24; friend or enemy?

3.2K 602 528
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Lagi-lagi ungkapan ekspektasi tidak sesuai realita kembali dialami Wonwoo.

Harinya diawali dengan kejadian yang tak terlalu bisa dibilang nyaman lantaran tubuhnya merasa pegal luar biasa di tiap sendinya. Wonwoo tahu sesuatu telah terjadi ketika dia mengurung diri di kamar, entah apa itu. Meskipun dirinya sendiri menduga bahwa hal tersebut ada kaitannya dengan berkat yang ia terima, tetap saja Wonwoo masih meraba-raba kenyataan yang ada.

Kini kamarnya berantakan dengan serpihan cermin yang mengotori lantai. Wonwoo juga baru sadar bahwa punggung tangannya terluka dan darahnya sempat mengotori karpet beludru berwarna putih gading yang ada di dalam kamar, tidak seberapa melainkan hanya beberapa tetes. Selain itu, kondisi tempat tidurnya juga tak kalah berantakan.

Wonwoo kembali menilik ke arah kamar, terkesan masa bodoh padahal biasanya ia adalah pribadi yang perfeksionis mengenai kerapian tata ruang. Dia hanya masuk lalu mengambil beberapa pasang pakaian yang diperlukan, pun dengan beberapa benda tajam yang sekiranya nanti akan berguna.

Sempat terbesit keinginan Wonwoo untuk mendapat perhatian lebih dari Emily. Dia merencakan akan berbicara terlebih dahulu pada Emily yang ke luar entah ke mana, kemungkinan hanya ke taman terdekat untuk melepas penat karena Wonwoo begitu banyak bicara mengenai hubungan antara gadis itu dengan Jeonghanㅡyang mana sebenarnya Emily sudah menegaskan bahwa tidak ada apa-apa. Wonwoo lalu akan menunjukkan lukanya dan meminta Emily untuk mengobati. Namun sayangnya hal itu tak kunjung terjadi hingga bercak darahnya mengering.

"Tuan, apa yang terjadi?" Hoshi bertanya selepas menata ulang isi kotak obat-obatan yang isinya digunakan untuk mengobati luka di punggung tangan Wonwoo. "Kami semua melihat pendar cahaya biru sebelum kau ke luar kamar. I-iris matamu juga berubah."

Wonwoo bersumpah, sejak pertama kali bertemu Hoshi di desa, dia tidak pernah menemukan sedikit pun rasa menyesal untuk mengenal Hoshi lebih lama. Pria Jepang itu begitu lugu dan tulus di setiap tindakan dan tutur katanya, meskipun terkadang tingkahnya yang terkesan aneh membuat Wonwoo heran.

Wonwoo menggeleng, "Aku tidak tahu, itu terjadi seperti... reaksi aneh tubuhku ketika emosiku tidak stabil. Aku pun baru sadar beberapa hari yang lalu bahwa aku memiliki hal magis ini karena mendapat berkat."

Hoshi tampak termenung, ia juga menatap tangan Wonwoo yang berbalut perban lamat-lamat. "Kita akan sungguh pergi?"

"Kenapa? Apa kau takut?"

"Tidak, Tuan Wonwo," sanggah Hoshi, matanya mengerjap dengan gerakan cepat. "Maksudku... aku tidak takut pada hutan karena aku sudah terbiasa hidup di wilayah penuh semak belukar. Tapi teman-teman yang lain belum tentu nyaman. Akan ada banyak suara serangga dan mereka jelas tidak paham bagaimana cara beradaptasi dengan cepat."

Refleks tangan Wonwoo mengusap puncak kepala Hoshiㅡmeskipun terkesan aneh karena mereka memiliki postur tubuh yang sama dan memungkinkan mereka juga ada di umur yang sama.

UNSEENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang