AU: Kim Jinhwan, Your Psycho

295 45 4
                                    

"Aku tidak mau!"

Kau tertawa kecil melihat Jinhwan Oppa yang kesal karena kau terus memaksanya untuk memakan sayuran. Dia semakin jengkel karena kau malah tertawa melihatnya.

Pasalnya, bagaimana kau tidak gemas melihat kekasih imutmu itu tengah merajuk dengan mata menyipit dan bibir mengerucut lucu. Ah, Jinhwan Oppa selalu membuat hidupmu lebih berwarna.

"Kalau begitu minum jus buahnya saja, Oppa." Kau mengalah dan memilih untuk menyodorkan jus buah yang tadi kaupesan untuknya. Kau khawatir dengan kesehatan Jinhwan Oppa yang sibuk mempersiapkan pertandingan antar sekolah, sehingga pola makannya cukup berantakan.

"Kau selalu saja mengganggap aku menggemaskan, padahal aku tampan!" Jinhwan Oppa meraih jus dari tanganmu dan menyeruputnya dengan sebal.

"Iya, iya. Kau tampan, Oppa." Kau tersenyum menatapnya. Sudah biasa Jinhwan Oppa marah-marah begini. Emosinya itu memang agak labil, namun justru itulah yang membuatmu gemas karena tidak bisa menebak reaksinya.

Bagimu, Jinhwan Oppa terlihat sangat bebas karena bisa mengeluarkan berbagai emosinya tanpa rasa khawatir, karena orang-orang di sekitarnya akan selalu mengganggap dia sebagai sosok yang menyenangkan dan lucu.

"Hari ini aku akan berlatih dengan Hanbin dan Donghyuk. Kau tak apa 'kan pulang sendiri?"

Kau mengangguk, mengiyakan bahwa itu bukan masalah.

Jinhwan Oppa, Kim Hanbin, dan Kim Donghyuk merupakan perwakilan dari setiap angkatan karena keunggulan mereka dalam menari. Dimana nantinya salah satu dari mereka akan dipilih sebagai main dancer saat pertandingan.

"Hari ini cuacanya sedang panas-panasnya, apa kau tidak gerah selalu memakai sweater?"

Kau mengelak saat Jinhwan Oppa ingin menyentuh lenganmu. Dengan perlahan kau menarik ujung sweater agar pergelangan tanganmu tertutup rapat.

"Tidak gerah, kok. Lagipula aku senang pakai sweater," ucapmu dengan nada ceria.

.

"Aku pulang," ucapmu lirih sembari membuka pintu dengan perlahan. Begitu masuk, kau langsung disambut dengan pertengkaran antara Eomma dan Appa. Oh, hal itu sudah sangat biasa bagimu.

"JAM BERAPA INI? KENAPA BARU PULANG?!"

Appa terlihat marah dan menghampirimu, namun kau segera berlari ketakutan menuju kamar.

SRAAAK!

Kau mendorong meja belajarmu untuk menahan pintu kamarmu. Appa semakin marah dan menyalahkan Eomma karena tidak mendidikmu dengan benar hingga berbuat kurang ajar begini.

Kau menutup telingamu rapat-rapat karena kini mereka bertengkar tepat dibalik pintu kamarmu. Suara-suara hinaan dan bantingan barang itu benar-benar membuatmu ketakutan. Entah apa permasalahannya, selalu ada saja sesuatu yang mereka jadikan alasan untuk bertengkar.

Suara-suara itu masih saja terdengar jelas meski telingamu tertutup rapat. Lagi-lagi kau membutuhkan pengalihan agar kau bisa sedikit tenang.

Memang rumah sudah terasa seperti neraka bagimu, karena itulah setiap selesai sekolah kau selalu berjalan tak tentu arah, sekedar mengulur waktu untuk mempersiapkan diri menghadapi orang tuamu sendiri.

Kau terisak. Merangkak menuju laci kecilmu. Membukanya dengan tergesa, dan mengambil cutter kecil dari sana.

"Agh!"

Kau meringis tertahan saat goresan yang kau torehkan mengenai lengan dalammu, menemani goresan-goresan lain yang sudah mengering.

Darah mengalir dari sana. Sepertinya kali ini goresanmu cukup dalam, hingga rasanya benar-benar menyakitkan.

You In MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang