بـــــــسم اللّـــــــه الرّحمن الرّحيـــــــم
⚠Ambil baiknya, buang buruknya⚠
⚠Jangan ngejudge suatu cerita sebelum kamu mebacanya sampai tamat⚠
📖Selamat Membaca📖
🍁🍁🍁
Haura mengendap-endap menaiki anak tangga. Berjalan sepelan mungkin dengan sepatu yang sudah dibuka agar langkahnya tidak terdengar. Tapi saat baru menaiki anak tangga, lampu menyala hingga membuat gerakan Haura terhenti secara mendadak. Gadis itu tertegun untuk beberapa saat.
Diputarnya badannya hingga melihat sang ayah yang bediri tegap. Rahangnya mengeras seperti sedang menahan emosi.
Tapi tidak apa, Haura sudah terbiasa dengan keadaan seperti ini. Paling ayahnya akan memaki dengan ucapan pedas. Haura mengunyah permen karet yang ada di mulutnya, seolah tidak ada takut-takutnya dengan kemarahan Fatih; ayahnya.
"Sudah berapa kali ayah bilang, Haura. Sampai kapan kamu terus-terusan kelayapan seperti ini. Kamu ini masih anak gadis, banyak bahaya yang bisa mengancam nyawa kamu!"
"Emang Ayah peduli kalau terjadi hal buruk sama aku?" tanya Haura dengan tatapan menusuk.
Tangan Fatih sudah terangkat, siap melayangkan tamparan di pipi mulus Haura. Haura memicingkan mata, marik kepalanya sedikit mundur. Tapi tangan Fatih hanya menggantung di atas udara. Haura kembali membuka mata, saat itu ia hanya melihat tangan sang ayah berasa di atas kepalanya.
Fatih harus bisa mengontrol diri, jangan sampai ia menyakiti putrinya sendiri.
"Kenapa? Kenapa ayah nggak jadi tampar aku?" Haura memandang Fatih sengit, penuh permusuhan.
Tidak ada tatapan teduh antara seorang anak perempuan pada ayahnya. Semua sirna sejak saat itu!
"Ayah begini demi kebaikan kamu, Haura. Ayah mau kamu seperti Azia, kakak kamu. Lihat dia, karena prestasinya dia bisa pergi ke Mesir!"
Haura tertawa remeh, sebenarnya sangat muak karena terus menjadi perbandingan antara dia dan Azia si anak tiri itu.
"Terus aja ayah bandingin anak kandung ayah sendiri sama anak tiri ayah itu. Sampai kapan pun aku nggak bakal sama kayak dia. Kita punya dunia masing-masing!"
Fatih hampir gila menghadapi anak seperti Haura. Sedikit pun tidak ada kelembutan dalam diri anaknya itu. Dosa apa yang telah Fatih lakukan hingga mendapat ujian seberat ini? Bagaimana pertanggung jawabannya di akhirat nanti? Lihat lah, cara berpakaiannya saja sudah menjelaskan bahwa ia siap menjerumuskan ayahnya sendiri ke dalam nereka.
"Haura, ayah sayang sama kamu. Ayah sayang, ayah mau kamu jadi anak yang baik, teman-teman kamu itu nggak ada yang benar, Haura. Tolong dengarkan ayah."
"Ayah mau aku dengerin ayah? Emang ayah pernah dengerin aku? Aku nggak mau punya ibu tiri, kenapa ayah tetap nikahin perempuan itu?!"
"Cukup Haura! Berhenti bicara seperti itu. Bagaimanapun dia bunda kamu. Dia yang udah merawat kamu, ngasih kamu makan sampai kamu bisa hidup seperti sekarang!"
"Tapi tetap aja kan semua uang yang dia jadiin buat kasih aku makan dari ayah. Dia aja yang keenakan bawa anaknya ke sini. Numpang hidup enak. Udalah, percuma aku bicara sama ayah, ayah juga bakalan tetap belain mereka, bukannya aku, anak kandung ayah sendiri!"
Fatih menarik napas, kemudian mengembuskan secara perlahan. Rasanya sangat berat untuk menahan emosi ini.
Haura tidak pernah mau menghargai Hanum, padahal Hanum sangat menyayanginya, sama seperti ia menyayangi Azia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Simfoni Takdir ✔
SpiritualRama, laki-laki yang sejak dulu Azia kagumi nyaris menjadi suaminya. Setelah Azia pulang dari Mesir, kedua orang tua mereka sepakat untuk menjodohkan anak-anaknya. Tapi Azia tidak bisa menerima perjodohan itu. Diam-diam ternyata Haura, adiknya menci...