senyum lebar Taehyung tidak tertahan lagi. Jantungnya mendeburkan darah lebih bersemangat saat mengetuk pintu kamar tiga kali.
"Jungkook, ini aku."
Seseorang di dalam melompat turun dari tempat tidur. Langkah-langkah cepatnya terdengar makin keras hingga pintu terbuka. Taehyung mematung, Jungkook di ambang pintu juga mematung, terlihat cantik walaupun matanya agak bengkak.
"Maafkan aku."
Taehyunglah yang pertama memecah keheningan. Dampaknya besar, ternyata. Pemuda dengan mata bulat di hadapan Taehyung seketika memeluknya; adegan opera sabun yang jadi nyata.
"Aku juga, Tae-hyung... Maaf aku cerewet dan tidak memahamimu yang lelah... Kumohon jangan ceraikan aku..."
Permintaan Jungkook kedengaran sangat menyedihkan—sekaligus menggelikan. Mana bisa Taehyung menceraikan Jungkook kalau kurang dari seminggu berpisah saja, mereka berdua sama-sama sakit seperti ini? Taehyung mantap berkata 'tidak akan' sebagai jawaban atas permohonan istrinya, kemudian berhati-hati menyalurkan ketenangan melalui usapan lembut di punggung Jungkook. Keduanya bertahan dalam posisi itu selama beberapa puluh detik, menjadi dokter dadakan yang melenyapkan penderitaan satu sama lain. Taehyung merindu wangi khas Jungkook, maka menghirupnya merupakan obat terbaik untuk menghilangkan sesak napasnya. Jungkook mendamba dekapan hangat Taehyung, maka ia tenggelamkan diri di dalamnya supaya sakit yang ia pendam lima hari belakangan habis ditelan cinta.
Cinta.
Barangkali daftar baru bahan adiktif yang memuat zat-zat amortensia—dopamin, endorfin, feromon—harus disusun. Sayang Taehyung belum paham betul bagaimana hormon-hormon natural manusia ini membuat ketagihan.
Atau mungkin Jungkook saja yang terlalu luar biasa, mengikat Taehyung kuat-kuat dengannya.
"Aku seperti pecandu psikotropika: selalu berhalusinasi tentangmu," aku Jungkook dalam perjalanan pulang.
Well, kali ini 'pulangnya' ke rumah Taehyung.
.fin
Ditulis setelah ikut les kimia tadi sore. Senyum-senyum mikir Jungkook jadi wifey ngambekan. Aslinya keliatan belom kelar nulis tp aku maksa bgt pen update wkwk /tabok
KAMU SEDANG MEMBACA
Chaîne de Tristesse | v.k
FanfictionThread of Oneshoot taekook banyak angstnya, tp fluff jg banyak (book 3) ❝ The continuation of sorrowful chains. ❞ B A H A S A - vkook random stories