"Cewek tadi siapa?"
Akhirnya Jeremy membuka suaranya, setelah beberapa menit mereka saling terdiam meneguk bir yang disediakan oleh Arvin.
Jeremy menepati kata-katanya, ia kembali ke apartemen Arvin setelah menghantar Hani kembali ke rumahnya. Sebegitu perhatiannya Jeremy kepada wanita yang sudah menjadi mantannya. Mengingatnya saja seperti tidak percaya, kalau Hani sudah menjadi mantannya.
Salahnya memang karena jarang bertemu dengan mantan pacarnya itu. Jangankan bertemu, sekedar saling memberikan kabar saja tidak ada. Namun, melihat Jeremy dan Hani saling dekat satu sama lainnya, membuatnya sedikit mengerti.
"Calon lo yang lain?" Lanjut Jeremy bersandar malas di sofa milik Arvin dengan Tantan yang berbaring di sampingnya.
"Nope. Dia partner gue."
Jeremy mengerutkan keningnya, "Hah? Partner? Sejak kapan lo punya partner?" Selama dia mengenal Arvin. Kata Partner tidak pernah terucap dari bibir Arvin. "One night stand?" Jeremy mengoreksi kata partner yang diucap oleh Arvin.
Seorang Arvin mempunyai partner? Apa bisa Arvin menjaga hubungan itu dalam waktu yang lama?
"Iya partner, udah hampir 2 tahun gue sama dia." Jawab Arvin dengan santai lalu kembali menegak birnya dalam satu tegukan, one shot.
Jeremy tersedak, "What?! 2 tahun??" Arvin menepuk punggung Jeremy yang terbatuk akibat tersedak. "Kok lo bisa punya partner?? Pacaran aja gak pernah bertahan seminggu, dikasih apa lo sama partner lo?!" Tuduh Jeremy kepada Arvin yang tertawa dalam diam.
Dikasih apa ya sama Lalita, sampai bertahan sama dia sampai 2 tahun lamanya? Arvin sendiri tidak bisa menjawabnya. Selama bersama Lalita yang ia rasakan hanyalah kenyamanan, Lalita juga tidak pernah bertindak melebihi batas yang mereka sepakati. Tidak pernah ikut campur, tidak memendam rasa kepadanya seperti yang lainㅡmungkin itu yang membuatnya bertahan dengan Lalita sampai sekarang. Selain itu, Lalita mempunyai sisi yang hanya Arvin bisa lihat, sisi liar Lalita ketika bersamanya.
"A good sex." Arvin mengerlingkan matanya pada Jeremy. Temannya itu hanya bisa geleng-geleng kepala.
"Sebelumnya lo juga bilang begitu pas sama Hani."
Arvin mengulum bibirnya sesaat, "Benar, tapi Hani melewati batas suci gue Jer."
"Taiㅡbatas suci apaan lagi."
Arvin mendekati Jeremy, merangkul temannya itu. "Jere kasar nih," Arvin tertawa saat Jeremy menggeliat dalam rengkuhan lengannya. Menolak untuk disentuh.
"Ih apaan sih. Hush hushㅡ"
"Yaelah biasanya juga lo minta di peluk pas mabok."
"Beda itu cuy,"
Arvin mencibir temannya. Padahal Jeremy lebih touchy ke dia. Sekarang sok-sokan nolak. Mereka berdua kembali terdiam seraya meneguk kembali bir mereka.
"Jadi, lo sama Haniㅡ" Jeremy meremas kaleng birnya lalu menaruhnya diatas meja. "Kita dekat." Begitulah jawaban Jeremy.
"Dekat, soon to be girlfriend?" Arvin memang tidak suka bertele-tele. Ia lebih suka to the point langsung kepada orang. Yang terkadang membuat orang lain sedikit tidak nyaman dengan sifatnya itu.
"I don't know. Hani selalu curhat ke gue ketika lo gak ngabarin dia. Wellㅡkita jadi suka jalan bareng, kadang nonton bareng,"
"ㅡAnd intercourse." Sambung Arvin yang membuat Jeremy terdiam mematung. Wajah pria itu saat ini seperti tertangkap basah. Bibirnya terbuka, melongo menatap Arvin. "Come on, its hard to resist Hani bro. Am I right?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Undefined Feelings
FanfictionPernahkah lo merasakan yang namanya mati rasa? Perasaan dimana lo tidak bisa merasakan apa yang lo sendiri rasakan. Rasa sakit, rasa dikasihi, rasa dicintai, rasa dibenci, rasa mencintai. Semua perasaan itu tidak bisa lo deskripsikan dengan jelas...