Conscience

784 99 16
                                    

Ada suatu masa di mana hati nurani manusia menjadi harta karun secara harfiah. Pada abad 30, siapapun yang menemukan hati nurani akan dibayar sangat tinggi oleh pemerintah. 'Hati nurani', mereka mengira, adalah semacam benda ajaib atau program komputer yang mampu menumbuhkan perasaan manusia; kekacauan negeri membuat mereka lupa bahwa yang mereka cari ada dalam diri mereka sendiri. Berangkat dari asumsi aneh ini, ratusan tim pencari dikirim ke seluruh dunia dan Jeon Jungkook, seorang siswa jenius yang baru berusia 17 tahun, masuk dalam salah satu tim pencari yang menjelajah daerah selatan.

Ada sebuah pulau kecil di wilayah pencarian Jungkook yang sebelumnya merupakan pusat pemerintahan negeri, tetapi kini tidak lebih dari timbunan sampah. Peradaban yang terlalu maju di pulau itu, kata orang-orang dulu, menumpulkan kepedulian mereka terhadap lingkungan. Sekitar delapan abad lalu, pulau itu dinyatakan tak layak huni—dan pada waktu-waktu ini pulalah hati nurani diperkirakan menghilang dari kehidupan manusia.

Ketua tim membagi area pencarian dan para anggotanya berpencar sesuai dengan area yang ditentukan. Meski merupakan anggota termuda dari tim tersebut, Jungkook tidak keberatan untuk bertugas sendiri. Berbekal alat komunikasi agar ia dapat terlacak tim jika hilang, Jungkook melangkah ke bagian barat yang 'gunung sampahnya' paling besar. Pasti akan sangat lama mengurai tumpukan raksasa itu untuk mencari hati nurani di dalamnya, batin Jungkook, tetapi justru itulah yang membuatnya merasa tertantang untuk menaklukkan 'gunung' itu.

Namun, baru menginjakkan satu kakinya menapaki gunung rongsokan, Jungkook dihentikan oleh seseorang.

"Jangan ke sana; nanti kau jatuh kalau memanjat tanpa pengaman!"

Manusia abad 30 tidak mungkin bicara sepanjang ini dengan manusia lainnya. Jungkook menoleh dan mendapati seorang pria beberapa meter di belakang, berlari-lari dengan wajah cemas setengah mati. Tatkala Jungkook turun dari gunung sampah, barulah si pria asing tampak lega.

Manusia abad 30 tidak pernah berekspresi sebegitu mencoloknya.

"Apa kau mencari sesuatu? Oh ya, sebelumnya perkenalkan," Si pria asing membungkuk hormat—padahal tradisi ini sudah punah delapan abad lalu, "aku Taehyung."

"Jeon Jungkook," Refleks, Jungkook membungkuk pula, "Aku sedang mencari hati nurani. Barang itu amat dibutuhkan di negeri kami, sayangnya kami tidak pernah menemukannya. Tahu bentuknya saja tidak. Apa Anda tahu di mana letak benda tersebut?"

Bibir Taehyung membulat seketika. "Kau tak tahu apa hati nurani itu? Kau manusia, 'kan?"

"Benar, aku manusia, tetapi aku tak tahu benda apa itu. Kau kelihatannya mengetahui banyak tentang benda ini. Beritahu aku letaknya."

"Hm... ini benar-benar mengejutkan. Bagaimana sebaiknya... saya mengerti tetapi tidak bisa mendefinisikan," Taehyung menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal, "Lebih baik Kau ikut saya. Di pulau ini memang tidak ada hati nurani, tetapi saya bisa menunjukkan beberapa peninggalan yang mungkin dapat mengarahkan pencarian Kau."

Setelah Jungkook menyatakan persetujuannya, Taehyung menggandeng tangan si peneliti muda dan membawanya ke satu rumah tua yang luar biasa bersihnya. Beberapa bagian rumah itu diperbaiki seadanya dengan barang-barang yang dipungut dari gunung rongsokan, tetapi masih tampak manis. Perabotan-perabotan berumur ratusan tahun menghiasi tiap sudut rumah. Jungkook sempat mengusap satu sisi dinding dan tangannya masih licin; tak ada debu sama sekali.

"Taehyung..." Jungkook sejenak ragu, "...hyung, apa ini rumahmu?"

"Ya, di sinilah aku belajar tentang hati nurani manusia. Aku ingin sekali punya, tetapi yah, 'kan tidak mungkin mesin memiliki sesuatu seindah itu."

Mesin?

Pertanyaan ini terpaksa Jungkook simpan karena Taehyung sudah mendudukkannya di ruang tengah. Setelahnya, Taehyung berlutut di depan televisi dan menelusuri rak berisi DVD. Astaga. DVD? Itu media penyimpanan yang sangat kuno! Barang antik macam itu kalau dijual pasti mahal sekali.

Chaîne de Tristesse | v.kTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang