bab 3

25 3 0
                                    

Kuberjalan keluar kamar, ketika senja dan jingga mulai tak bisa dipisahkan dan sebelum warna kelabu ada diantara mereka. Benar, sebelum kelabu datang, kuharus melepaskan tanya pada matahari. Agar kelabu setidaknya izin dulu jika ingin bergabung dengan jingga dan senja.

"Ma, udah selesai bikin kue nya? Tanyaku pada mama yang sedang nonton tv

"Udah, nggak ada pesanan kue khusus hari ini, mama jadi santai" jawab mama

" Ma, dulu sebelum sama papa, mama punya pacar nggak?"

Mama berhenti menonton televisi dan mulai menatap ku

" Memangnya kenapa, kamu ko jadi kepoin mama? Mama sedikit tertawa
" Nggak papa deh, kalo mama nggak mau cerita juga" aku sedikit merajuk

" Ada, tapi jauh sebelum mama kenal papamu"

"Kenapa putus ma?

" Fatih, kamu lebih-lebih dari Nura deh kepo nya, yang pasti papa adalah yang terbaik buat mama." Ucap mama sambil melanjutkan menonton televisi

" Putus karena mama mulai menyadari mama nggak bisa mengganggap nya lebih dari teman. Dia itu sahabat mama. Ucap mama sambil terus menonton acara artis memasak

" Ma, biru itu siapa?

"Itu kan nama calon istrimu, Fatih." Mama seperti bingung dengan pertanyaanku"

" Untuk biru yang selalu dihatiku dan gambar sebuah danau" ucapku sambil melirik mama

Mama mematikan televisi nya, lalu wajahnya berubah menjadi serius

" Kamu ambil sesuatu ya di lemari mama?

" Maaf ma, Fatih nggak sengaja liat foto itu ma

" Hmmmmm, Biru itu panggilan mama dari orang itu, nama mama kan Siti Biruni, semua memanggil mama, Siti atau Runi, hanya dia yang suka meledek memanggil Biru.

" Sebenarnya itu foto tempat kami bertiga suka belajar saat SMA.

" Tempat paling nyaman dan hening untuk belajar, base camp kami dan papa sudah pernah mama ajak kesana"

" Dan memang sejak orang itu terakhir mengirimi mama foto itu, mama dan papa tak pernah ke tempat itu lagi."

"Lalu orang itu dimana kini, ma?

" Dia sudah menikah Fatih, mama nggak ingin tahu lagi tentangnya."jawab mama

" Tapi tidakkah mama merasa aneh dengan nama biru yang sama dengan nama panggilan mama dari orang itu?

" Banyak orang yang namanya sama, Fatih.

" Tapi hari ini Biru menangis ma, karena ibunya baru memberitahu tentang ayahnya yang sebenarnya adalah Yunanda.

Mama sedikit kaget terlihat dari wajahnya. Dan sedikit terdengar bergumam, "Yunan"

" Nggak ada yang perlu dihawatirkan Fatih, seandainya Biru anak Yunan, lalu apa masalahnya?

" Aku takut bunda Biru akan melarang hubungan kami ma, andai tahu mama adalah orang penyebab mereka berpisah

"Mama? Yang menyebabkan mereka berpisah.

" Kata Biru, ayahnya dulu belum move on dari pacarnya, membuat sering bertengkar dengan bunda Biru

" Tapi itu bukan salah mama kan, mama tidak pernah bertemu atau menjalin hubungan lagi setelah lulus SMA, mama nggak pernah punya perasaan apa-apa, selain teman. Satu kesalahan mama dulu yaitu mencoba menjalani hubungan cinta hanya karena perasaan nggak enak atau kasihan.

" Ia tapi ma...bagaimana...jika...ucapku tak diteruskan karena mama menyela ucapanku

" Serahkan semua sama Allah. Mama sayang sama Biru, dia memiliki hampir semua kriteria menantu idaman mama, andai benar perkiraan kita dia anak Yunan sahabat mama dulu, mama tetap merestui kalian.

"Lalu bundanya? tanyaku sambil menatap jauh entah kemana

" Nanti mama bicara ma bunda Biru, insyallah dia bisa mengerti.

" Ia ma, mama mengizinkan kalau Fatih menemani Biru ke Bandung menemui ayahnya kan?

" Ia Fatih, kamu harus ada menemani Biru melewati nya, mama kasihan dengannya, pasti dia sangat sedih dan kecewa saat ini."

Aku hanya mengangguk, tak ingin membuat mama khawatir, walaupun banyak keraguan yang tersimpan dalam bilik-bilik hatiku.

Beberapa detik kemudian, terdengar oleh kami berdua, suara Nura dari luar mengucapkan salam lalu membuka pintu dan masuk ke dalam rumah. Kami pun berhenti membicarakan hal yang membuatku dilema beberapa hari ini. Benar kata mama, tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Sebaiknya aku serahkan semuanya kepada Allah. Jika Biru memang jodohku, Allah akan menuntun kami melewati masalah ini dengan baik. Hasbunallah wa ni'mal wakil

Memikirkan masalah ini, mendesakku untuk mengingat tentang Biru, lalu terbayang kembali pertemuan pertama kami di kampus, saat aku menjadi panitia OSPEK dan Biru adalah mahasiswi baru saat itu. Kuakui banyak yang lebih cantik dan pintar darinya saat itu, tapi entah mengapa, Biru memiliki magnet khusus yang bisa membuatku ingin selalu dekat dengannya. yang pasti dia cukup menarik bagiku, bisa membuatku selalu berdebar-debar walau hanya dari kejauhan melihatnya. Cinta pada pandangan pertama, mungkin yang kurasakan padanya. Tapi, aku tak pernah menyatakan cintaku padanya sampai aku lulus kuliah dan menjadi dosen. Aku simpan sebagai semangatku meraih prestasi agar saat nya tiba aku bisa bangga menawarkan diriku sebagai suami untuknya. Karena aku memiliki prinsip tidak akan mendekati wanita jika belum siap untuk menikah. Dan itu juga salah satu pesan mama yang selalu kuingat. " Jadilah lelaki sejati, dengan tidak pernah memberi janji dan harapan kepada wanita jika kau belum yakin bisa menepatinya, karena kau belum tentu jodohnya.

Alhamdulillah, Biru ternyata selain sama- sama memendam cinta dalam diamnya untukku juga memiliki prinsip yang sama denganku, tidak mau berpacaran. Kuingat senyum malu-malunya yang terlihat dari rona pipinya, saat aku melamarnya. Allah akan menjaga jodohku jika aku juga menjaga hati dan diriku. Aku adalah lelaki paling beruntung didunia ini, karena memiliki kisah hidup yang lancar pada karir dan kisah cintaku. Tak ada hambatan yang berarti yang kurasa dari kecil hingga dewasa, sampai saat ku menemukan foto itu. Namun sesaat kegundahan ku terjatuh, terbentur, terpotong potong menjadi serpihan kecil saat kudengar alunan suara merdu murotal Al Qur'an dari Qori M. Toha Al Junaid menyelusup ke sudut hatiku juga ke seluruh penghuni rumah ini, rumah ternyamanku selain rumah hati Biru untukku.

Kisah BiruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang