Prequel: Kim Jinhwan, First Met

480 63 1
                                    

"Jinhwan, beristirahat dan makanlah dulu." Wanita paruh baya tersebut menepuk lembut bahu Jinhwan yang masih menyempurnakan gerakan dance-nya.

PRANG!

"Sudah kubilang jangan ganggu aku, Eomma!" bentak Jinhwan sembari menepis tangan Eomma hingga membuat nampan yang dibawa ikut terjatuh.

Eomma hanya bisa terdiam menahan rasa sesak di dadanya atas perlakuan anak lelakinya. Ini adalah kali pertama Jinhwan tega berbuat kasar seperti ini. Jinhwan adalah anak yang baik dan penurut, meski ia sering marah-marah saat sedang badmood.

"Jinhwan! Apa-apaan kau?!" Seiyeon Noona segera menghampiri saat mendengar suara piring pecah. Ia terkejut mendapati makanan berserakan di lantai, dengan Eomma yang menangis dalam diam.

Jinhwan menggeram marah. Ia tak lagi bisa berkonsentrasi untuk menari karena Eomma dan Noona terus mengganggunya.

Tidak tahukah mereka bahwa Jinhwan sangat stres merancang koreografi untuk memenangkan perlombaan melawan sekolah unggulan lain?! Terlebih ia masih Junior, sedangkan semua lawannya berada di tingkat kedua dan ketiga.

"Sudahlah, kita pergi saja, Eomma." Seiyeon Noona merangkul Eomma dan menuntunnya melangkah keluar dari sana. Meninggalkan Jinhwan yang masih memunggungi mereka.

Jinhwan kembali menari, dan tiba-tiba ia mengaduh saat kakinya menginjak pecahan piring. Ia terbelalak mendapati masakan favoritnya telah berserakan secara mengenaskan di lantai.

"Oh, tidak. Apa yang telah kulakukan?" Jinhwan mencengkram kuat rambutnya dengan kedua tangan.

Ia tak sadar telah membentak Eomma yang sangat dicintainya. Bodohnya dia. Sekarang Eommanya pasti sedih karena perbuatannya.

"Eomma!" Jinhwan membuka pintu kamar orang tuanya, menemukan Eomma yang menangis dengan Seiyeon Noona yang menenangkannya.

"Eomma, maafkan aku." Jinhwan ikut menangis melihat Eomma menitikkan air mata karenanya. Ia berlutut dan menggenggam erat kedua tangan Eomma. "Aku tidak bermaksud untuk membentak Eomma. Kumohon, maafkan aku."

Eomma mengangguk dan memaafkan Jinhwan. Seiyeon Noona hanya menghela nafas, tak tega melihat Jinhwan menangis dan terus memohon maaf seperti ini.

"Jangan berbuat kasar lagi," ucap Seiyeon Noona sembari mengelus rambut Jinhwan yang agak berantakan. Jinhwan mengangguk dan memeluk mereka berdua.

Kluruk!

Perut Jinhwan tiba-tiba berbunyi karena lapar. Ia tertawa kecil, "Eomma aku lapar!" Lalu tersenyum ceria layaknya anak kecil yang polos.

Eomma mengusap jejak air mata Jinhwan. Memaklumi mood swing anak lelakinya yang begitu cepat. Sekejap marah, sekejap sedih, lalu menjadi ceria seperti tak terjadi apapun. Itu sudah hal yang biasa.

"Tunggulah sebentar. Eomma akan memasak untukmu."

.

"Dasar pendek pemarah!"

"SIAPA YANG KAU PANGGIL PENDEK, HAH?!"

Seisi kafetaria hanya menghela nafas bosan. Lagi-lagi acara makan siang mereka terganggu oleh perdebatan Kim Jinhwan dan para Senior. Mereka adalah beberapa lelaki yang tak senang karena Jinhwan Oppa terpilih untuk mewakili pertandingan dance sekolah karena Jinhwan masih Junior.

"Kalau kau tersinggung, berarti itu memang kau."

"KAU MENGATAKANNYA SAMBIL MELIHATKU DENGAN JELAS!" balas Jinhwan sembari menatap tajam Seniornya.

"Wah, sepertinya dia perlu diberi pelajaran."

Sebelum Senior itu sempat menyentuh Jinhwan untuk menyeretnya, muncul seorang gadis di tengah-tengah mereka.

"Park Sunbae yang terhormat, kalau kau ingin memberinya pelajaran, sebaiknya gunakan waktu berhargamu untuk berlatih keras agar pihak sekolah berubah pikiran dan memilihmu," ucap gadis itu.

Sahabat dari gadis itu hanya bisa menganga terkejut mendapati gadis itu begitu nekat, setelah beberapa saat lalu ia berkata jenuh dengan para Senior yang selalu mengganggu Junior seperti mereka.

"Tidak usah sok pahlawan." Jinhwan mendesis marah. Membuat gadis itu terkejut karena respon  buruk dari Jinhwan setelah ia berusaha membelanya.

"Kau pasti menyesal telah membantu orang seperti itu." Park Sunbae menertawakan gadis itu setelah Jinhwan pergi dari kafetaria. Mungkin Jinhwan sudah tidak mood untuk makan siang.

"Dia memang kurang ajar dan menyebalkan, sudah wajar kalau yang lebih tua memberinya sedikit pelajaran." Lalu Park Sunbae dan lainnya meninggalkan gadis itu untuk menikmati makan siang mereka.

Gadis itu menghela nafas pasrah sebelum akhirnya kembali ke bangku kafetarianya. Mungkin memang salahnya juga karena telah ikut campur dalam urusan orang lain.

.

"Astaga, kaget!" Gadis itu terkejut saat melihat Jinhwan yang berada di sampingnya saat dia menutup pintu loker.

"Aku minta maaf atas perbuatanku tadi." Jinhwan membungkukkan badannya. Raut wajahnya mengatakan bahwa ia benar-benar menyesal atas perkataan kasarnya pada gadis yang sudah berusaha membelanya tersebut.

"Tak apa. Jangan terlalu dipikirkan," balas gadis itu sembari tersenyum ceria. "Kadang memang susah mengontrol diri saat sedang kesal," ucapnya seolah menganggapnya sebagai hal wajar.

"Benarkah? Kau tidak marah?" tanya Jinhwan yang terkejut sekaligus lega.

Selama ini hanya keluarganya yang memakluminya seperti ini. Sementara ia tak punya satupun teman karena sifatnya, dan saat ia meminta maaf pun orang-orang hanya akan menatapnya kesal serta tak mau lagi mendekatinya.

"Tidak, tenang saja." Senyuman gadis itu masih terpasang disana. Itu adalah senyuman paling tulus yang pernah dilihat Jinhwan.

"Terima kasih," balas Jinhwan dan ikut tersenyum. "Kalau begitu aku permisi," pamitnya.

"Ah, bolehkah aku mengatakan sesuatu?" ucap Gadis itu, dan Jinhwan hanya mengangguk.

"Kau hanya perlu mengabaikan mereka, dan mereka akan berhenti mengganggumu."

Jinhwan mengangguk, "Ya, terima kasih."

.

"Ups, aku tidak melihatmu."

Gigi Jinhwan bergemelatuk, hampir saja nampan berisi makanannya terjatuh karena Park Sunbae menyenggolnya dengan sengaja.

Jinhwan membuka mulutnya, ungkapan kemarahannya sudah berada di ujung lidahnya ketika secara tak sengaja pandangannya menatap gadis itu yang tengah menatapnya sembari memberi intruksi untuk tetap tenang dan jangan meledak.

Jinhwan menurutinya, menarik nafas dalam-dalam kemudian menghembuskannya perlahan. Setelah itu dia pergi begitu saja seolah tak ada apapun, membuat Park Sunbae tercengang heran karena Jinhwan tidak marah-marah seperti biasanya. Padahal melihat si kecil itu emosi adalah tontonan menarik bagi dirinya dan teman segerombolannya.

Gadis itu mengacungkan jempolnya pada Jinhwan, dan Jinhwan mengangguk sembari tersenyum melihatnya.

"Terima kasih," ucap Jinhwan tanpa suara dari kejauhan.

You In MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang