15; extraordinary performances

3.6K 640 163
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Semasa Wonwoo menjabat menjadi pemandu museum tetap sejak dua tahun laluㅡdi mana tahun perekrutannya ada satu tingkat di bawah Jeonghan yang lebih senior, ia memiliki banyak mimpi konyol yang diharapkan akan menjadi kenyataan tak terduga. Seperti sebuah keajaiban atau sihir, yang lebih aneh lagi berpikir bahwa dunia tempat di mana ia tinggal ini merupakan suatu entitas magis seperti dunia fantasi dengan keanehan yang mungkin saja terjadi.

Bagaimana jika kepala ular Medusa yang ada pada perisai Aegis ternyata bisa bergerak?

Bagaimana jika tiba-tiba gulungan ombak di pesisir berubah menjadi sosok Poseidon?

Bagaimana jika setiap mitos dan legenda yang pernah ada di buku sejarah kuliah ternyata adalah sebuah kesatuan realita?

Wonwoo berpikir keras, setiap harinya dia berandai-andai hal yang tidak jelas sebelum tidur. Namun, kini mimpi itu terasa begitu menyesakkan karena tak ada sisi positif yang bisa ia dapatkan. Entah ini merupakan hal sial atau bukan, Wonwoo meyakini bahwa hidupnya akan baik-baik saja jika ia tak pernah bertemu seorang nenek pembaca ramalan konyol yang ada di depan toko cendera mata.

Tapi sekarang di sinilah dia, seorang Wonwoo yang bertahan hidup sembari mencoba menjadi pahlawan tak kasat mata.

"Kau masih punya uang?" Emily mendongak, sangat sebal karena Wonwoo terus mengabaikannya sejak di lahan parkir teater.

"Punya. Memangnya kau ingin membeli apa?"

"Gunting," Emily menjawab dengan datar lalu ia menyentuh helaian poninya. "Tidakkah kau lihat rambutku yang seperti ini? Ujungnya bercabang bahkan teksturnya juga sangat kusut."

"Pergi saja ke salon."

"Biaya salon mahal, aku kasihan padamu karena bisa-bisa tabunganmu habis untuk biaya perawatanku."

Wonwoo tergelak, "Kau makan tiga kali sehari, perlengkapan mandi, baju. Kau lupa? Bahkan aku juga membiayai perlengkapanmu yang lain."

"Seperti apa lagi?"

"Ituㅡ" Wonwoo menampakkan senyum yang canggung, tapi dia berusaha terlihat normal. "ㅡyang kau pakai rutin setiap bulan... Pembalut."

Bungkus kentang goreng kosong mendarat tepat di wajah Wonwoo. "Itu benar, kan? Bahkan aku membelikan beberapa variasi supaya kau nyaman memakainya."

"Apa itu penting untuk dibahas?"

"Terkadang... ya." Wonwoo mengendikkan bahu samar, terkadang percakapan kecil seperti ini memang menyenangkan. "Karena aku seringkali penasaran. Apakah rasanya seperti... kau tahu... memakai... popok?"

Emily menendang betis Wonwoo tanpa peringatan. Padahal jadwal kunjungan museum sudah mulai diliburkan karena renovasi sehingga Wonwoo tak perlu lagi memikirkan laporan yang membuatnya stres setengah mati. Tapi kenapa pria itu kini begitu terobsesi dengan obrolan yang tak penting semacam ini?

UNSEENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang