Mengenal Arvin (3)

631 49 6
                                    

Arvin.

Gue memakirkan motor gue, hari ini dilihat dari banyaknya motor yang terparkir hari ini, mungkin di dalam sana tidak begitu ramai. Mengingat hari ini adalah hari Kamis. Biasanya gue memilih untuk nebeng bersama Jeremy. Karena gue tidak ingin mengambil resiko dengan mengendarai motor ketika mabuk.

Dada gue berdegup seiring dentuman musik ketika kaki gue melangkah memasuki fable. Gue menarik napas, mencium bau akohol yang bercampur dengan perfume, bau yang sangat khas disini. Banyak perempuan dengan baju seksinya berlalu lalang. Beberapa dari mereka ada yang menyapa gue. Wajar saja, gue memang cukup sering datang ke fable setiap minggu bersama Jeremy. Maka dari itu, mereka mengenal gue. Apalagi bartender disini.

Selain kita, merekaㅡFaresta dan Adrian jarang ikut ke fable. Itu karena mereka tidak bisa minum terlalu banyak, dan juga mereka punya jam pulang tersendiri. Maklum saja kedua orang itu bisa dibilang anak rumahan, berbeda dengan gue dan Jeremy.

Gue melihat kesekeliling fable, kali aja ada yang gue kenal. Jadi, bisa diajak have fun bersama. Gue menangkap sosok mungil dengan dress ketat berwarna hitamnya. Gue seperti mengenali wajahnya, walaupun sekarang cewek itu memakai make up yang cukup tebal.

"Itu bukannya teman satu klubnya si Resta sama Jeremy?" Siapa deh namanya, gue lupa..

Gue mencoba mendekati sosok itu untuk melihatnya dengan lebih jelas. Namun, tepat gue sudah berjarak beberapa langkah, tubuh seseorang pria menghalangi gue. Pria itu berdiri dihadapannya, seperti tengah berbicara sesuatu lalu mereka pergi menuju koridor ruangan VIP.

Waitㅡyang gue lihat tadi itu benar temannya Resta dan Jeremy bukan ya? Dari perawakannya sih emang dia. Tapi yang gue tahu dari Resta, itu cewek katanya kutu buku, dan sangat polos. Resta sendiri yang pernah menceritakannya, kalau cewek itu cewek baik-baik, sampai Resta sendiri bertekad ingin mengejar itu cewek.

Memang sih pas gue ngeliat itu cewek di ruangan klub dance, cewek itu terlihat sangat polos dan pendiam sekali. Berbeda dengan sosok yang gue lihat tadi. Apa mungkin gue salah lihat kali ya? Tapi kenapa mirip banget, aduh tau deh. Pikirin amat..

"Yo yo yo!!" 

Gue menghampiri ketiga teman gue dan memberikan satu-satu mereka high five yang biasanya kita lakukan. Baru aja dateng, gue udah disuguhi pemandangan Jeremy yang udah nempel sama cewek. Emang deh Jeremy, gak bisa diem sedikit kalo ngeliat yang bohay. Tapi, mayan juga sih ini cewek yang ngegelayutin Jeremy. Pake sok bisik-bisik segala lagi. Please...

Melihat sebotol bir yang menganggur di meja. Gue langsung mengambil bir tersebut. Ketika ingin menegak bir itu, suara Faresta menghentikan pergerakan gue. "Gimana bro perjalan pulang dengan Feyya? Ada yang menarik gak?" Mencoba sok-sok misterius, gue tersenyum lalu menegak bir yang gue pegang. Merasakan cairan alkohol itu membasahi kerongkongan kering gue.

"Ya gimana yaㅡanget gitu," canda gue lalu tertawa diikuti oleh Faresta. "Eh anjir lo, anak orang udah diapain aja?" Sambung Jeremy yang mulai tertarik dengan pembicaraan ini. Ternyata cewek yang tadi disampingnya udah pergi entah kemana.

"Ya gitu deh, cuma dipeluk doang kok di atas motor." Gue menyengir kesenengan. Wih jelas, seneng dong. Kayak menangin lotre dipeluk Feyya tuh.

"Ya pantes aja anget, hahaha."

Gue melirik Adrian yang akhirnya ikut tertawa. Tumben banget si Ian pendiam gini, lagi marahan sama Bundanya apa gimana nih anak. Beneran lagi marahan sama Bunda ini kayaknya.

Resta menatap gue dengan tatapan mengintrogasi. "Jadi, sebenernya lo itu beneran naksir si Feyya apa cuma iseng-iseng aja lo?" Pertanyaan ini muncul juga.

Undefined FeelingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang