Jeon Jungkook punya satu kelebihan unik.
Semuanya akan dimulai kala ia memejamkan mata, memasrahkan diri pada kelam yang mengambil alih. Menunggu sampai kesadarannya pudar, sampai ia terbawa ke suatu tempat yang semu dan penuh imajinasi. Orang-orang normal menyebutnya sebagai dunia mimpi; tetapi sayangnya, Jeon Jungkook tidak masuk ke dalam golongan normal.
Jungkook menyebut dunia yang hadir dalam lelapnya sebagai dunia paralel.
Kala itu umurnya tujuh belas; orangtuanya baru saja bercerai, ia dipaksa tinggal dengan sang ibu, dan ia menjadi lebih pendiam dari biasanya. Jungkook amat benci hidupnya pada titik itu, pada masa ketika segalanya terlihat berantakan dan tak bisa kembali seperti semula. Yang ia dengar hanyalah teriakan dan perdebatan, hasil argumen ibunya dengan sang kepala keluarga soal uang. Mereka sudah berpisah, tetapi ibunya masih mengeluhkan perkara pembagian harta hampir setiap hari.
Sederhana saja, Jungkook tidak ingin hidup yang seperti ini.
Ia tidak mau, tetapi ia juga tidak bisa berbuat banyak. Anak sekolah seperti dirinya bisa apa, memang? Kabur dari rumah? Oh, Jungkook berulang kali mempertimbangkan ide tersebut. Berpikir untuk mengepak baju-baju dan bukunya, diam-diam menyelinap pergi dengan tas besar dan harapan akan kebahagiaan. Tetapi, Jungkook bukan anak bodoh.
Tak peduli seberapa pun menariknya ide itu, Jungkook tak pernah melakukannya. Ia tahu kalau dirinya tidak akan bahagia di luar sana—tidak dengan uang minim, beban tugas sekolah, serta pribadinya yang cenderung bungkam dan enggan minta tolong. Jungkook belum cukup dewasa; dan kendati hal itu membuatnya sebal, ia terpaksa harus mengakui bahwa ia hanyalah seorang pengecut.
Maka, yang bisa ia lakukan hanyalah berandai-andai. Biarkan angan melambung tinggi, pun izinkan mimpi-mimpi indahnya untuk mengisi benak. Terus seperti itu, sampai suatu hari...
...ia menyadari bahwa mimpinya terlalu nyata untuk dianggap sebagai bunga tidur semata.
__
Dunia Jeon Jungkook yang lain itu menyenangkan.
Dari sekian banyak adegan yang hadir silih berganti, Jungkook paling ingat dengan yang satu ini. Saat ketika ia menyaksikan Jeon Jungkook di dunia paralel pulang dari sekolah, memasuki rumahnya yang terlihat megah dan indah. Bangunan itu bertingkat dua, dengan cat krem dan putih, pintu-pintu kayu berpelitur, jendela besar, dan sebuah taman di halaman depan. Sebuah kemewahan yang tak akan dimiliki oleh Jungkook yang lain, serta fakta bahwa Jungkook-si-anak-dunia-paralel memiliki keluarga yang masih utuh.
"Ibu?"
Tak ada jawaban.
Pada jam-jam sore seperti ini, rumah itu sepi. Ibu dan ayah Jungkook di dunia sana selalu sibuk dengan pekerjaan masing-masing, dan mereka baru akan pulang saat malam sudah larut. Tetapi, rumah itu tidak membosankan. Jungkook-dunia-paralel punya berbagai macam alat elektronik dan hiburan di kamarnya, juga makanan enak yang selalu tersedia di kulkas dan bisa diambil kapan pun ia mau. Sungguh kontras dengan Jeon Jungkook yang hanya bisa diam mengamati, menyerap semua detail sembari sibuk membanding-bandingkan.
Jungkook iri.
Dan pada saat-saat seperti itulah, ia berharap agar kehidupan mereka bisa ditukar.
__
Di lain waktu, ia ingin bertukar kehidupan lantaran Jungkook-dunia-paralel punya banyak teman.
Tumbuh dengan kondisi seadanya, Jungkook tidak pernah punya kepercayaan diri yang cukup untuk bergaul dengan anak-anak yang dianggap keren di sekolah. Mereka yang punya orangtua kaya, prestasi gemilang, ramah dan dikenali para guru, atau sekadar aktif di berbagai ekstrakurikuler. Toh, ia juga tidak memenuhi barang satu pun kriteria di atas. Ia hanyalah lelaki biasa—nilai pas-pasan, tidak suka berbicara, dan terlalu enggan bergabung dalam kegiatan yang menuntut banyak interaksi sosial.
KAMU SEDANG MEMBACA
Chaîne de Tristesse | v.k
FanfictionThread of Oneshoot taekook banyak angstnya, tp fluff jg banyak (book 3) ❝ The continuation of sorrowful chains. ❞ B A H A S A - vkook random stories