Plague

625 75 4
                                    

Belum pernah Kim Taehyung menemukan sosok pemuda penuh harapan itu seletih saat ini. Ada kantung hitam yang tercetak jelas di bawah matanya. Ada semangat yang meluruh nyaris tanpa bekas dari raganya. Ada lamun yang mengangkasa dari kedua mata kelabunya. Dan satu hal yang pasti, ada harapan yang tengah memudar dari sosoknya.

Ini hari ke-37 di kotak isolasi. Sudah empat puluh hari sejak Jeon Jungkook menandatangani perjanjian kontrak untuk menjadi subyek eksprimen di lembaga penelitian tempat Taehyung bekerja. Tahun ke-758 setelah keputusasaan bermanifestasi secara konkret lantas merebak meracuni jiwa-jiwa lemah manusia; mengubah langit menjadi kelabu, pun dengan semua manik anak yang terlahir setelah itu. Membuat mereka rentan terhadap apa yang mereka sebut virus pembunuh harapan. Memaksa manusia hidup dalam kungkungan kubah raksasa penangkal rasa putus asa, lantas melakukan sebanyak mungkin eksprerimen untuk membuat antiserumnya.

Jeon Jungkook, pemuda berumur 18 belas tahun itu, adalah satu di antara ratusan pemuda yang mencoba peruntungan mereka untuk memiliki kekebalan dari sang virus petaka; merelakan tubuh mereka disuntik dengan venom berisikan kumpulan rasa pesimis lantas dikungkung dalam sel mini untuk melihat hasil reaksi imunologis yang terbentuk.

"Terjadi sesuatu, Jungkook?" Taehyung mencoba menyapa pemuda di hadapannya dengan kurva positif di bibir. Lembar penelitian tersedia di tangan, siap ditoreh dengan suratan akan apa yang Jungkook rasakan.

Sang pemuda melirik tanpa ekspresi, tanpa keacuhan sama sekali. Jemari kurusnya menunjuk penunjuk waktu mekanik di salah satu dinding sel.

"Dini hari, dan aku selalu terjaga."

Kim Taehyung merasakan vibrasi aneh dari tutur sang pemuda. Senyum yang diulas subyeknya kemudian bahkan bukan senyum yang biasa Taehyung simpan dalam ingatan. Bibirnya bergetar. Kurva yang terbentuk kini lebih mirip garis miring alih-alih lengkungan khas yang menandakan kebahagiaan. Hanya sarkasme dan kengerian yang mampu tertelusur dari guratan elok wajahnya. Jeon Jungkook yang dulu perlahan menghilang, digantikan Jeon Jungkook yang tidak ia kenal.

"Aku melihat kematian." Lirih ucapannya terdengar layaknya bisikan. "Banyak kematian," tambahnya seraya melayangkan pandang kepada sang pemilik mata gelap. Manik kelabunya menyapu Taehyung seakan tanpa jiwa. "Dan aku yang menyebabkannya. Aku yang membunuh mereka semua."

Jemari Taehyung sempat tertahan di atas kertas kala kalimat familiar itu mengudara. "Itu hanya ilusi, Kook," sahutnya kalem seraya mencoret salah satu opsi di kertasnya; subyek mulai berhalusinasi.

"Hyung bisa bilang begitu karena tidak mengalaminya sendiri." Lagi-lagi ada sinis yang menjamah nadanya. "Bagaimana sosok sosok-sosok itu menjerit di hadapanku. Bagaimana mereka meraung persis di telingaku. Bagaimana tangan-tangan mereka berusaha menggapaiku. Bagaimana noda merah–"

Sang pemuda mencekau pelipisnya. Pupilnya melebar. Bayang-bayang segala yang ia alami tiap malam kembali menjajah serebrumnya. Warna merah. Bau karat. Tangan yang berlumuran darah. Segalanya begitu nyata dan tidak satu pun yang mau lekang dari otaknya. Jemarinya mencengkeram kepala kuat-kuat. Namun, tidak ada yang terjadi. Segala angan itu masih meracuni jiwanya tanpa mampu ia tanggalkan. Rasa bersalah bercampur mual menghantam organ pemilik perasaan dan penggilas makanan di tubuhnya. Satu hal yang paling ditakuti Jeon Jungkook adalah menjadi seorang pembunuh. Bahkan meski itu hanya sekadar ilusi.

"Aku masih bisa merasakan cengkeraman tangan mereka yang terasa begitu nyata di kulitku, hyung." Jungkook mulai mengerang."Aroma darah bahkan masih begitu kentara di cuping hidungku. Berapakali pun aku membasuh tanganku, ada noda kasat mata yang menusuk penglihatanku. A—Aku..."

Ekor matanya mendelik liar ke arah Kim Taehyung berada. Lengan kurusnya sudah mencapai bahu sang peneliti hanya dalam sepersekon yang singkat.

"Aku sudah tidak kuat lagi, hyung."

Diirngi ratapan serak, manik kelabu Jungkook lantas menumbuk manik obsidian di hadapannya; kegelapan pekat yang memantulkan bayang tanpa dayanya dengan sempurna. Taehyung istimewa, Jungkook tahu itu. Dia salah satu dari sedikit anak-anak yang terlahir tanpa kelabu sebagai noda di manik maupun jiwanya. Dia kebal pada wabah putus asa, tidak perlu sedikitpun merasa takut akan kekacauan udara di luar suaka kota mereka. Taehyung istimewa dan Jungkook pernah ingin seistimewa dirinya.

Pernah.

Jeon Jungkook pernah hidup dalam gelimang harapan. Bahagia dengan kejutan-kejutan kecil yang ia alami dalam hidupnya. Hidup ini sepele, katanya, kau tinggal menikmatinya dan kau akan merasa memiliki segalanya.

Dulu.

Iya, dulu.

Dulu sekali.

Jungkook terpukau betapa kata itu terasa begitu lapuk dalam otaknya, seakan dulu yang ia alami adalah bagian masa lalu yang terpaut begitu jauh dari masa kininya. Padahal, faktanya, dulu miliknya hanyalah eksistensinya beberapa saat yang lalu. Ya, beberapa saat yang lalu ketika dunianya masih penuh dengan harapan dan beberapa saat kemudian semuanya menghilang dan hanya keputusasaan yang tetap mau tinggal.

Jungkook pikir, mungkin ia tak perlu jadi istimewa, hanya cukup berusaha membuat dirinya luar biasa. Nyatanya, ia sama saja. Sama biasanya dengan segala yang ia punya. Ia merasa lelah dengan segala yang dimilikinya. Ia lelah dengan ambisi yang nyatanya sia-sia belaka. Ia lelah dan ingin mencicip istirahat di usaha terakhirnya.

Tidak pernah tergagas dalam otaknya ketika akhirnya ia harus mengucapkan kata paling memuakkan itu dalam hidupnya.

"Hyung." Jemari Jungkook mencengkeram kedua lengan pria di hadapannya."Kumohon—"

Dua pasang netra saling mematri.

"—bunuh saja aku."

Malam ke-37, percobaan ke-1576, subyek kembali menunjukkan penolakan akan kehidupan. Antiserum putus asa terpantau gagal diproduksi. Percobaan disimpulkan gagal untuk yang kesekian kali.

.fin

1. Gimana sih, cara nulis genre fiksi sejarah?
2. Chapter ini buat latihan(?) I mean, kalau covid-19 ini berakhir bakal jd sejarah, ini jd fiksi sejarah dong? atau bukan? cuz this chapter inspired by the pandemic lol.
3. Semoga wabah ini cepet selesai amin!
4. STREAM AGUSTD2 WOHOOOO!!!

Semoga enjoy sama chapternya ya, walau kurang ada refrensi romancenya TT TT

Chaîne de Tristesse | v.kTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang